Menuju konten utama

Kesepakatan Pemerintah-Freeport Dinilai Tak Untungkan Negara

Pengamat energi dari Universitas Tarumanagara, Ahmad Redi menilai kesepakatan akhir yang dituju antara pemerintah dan Freeport tidak memberikan keuntungan yang lebih bagi negara.

Kesepakatan Pemerintah-Freeport Dinilai Tak Untungkan Negara
CEO Freeport-McMoran Copper & Gold Inc Richard Adkerson bersama Menteri ESDM Ignasius Jonan bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait divestasi saham di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (29/8). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Pemerintah dan PT Freeport Indonesia sepakat menempuh perundingan guna menyelesaikan perselisihan pasca pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017. Ada tiga kesepakatan yang akan dirundingkan lebih lanjut, yaitu: divestasi 51 persen, komitmen bangun smelter, dan besaran penerimaan negara.

Namun, pengamat energi dari Universitas Tarumanagara, Ahmad Redi berpendapat kesepakatan akhir yang dituju antara pemerintah dan Freeport tersebut tidak memberikan keuntungan yang lebih bagi negara.

“Disetujuinya poin kesepakatan melalui perundingan antara PTFI dan pemerintah, sesungguhnya tidak memberikan keuntungan bagi Pemerintah Indonesia. Hal ini karena, poin-poin kesepakatan perundingan mengandung masalah,” ujarnya, seperti dikutip Antara, Selasa (29/8/2017).

Ahmad Redi menilai, pemberian IUPK kepada Freeport tidak sesuai dengan UU Minerba. Jika mengacu pada regulasi tersebut, IUPK dapat diberikan melalui penetapan Wilayah Pencadangan Negara yang harus disetujui DPR. IUPK pun diprioritaskan diberikan kepada BUMN.

Selanjutnya, pembangunan smelter merupakan kewajiban lama Freeport Indonesia yang selama ini tidak kunjung ditepati. Perusahaan asal Amerika Serikat itu kerap berjanji akan membangun smelter, namun hingga saat ini tidak terealisasi.

Selain itu, kata Redi, pembelian saham divestasi di masa akan berakhirnya kontrak karya merupakan kebijakan yang sesungguhnya merugikan bagi Indonesia, karena tanpa membeli saham divestasi pun, pada 2021 atau setelah kontrak karya berakhir, maka wilayah bekas PT Freeport Indonesia menjadi milik Pemerintah Indonesia.

Redi mengatakan, sesungguhnya dalam kontrak karya perpanjangan tahun 1991 sudah ada kewajiban divestasi saham PT Freeport Indonesia yang harusnya terjadi pada 2011. Namun, faktanya hingga saat ini kewajiban divestasi 51 persen ini tidak juga direalisasikan PT Freeport Indonesia.

Baca juga:

Pemerintah dan PT Freeport Indonesia melakukan perundingan kesepakatan tahap akhir terkait perpanjangan kontrak penambangan di Indonesia. Menteri ESDM, Ignasius Jonan mengatakan pihaknya sudah sejak awal tahun melakukan perundingan dan mulai intensif pada tiga bulan terakhir ini.

“Dengan berbagai upaya semaksimal yang bisa kami lakukan, dan dengan kerja sama yang baik. Jadi semua instansi pemerintah, dicapai beberapa hal, walaupun ini tidak mudah ya,” kata Jonan dalam konfrensi pers, di Kementerian ESDM, pada Selasa (29/8/2017).

Menurut Jonan, pemerintah dan PT Freeport Indonesia sepakat menempuh jalur perundingan, guna menyelesaikan perselisihan pasca pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 1/2017. Dari hasil perundingan disepakati sebagai berikut:

Pertama, divestasi yang akan dilakukan PT Freeport Indonesia menjadi 51 persen. Pada saat ini masih dirundingkan secara detail dan akan dilampirkan di IUPK. Terkait yang tidak bisa diubah sampai konsensi dan kontrak selesai akan ada pembicaraan lanjutan.

Kedua, PT Freeport Indonesia sepakat membangun smelter sampai dalam jangka waktu lima tahun, sejak IUPK-nya diterbitkan. Secara detailnya akan dilampirkan pada keterangan selanjutnya.

Ketiga, PT Freeport Indonesia telah sepakat untuk menjaga besaran penerimaan negara. "Jadi besarannya lebih baik dibandingkan penerimaan negara dibawah perjanjian kontrak karya sebelumnya," kata Jonan.

Baca juga artikel terkait FREEPORT INDONESIA atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Bisnis
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz