tirto.id - Rohingya merupakan etnis minoritas yang menempati bagian pesisir selatan Myanmar. Penduduk Rohingya memiliki ciri fisik dan agama yang berbeda dengan mayoritas penduduk di Myanmar.
Perbedaan ini pula yang disebut sebagai pemicu pihak Myanmar melakukan diskriminasi rasial dan genosida terhadap Rohingya. Lantas, kenapa etnis-agama Rohingya berbeda dengan mayoritas penduduk di Myanmar?
Perbedaan etnis dan agama antar penduduk umum terjadi pada negara-negara di Asia Tenggara seperti Myanmar. Menurut Britannica, keragaman penduduk di wilayah Asia Tenggara dipicu oleh faktor geografis dan historis.
Negara-negara di Asia Tenggara saling terhubung lewat jalur darat dan laut. Kondisi ini menjadikan negara-negara Asia Tenggara menjadi jembatan yang dilewati manusia dari berbagai benua, termasuk benua Asia dan Australia.
Beragamnya etnis manusia yang pindah dan singgah di wilayah-wilayah Asia Tenggara membentuk peradaban baru dengan genetik yang berbeda.
Faktor historis juga memengaruhi keragaman di negara-negara Asia Tenggara. Faktanya banyak negara di Asia Tenggara yang mendapat pengaruh kolonialisme dan dimobilisasi secara paksa oleh penjajah Eropa ke wilayah-wilayah lain.
Kondisi serupa juga terjadi pada Myanmar yang pernah dijajah oleh Inggris selama puluhan tahun. Faktor historis juga dapat menjelaskan mengapa etnis dan agama Rohingya berbeda dengan penduduk mayoritas di Myanmar.
Penjelasan Kenapa Rohingya Berbeda dengan Penduduk Myanmar
Menurut para ahli, perbedaan etnis dan agama antara penduduk Rohingya dan mayoritas penduduk Myanmar bisa ditelusuri lewat jejak historis dan genetik.
Dikutip dari Loft Foot Steps, secara umum genetik masyarakat Myanmar terdiri dari tiga kelompok utama. Ketiga kelompok etnik itu adalah orang Asia Tenggara, orang Tibeto-Burman, orang Austro-Asia, dan orang India.
Nasir Udin dalam Oxford University Press (2020) menyebutkan bahwa dari penelusuran nenek moyang, etnis Rohingya merupakan keturunan orang Arab, Moor, Pathan, Asia Tengah, Bengali, dan orang Indo-Mongoloid.
Mereka datang ke Myanmar sejak abad ke-8 seiring dengan masuknya para pedagang Arab ke Arakan. Arakan adalah sebuah kerajaan yang berdiri di Rakhine, sebuah negara bagian di Myanmar yang menjadi tempat tinggal etnis Rohingya saat ini.
Secara fisik, etnis Rohingya memang berbeda dari orang Myanmar kebanyakan. Mereka memiliki kulit lebih gelap, bermata bundar, dan berhidung bulat.
Para penduduk Rohingya sering dikira sebagai penduduk Sri Lanka, Pakistan, atau bahkan India karena kemiripan ciri fisik. Sebaliknya, ciri fisik etnis Rohingya berbeda dengan etnis Bamar, yaitu kelompok etnis mayoritas di Myanmar.
Secara fisik, kelompok etnis Bamar punya kulit kuning langsat hingga sawo matang, bibir tipis, dan mata kecil. Beberapa menyebut mereka percampuran antara orang Asia Tenggara dan Tiongkok.
Dikutip dari Rainforest Cruises, orang-orang Bamar datang ke Myanmar pada abad ke-7. Mereka bermigrasi dari Provinsi Yunan Tiongkok dan menempati lahan-lahan basah di sekitar perairan Myanmar.
Tak hanya berbeda dari ciri fisik, etnis Rohingya dan etnis Bamar juga berbeda dari budaya serta agama. Seperti yang disebutkan sebelumnya, etnis Rohingya menempati Myanmar seiring dengan datangnya pedagang Arab yang beragama Islam.
Para penduduk Rohingya yang tiba di Myanmar lantas terus memeluk agama Islam Sunni dan menanamkan nilai-nilai Islam. Sebaliknya, etnis Bamar mayoritas beragama Buddha. Ada beberapa teori terkait masuknya ajaran Buddha ke Myanmar.
Ada yang menyebut bahwa nenek moyang Bamar, dari Tibet dan Tiongkok sudah menganut Buddha sejak sebelum pindah ke Myanmar. Namun, ada juga ahli yang menyebut bahwa agama Buddha masuk ke Myanmar lewat pedagang India.
Rohingya yang merupakan etnis minoritas kemudian dianggap berbeda di Myanmar dan mendapat diskriminasi dari kaum mayoritas.
Rohingya Tidak Diakui di Myanmar
Rohingya tidak diakui sebagai warga negara di Myanmar. Mengutip Rohingya Culture Center, setelah Myanmar merdeka pemerintah memutuskan untuk tidak memasukkan Rohingya dalam kelompok etnis yang diakui di negara tersebut.
Hal ini seiring dengan diberlakukannya Undang-undang (UU) Kewarganegaraan Tahun 1982 yang mengakui 135 kelompok etnis di Myanmar. Rohingya tidak termasuk di dalam 135 kelompok etnis tersebut.
UU tersebut menyebabkan para penduduk Rohingya yang mayoritas menetap di Rakhine tidak memiliki kewarganegaraan alias tinggal secara ilegal di Myanmar. Tanpa pemberian status ini menyebabkan etnis Rohingya kesulitan mendapatkan hak-hak sebagai warga negara.
Mereka tidak bisa memiliki properti, menempuh pendidikan, maupun mendapatkan pekerjaan formal. Sepanjang 1980-an hingga 2000-an kelompok etnis mayoritas Myanmar melakukan diskriminasi kepada Rohingya dengan dalih nasionalisme dan Buddhisme untuk memperkuat legitimasinya.
Puncaknya terjadi kerusuhan antara Muslim Rohingya dan kelompok Buddha di Rakhine yang memicu terjadinya krisis kemanusiaan. Militer Myanmar tercatat merusak rumah-rumah warga dan membunuh penduduk etnis Rohingya.
Penduduk Rohingya yang ketakutan bergerak ke utara Rakhine atau melarikan diri melalui jalur laut menuju Bangladesh. Hal ini juga yang membuat Bangladesh menjadi negara penampung pengungsi Rohingya terbanyak saat ini.
Selain ke Bangladesh, para pengungsi Rohingya juga menyebar ke berbagai negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, dan Thailand.
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Iswara N Raditya & Iswara N Raditya