tirto.id - Hari Penghapusan Diskriminasi Rasial Sedunia diperingati pada 21 Maret tiap tahunnya. Peringatan ini sudah berjalan setengah abad lebih sejak pertama kali ditetapkan. Kini, pada 2022, peringatan ini menginjak usia ke-55.
Tahun ini, peringatan Hari Penghapusan Diskriminasi Rasial Sedunia mengangkat tema “Suara untuk Aksi Melawan Rasisme.” Tema ini terinspirasi dari laporan Komisaris Tinggi Tentang Keadilan Rasial dan Agenda Menuju Perubahan Transformatif untuk Keadilan dan Kesetaraan Rasial.
Laporan tersebut berjudul “DENGARKAN: Pastikan bahwa orang-orang keturunan Afrika dan mereka yang menentang rasisme dilindungi dan didengar, dan keprihatinan mereka ditindaklanjuti.”
Merujuk pada PBB, pengangkatan tema ini, salah satunya bertujuan menegaskan kembali pentingnya penghormatan penuh terhadap hak atas kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai serta melindungi ruang sipil.
Selain itu, tema ini juga bertujuan mengakui kontribusi individu dan organisasi yang menentang diskriminasi rasial dan tantangan yang mereka hadapi.
Tujuan tersebut untuk menghadirkan kembali memori kolektif atas perjalanan penentangan diskriminasi rasial di berbagai daerah, salah satunya di Afrika. Peristiwa Sharpeville di Afrika Selatan menjadi latar belakang ditetapkannya 21 Maret sebagai Hari Penghapusan Diskriminasi Rasial Sedunia.
Sejarah Hari Penghapusan Diskriminasi Rasial Sedunia
Tragedi berdarah terjadi pada 21 Maret 1960, dimana Polisi Afrika Selatan Menembaki peserta aksi damai. Demonstrasi tersebut dilakukan untuk menentang hukum apartheid Afrika Selatan.
Apartheid, seperti disampaikan Habibillah, ialah satu jenis politik yang menggunakan sistem pemisahan dan pembedaan ras, agama, kepercayaan, dan pemisahan kelas sosial dimana kelompok mayoritas akan mendominasi kelompok minoritas.
Penembakan terjadi setelah Polisi Afrika Selatan gagal membubarkan kerumunan massa aksi. Karena kebrutalan polisi pada peristiwa itu, setidaknya 69 orang meninggal dunia, dan ratusan lainnya luka-luka.
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Afrika Selatan membenarkan adanya kesengajaan dalam penembakan brutal yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Setelahnya, peristiwa berdarah itu direspon oleh PBB.
Enam tahun berselang sejak tragedi pembunuhan masal tersebut, tepatnya pada 1966, negara-negara yang menjadi anggota Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Banga (MU PBB) mengesahkan sebuah resolusi tentang diskriminasi rasial.
Resolusi tersebut secara resmi menetapkan, bahwa hari dimana peristiwa berdarah Sharpeville terjadi, diperingati sebagai Hari Penghapusan Diskriminasi Rasial Sedunia, yakni 21 Maret.
Kendati demikian, baru pada 1979 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa memberikan pengumuman resmi yang meminta seluruh negara untuk memperingati Hari Penghapusan Diskriminasi Rasial Sedunia.
“Sejak itu pula, sistem apartheid di Afrika selatan dibongkar. Serta hukum dan praktis rasis telah dihapuskan di banyak negara,” ungkap PBB.
Meski sudah dihapuskan di banyak negara, praktik rasis terus saja bermunculan dalam berbagai bentuk. Oleh karenanya, penghapusan terus diupayakan, salah satunya melalui peringatan Hari Penghapusan Diskriminasi Rasial Sedunia.
“Semua wilayah, terlalu banyak individu, komunitas, dan masyarakat yang menderita karena ketidakadilan dan stigma yang dibawa oleh rasisme,” terang organisasi internasional tersebut.
Melalui tema kampanye tahun ini, semua pihak dapat berkontribusi untuk menyuarakan perlawanan terhadap tindak rasisme dengan pesan-pesan sederhana.
Seperti dilansir PBB, pesan sederhana ini dapat menjadi kendaraan yang kuat untuk mendorong orang di mana saja untuk memperkuat dan mengkonsolidasikan suara mereka melawan rasisme.
PBB juga meminta peringatan tersebut dilaksanakan selama satu minggu. Tentu peringatan yang berlangsung maraton ini untuk menekankan pentingnya penghapusan diskriminasi rasial.
Penulis: Auvry Abeyasa
Editor: Dipna Videlia Putsanra