tirto.id - Kementerian Sosial (Kemensos) ikut terlibat aktif dalam mendukung proses pemulangan sekaligus rehabilitasi 569 Pekerja Migran Indonesia (PMI) korban perdagangan orang di Myanmar.
Semua pekerja migran korban perdagangan orang tersebut kini sudah berhasil pulang ke Tanah Air. Kepulangan mereka berlangsung dalam dua gelombang pada pekan ini. Seusai proses pemulangan itu, Kemensos turut memastikan mereka mendapat pendampingan psikososial serta bantuan yang diperlukan.
Guna menjamin keselamatan dan kesejahteraan para korban usai pulang ke Indonesia, dilakukan kolaborasi lintas-sektor dengan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Kementerian Luar Negeri, Polri, serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).
Dalam kasus ini, menurut Direktur Rehabilitasi Sosial Korban Bencana dan Kedaruratan Kemensos, Rachmat Koesnadi, para korban semula mendapatkan iming-iming pekerjaan sebagai customer service di Thailand.
Namun, setelah berangkat, mereka justru dibawa ke wilayah perbatasan Myanmar yang dikuasai kelompok bersenjata. Di sana, mereka dipaksa bekerja dalam praktik penipuan daring (online scamming) di bawah ancaman kekerasan fisik dan psikologis.
Berkat operasi pembebasan kerja sama dengan pemerintah Thailand, Myanmar dan Tiongkok, mereka akhirnya berhasil dipulangkan ke Indonesia.
Rehabilitasi PMI Korban Perdagangan Orang
Setibanya di Bandara Soekarno-Hatta, para korban langsung dijemput oleh perwakilan berbagai kementerian dan lembaga, termasuk Kemensos.
Guna mendukung proses pemulihan, mereka diarahkan ke Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, untuk menjalani rehabilitasi sementara.
"Layanan [rehabilitasi sosial] yang optimal dari Kemensos. Misal, dari sisi asesmennya," ujar Rachmat Koesnadi di Gedung Kemensos, Jakarta, Kamis (20/3/2025).
"Pada hari ini karena sudah hari ketiga kurang lebih 400-an orang sudah siap untuk kembali," tambah dia.
Asesmen dari Kemensos itu bertujuan untuk mengetahui kondisi fisik, psikologis, dan sosial para korban. Banyak di antara mereka mengalami kekerasan yang dialami selama di Myanmar. Oleh karena itu, Kemensos menyediakan terapi psikososial, termasuk sesi konseling dan layanan terapi bagi mereka yang membutuhkan.
Untuk korban dengan trauma berat, Kemensos bekerja sama dengan rumah sakit memberikan perawatan lebih lanjut, termasuk pemeriksaan oleh psikiater dan tenaga medis.
Setelah mendapat layanan di Asrama Haji Pondok Gede, para korban akan dipulangkan ke daerah masing-masing. Mereka dijemput oleh pemerintah daerah masing-masing atau pulang secara mandiri.
Namun, bagi mereka yang belum bisa kembali ke keluarganya, Kemensos memfasilitasi perlindungan sementara di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Bambu Apus.
"Karena batasnya hari ini (di Asrama Haji), kalau ada kelompok rentan, ibu hamil, atau sakit berat, serta warga yang sangat miskin yang belum ada yang menjemput atau ditangani oleh pemerintah daerahnya, kami bawa ke RPTC," ujar Rachmat.
Sebagian besar korban berasal dari Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara. Guna memastikan keberlanjutan pemulihan mereka di daerah masing-masing, Kemensos mengerahkan sentra-sentra rehabilitasi sosial guna melakukan asesmen lanjutan dan memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Langkah ini bertujuan agar para PMI yang telah menjadi korban perdagangan orang bisa kembali mandiri dan tidak lagi mencari pekerjaan di luar negeri dengan risiko yang sama. Skema bantuan modal usaha yang diberikan pun disesuaikan dengan hasil asesmen.
"Apakah mereka [diberikan] latihan vokasional atau langsung kewirausahaan warungan, bertani, atau ternak," terang Rachmat.
Kemensos berkomitmen terus memberikan perlindungan dan rehabilitasi bagi korban perdagangan orang. Dengan pendekatan komprehensif, diharapkan para korban dapat pulih dari trauma dan membangun kehidupan yang lebih baik di tanah air.
Di sisi lain, Kemensos mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut serta dalam upaya pencegahan perdagangan orang. Peningkatan kesadaran dan edukasi menjadi kunci agar kasus serupa tidak kembali terulang di masa mendatang.
Menurut Rachmat, kasus ini adalah pengingat bahwa perdagangan orang masih menjadi ancaman serius bagi pekerja migran asal Indonesia. Modus para pelaku makin canggih, sehingga masyarakat diimbau untuk lebih waspada terhadap tawaran kerja di luar negeri dan jasa perjalanan luar negeri yang tidak jelas prosedurnya.
(INFO KINI)
Penulis: Tim Media Servis