tirto.id - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong minyak jelantah diolah menjadi bahan bakar pesawat. Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika menuturkan, minyak jelantah merupakan bahan mentah yang bernilai tambah, terutama untuk avtur pesawat terbang.
"Sekarang greenfuel di Indonesia baru dalam penjajakan untuk industri pesawat terbang," katanya dikutip dari Antara, Kamis (21/9/2023).
Putu menjelaskan, meski potensial untuk memenuhi kebutuhan pasar global yang tinggi, pasokan minyak jelantah masih menghadapi tantangan. Dia menuturkan, recovery rate atau tingkat pengumpulan minyak jelantah masih rendah yakni hanya sekitar 8 persen.
Padahal penggunaan minyak goreng di tingkat rumah tangga sangat tinggi. Putu berharap Sistem Informasi Minyak Jelantah (Simijel) akan dapat mendorong recovery rate sehingga pasokan minyak jelantah bisa diolah dengan lebih masif di dalam negeri.
"Maka, untuk masyarakat (rumah tangga) masih coba kita dorong karena dia dibuang percuma dan tidak bersahabat dengan lingkungan," katanya.
Kemudian, dia juga menuturkan minyak jelantah sebagai bagian dari industri oleokimia punya potensi besar sebagai biomaterial untuk menggantikan minyak-minyak yang tidak terbarukan.
"Jadi misalnya petroleoum itu jadi fuel dan jadi semua produk dari tekstil, plastik dan lainnya, nah ke depan kita juga akan bisa gunakan minyak jelantah jadi biomaterial yang menggantikan minyak bumi," ujarnya.
Di sisi lain, ada pula beberapa pemprosesan sedang didorong untuk menjadi greenfuel atau bahan bakar yang sifatnya persis sama dengan petroleoum. Tetapi dia menjelaskan jauh lebih bagus karena tidak ada kontaminan seperti sulfur, atau logam berat lainnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Exportir Minyak Jelantah Indonesia (AEMJI) Setiady Goenawan mengatakan Simijel yang dikembangkannya diharapkan bisa mendongkrak recovery rate dari saat ini 8 persen menjadi 20 persen pada akhir 2024 nanti.
"Ini fungsinya juga untuk meningkatkan daya tarik Indonesia untuk investasi SAF, yang bahan utamanya itu basically dari waste tapi yang paling utama mereka cari adalah used cooking oil," kata Setiady.
"Makanya perlu ditingkatkan recovery rate minyak jelantah investasi SAF bisa lebih menarik," tambahnya.
Editor: Intan Umbari Prihatin