tirto.id - Kementerian Kesehatan RI melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor: HK.02.02/C/3628/2023 tentang Penanggulangan Dampak Polusi Udara bagi Kesehatan.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Siti Nadia Tarmizi mengatakan surat edaran ini ditujukan kepada dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota, direktur rumah sakit, kantor Kesehatan Pelabuhan, Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP), dan puskesmas.
“Melalui SE, Kementerian kesehatan mendorong pemerintah daerah untuk melibatkan peran aktif masyarakat dalam upaya penanggulangan terjadinya gangguan dan penyakit pernapasan,” kata Nadia dalam keterangan yang dikutip pada Kamis (31/8/2023).
Nadia menegaskan polusi udara merupakan isu yang bersifat lintas batas (transboundary) yang berarti tidak mengenal batasan waktu, lokasi, dan generasi. Penanganan polusi udara membutuhkan koordinasi antar pemangku kepentingan baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, termasuk masyarakat.
Kemenkes akan mengedukasi masyarakat melalui kampanye di berbagai media terkait dampak polusi udara terhadap kesehatan berupa penyakit yang bersifat akut (jangka pendek) hingga kronis (jangka Panjang).
Penyakit akut seperti iritasi mukosa, iritasi saluran pernapasan, peningkatan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), peningkatan serangan asma dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), peningkatan serangan jantung, hingga risiko keracunan gas toksik.
Sedangkan penyakit kronis meliputi hiperaktivitas bronkus, reaksi alergi, reaksi asma, risiko PPOK, risiko penyakit jantung dan pembuluh darah, risiko kanker, risiko stunting.
Selain itu, Kemenkes mendorong masyarakat untuk memantau kualitas udara secara realtime yang bersumber resmi dari pihak yang berwenang.
“Mendorong kepada pemerintah daerah untuk mengimplementasikan Strategi Peningkatan Kualitas Udara dan Pengelolaan Dampak Kesehatan, mulai dari menerapkan protokol kesehatan 6M+1S, membuat sistem peringatan dini kepada masyarakat saat polusi udara tinggi,” ujar Nadia.
Kemenkes juga akan meningkatkan upaya surveilans, identifikasi, dan intervensi dini serta Health Risk Assessment, serta penanganan kasus komprehensif di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes).
Kemenkes meminta fasyankes tingkat pertama dan tingkat lanjutan serta bekerja sama dengan stakeholder terkait lainnya dalam penanganan keluhan/gangguan kesehatan masyarakat akibat polusi udara.
“Mendorong peningkatan peran serta masyarakat dalam menanggulangi dampak kesehatan yang diakibatkan polusi udara melalui penerapan Protokol Kesehatan 6M + 1S, khususnya terhadap populasi rentan seperti anak, ibu hamil, orang dengan komorbid (penyakit penyerta), dan lanjut usia,” kata Nadia.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Gilang Ramadhan