Menuju konten utama

10 Kelebihan dan Kekurangan Biofuel sebagai Bahan Bakar

Biofuel sering diklaim sebagai energi alternatif. Namun, ada aspek negatif biofuel yang perlu diperhatikan. Berikut 10 kelebihan dan kekurangan biofuel.

10 Kelebihan dan Kekurangan Biofuel sebagai Bahan Bakar
Seorang pelanggan mengambil nozzle untuk biodiesel di sebuah pompa bensin di Metzingen, Jerman barat daya, Kamis, 27 Maret 2008. AP/Thomas Kienzle

tirto.id - Biofuel merupakan bahan bakar yang dibuat dari berbagai komponen nabati atau bahan yang disebut sebagai biomassa. Di antara bahan biologis atau biomassa yang bisa diolah menjadi biofuel seperti tumbuhan, limbah organik, hingga alga. Adapun biodiesel, biogas, biometanol, bioetanol, serta bioavtur merupakan contoh biofuel yang sudah populer.

Ada berbagai kelebihan penerapan bifouel jadi bahan bakar, termasuk pasokan yang lebih banyak dan stabil dibandingkan energi fosil. Namun, ada juga sejumlah kelemahan biofuel sebagai sumber energi alternatif, terutama dari segi proses produksinya.

Biofuel terbuat dari senyawa dalam biomassa (terutama tanaman) yang diproses dengan metode fiksasi karbon kontemporer. Proses ini mirip mekanisme fotosintesis di mikroalga dan tumbuhan.

Hanya saja, produksi biofuel dalam skala besar akan membutuhkan biomassa berjumlah banyak pula. Ini menjadi salah satu titik kelemahan biofuel sebagai bahan bakar karena produksinya berpotensi membawa dampak negatif ke lingkungan.

Apa saja kelebihan dan kekurangan biofuel sebagai bahan bakar alternatif? Simak uraian selengkapnya berikut!

Kelebihan dan Keuntungan Penggunaan Biofuel

Salah satu keunggulan biofuel sebagai bahan bakar ialah ketersediannya yang melimpah sehingga ia bisa menjadi energi terbarukan. Sebagai sumber energi alternatif, biofuel pun menghasilkan emisi lebih rendah daripada bahan bakar fosil.

Berikut penjelasan lebih mendetail tentang kelebihan biofuel sebagai bahan bakar:

1. Biaya produksi lebih murah

Kelebihan biofuel yang pertama yakni anggaran produksinya lebih rendah daripada bahan bakar fosil. Karena biofuel dapat dibuat dari biomassa, termasuk limbah pertanian, biaya produksinya relatif murah.

Berbeda dari proses produksi bahan bakar fosil yang membutuhkan penggalian tambang, seperti minyak bumi, biomassa untuk biofuel bisa dibudidayakan. Limbah tanaman juga dapat diubah menjadi biofuel, seperti sisa tandan kelapa sawit.

2. Lebih ramah lingkungan

Tidak hanya biaya produksi murah yang menjadi keuntungan biofuel sebagai bahan bakar. Kelebihan biofuel lainnya adalah lebih ramah lingkungan.

Produksi biofuel bersifat netral karbon atau bahkan negatif karbon, meskipun tergantung pada bahan biomassa yang digunakan, cara menanam dan memanennya, hingga metode pengolahannya. Pembuatan biofuel pun membutuhkan lebih sedikit bahan bakar fosil jika dibandingkan dengan penyulingan minyak menjadi bensin atau solar.

Kelebihan biofuel ini menjadikannya sumber energi yang lebih ramah lingkungan. Seturut data riset lembaga pemerintah Jerman, The Federal Office for Agriculture and Food (BLE), penggunaan biofuel dapat mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 84%.

Data BLE itu berarti saat menjadi pengganti bahan bakar fosil, biofuel dapat menurunkan volume emisi gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer. Angka ini berasal dari catatan konsumsi 3,5 ton biofuel di sektor industri Jerman pada tahun 2018 yang mencegah emisi 9,2 juta ton CO2. Artinya, rerata ada pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 83,8%.

3. Dapat diperbarui secara cepat

Keuntungan biofuel berikutnya adalah proses pembuatan ulangnya yang cenderung cepat.

Dinukil dari green.org, biofuel selalu dapat diproduksi sepanjang terdapat bahan organik yang menjadi sumbernya. Ini menjadikan biofuel sebagai sumber energi terbarukan yang efektif.

Laman web Unites States Enviromental Protection Agency (EPA) menerangkan, generasi pertama biofuel terbuat dari bahan tanaman gula (tebu), tanaman pati (jagung, sorgum), tanaman biji minyak (kedelai dan kanola), serta lemak hewani.

Di antara bahan-bahan itu, tanaman gula dan pati sejak lama digunakan untuk membuat bioalkohol, seperti etanol, butanol, dan propanol. Adapun tanaman biji minyak dan lemak hewani dapat diolah menjadi biodiesel.

Sementara itu, biofuel generasi kedua yang disebut bahan bakar nabati selulosa, terbuat dari selulosa di tanaman non-pangan dan limbah biomassa seperti tongkol jagung, jerami, kayu, dan produk sampingan kayu.

Kemudian, biofuel generasi ketiga dibuat dari alga. Produksi bahan bakar nabati selulosa komersial di Amerika Serikat dimulai pada 2013, sementara biofuel dari alga diproduksi di Eropa sejak 2014 lalu..

Mayoritas jenis bahan biofuel merupakan tanaman yang dapat dibudidayakan sehingga ketersediannya pun mudah diperbarui. Contoh bahan biofuel adalah:

  • Jagung, tebu, singkong, sorgum, limbah pertanian (biofuel jenis ethanol)
  • Minyak sawit, kedelai, canola, minyak bunga matahari (biofuel jenis biodiesel)
  • Mikroalga dan macroalga (biofuel jenis biodiesel)
  • Limbah kayu, jerami, sekam padi, batang jagung (Bioetanol Selulosa)
  • Minyak sawit, minyak biji jarak, minyal algae (Bioavtur atau Biofuel untuk pesawat)

4. Pasokannya melimpah

Kelebihan dari penerapan biofuel sebagai bahan bakar yakni komoditasnya lebih banyak dibandingkan BBM konvensional yang dipakai masyarakat sekarang. Selain berguna untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, jumlah ini bisa menutup kebutuhan manusia secara sempurna.

5. Membantu ekonomi negara

Permintaan energi global selalu meningkat. Cadangan minyak dan gas yang ada saat ini makin terbatas sehingga biaya pengadaan BBM konvensional makin mahal.

Di sisi lain, bahan bakar biomassa bisa dibuat dari berbagai macam bahan. Banyak bahan baku biofuel bisa berasal dari limbah yang murah, terutama jika diproduksi dalam jumlah besar. Maka itu, penggunaan biofuel pun berpotensi menghemat anggaran negara.

Di Amerika Serikat, salah satu kelebihan penggunaan biodiesel bisa meningkatkan produk domestik bruto (PDB) negara paman sam hingga 4,28 miliar dolar AS.

Kelemahan dan Kerugian Penggunaan Biofuel

Meski memiliki banyak keunggulan, terutama karena lebih murah dan ramah lingkungan, terdapat sejumlah kekurangan biofuel yang menyebabkan penggunaannya secara massal menjadi polemik. Berikut sejumlah kelemahan biofuel sebagai bahan bakar:

1. Berpotensi memicu emisi karbon tinggi

Penggunaan biofuel memang menghasilkan jejak karbon lebih kecil dibandingkan bahan bakar fosil. Namun, produksi tanaman untuk bahan produksi biofuel secara massal membutuhkan sumber daya lahan dan air dalam jumlah besar.

Pembukaan lahan untuk penanaman bahan biofuel berisiko mendorong deforestasi yang mempersempit lahan hutan. Di sisi lain, aktivitas pertanian juga dapat menyumbangkan emisi karbon dalam jumlah besar.

Sejumlah studi telah membuktikan bahwa perubahan penggunaan lahan untuk keperluan pertanian dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca. Ini terjadi karena pembukaan lahan akan melepaskan cadangan karbon terestrial ke atmosfer bumi.

Sebagai contoh, laporan studi dari Joseph Fargione dkk bertajuk "Land Clearing and the Biofuel Carbon Debt" dalam Jurnal Science (2008) menunjukkan penanaman kedelai di Amazon dan kelapa sawit di Asia Tenggara untuk menjadi bahan biofuel menghasilkan emisi gas rumah kaca sangat tinggi.

Studi itu memperkirakan pelepasan CO2 ke atmosfer akibat aktivitas pertanian itu bahkan mencapai 17-420 kali lebih banyak daripada pengurangan gas rumah kaca yang diperoleh dari pengantian bahan bakar fosil dengan biofuel.

2. Berisiko menyebabkan krisis pangan

Bahan baku biofuel mencakup sejumlah jenis tanaman pangan untuk konsumsi manusia dan pakan ternak. Mengalihkan fungsi tanaman-tanaman itu menjadi bahan biofuel dapat menggerus cadangan pangan. Dampak ikutannya dapat berupa kenaikan harga pangan atau perluasan aktivitas pertanian yang menyumbang emisi karbon dalam jumlah besar.

Sebagai misal, sebuah studi pada 2013 menyodorkan proyeksi kenaikan harga jagung antara 5-53 persen yang diakibatkan oleh penggunaan tanaman serelia berpati itu untuk bahan produksi massal biofuel. Proyeksi ini tertuang dalam laporan riset "The impact of biofuel growth on agriculture: Why is the range of estimates so wide?" dalam Jurnal Food Policy (2013).

Pemanfaatan lahan untuk budidaya tanaman untuk bahan biofuel dalam skala besar juga berisiko menyerap sumber daya air dan tanah yang mengurangi produktivitas pertanian pangan. Selain itu, ada risiko pertanian monokultur akan dominan dan bisa mengganggu ekosistem. Belum lagi, muncul potensi pencemaran air dan tanah yang lebih besar akibat penggunaan pupuk kimia ataupun pestisida dalam produksi tanaman biofuel.

Fakta-fakta tersebut mengundang kekhawatiran dari dampak sistemik yang buruk dari produksi massal biofuel untuk menggantikan bahan bakar fosil. Dunia bisa mengalami kekurangan pangan yang siginifikan jika produksi biofuel meluas secara global.

Penggunaan limbah biomassa sebagai bahan biofuel mungkin lebih layak diterapkan. Hal ini akan mencegah berbagai risiko negatif dari budidaya tanaman biofuel secara massal.

3. Teknologi produksi belum mumpuni

Teknologi untuk membuat energi alternatif biofuel masih memerlukan pengembangan di berbagai bagian. Masih perlu ada pengembangan teknologi lagi yang membuat produksi biofuel bisa benar-benar bebas emisi, minim risiko dampak lingkungan, dan efisien dalam menghasilkan bahan bakar yang kompatibel dengan kebutuhan mesin.

4. Memicu eksploitasi lahan berlebihan

Produksi tanaman untuk bahan biofuel dapat menyerap air dan sumber daya tanah secara berlebihan. Air adalah sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Kelangkaan air dapat memicu krisis meluas yang memengaruhi kehidupan banyak orang. Karena itu, produksi tanaman penghasil biofuel perlu dipertimbangkan secara cermat untuk mencegah risiko yang jauh lebih besar kerugiannya dibandingkan keuntungan biofuel.

5. Biaya produksi dan transisi energi besar

Produksi biofuel secara massal untuk pengganti bahan bakar fosil memerlukan biaya besar. Selain buat penyediaan bahan yang mungkin perlu penanaman tanaman tertentu dalam skala besar, banyak biaya juga dibutuhkan untuk bikin instalasi produksi biofuel. Belum lagi, ada kebutuhan pengembangan teknologi produksi biofuel yang tak murah.

Di sisi lain, proses transisi dari BBM konvensional ke penggunaan biofuel berisiko mahal. Biofuel bukan bahan bakar berbasis minyak bumi, sementara mayoritas mesin terutama di sektor trasportasi dirancang untuk bergerak dengan energi dari pembakaran BBM konvensional. Ini artinya, peralihan ke penggunaan biofuel memerlukan proses transisi rancang bangun mesin dalam skala luas, yang tentunya tidak murah.

Konversi dari satu bahan bakar ke bahan bakar lainnya, di beberapa kasus, memerlukan berbagai injektor, gasket dan saluran bahan bakar baru. Etanol berbahan dasar jagung, misalnya, memiliki kepadatan yang lebih tinggi daripada bensin. Injektor bahan bakar harus lebih besar pada mesin yang hanya menggunakan etanol untuk menyamai aliran bahan bakar mesin bensin yang sebanding. Selain itu, bahan bakar berbasis alkohol seperti etanol dapat menimbulkan korosi atau merusak beberapa komponen logam maupun karet yang digunakan pada mesin bertenaga bensin.

Maka itu, transisi menuju penggunaan biofuel perlu dilakukan secara bertahap disertai perencanaan yang matang. Besarnya biaya juga mesti menjadi faktor yang diperhatikan.

Contoh Biofuel dalam Kehidupan Sehari-hari

Contoh penggunaan energi biofuel sudah banyak di dunia, termasuk juga Indonesia. Salah satu contoh penerapan energi biofuel di Indonesia adalah program biodiesel 35% (B35) yang selama ini sudah berlangsung. Pemerintah RI pun menargetkan program biodiesel B40, yakni penggunaan campuran solar dengan 40% bahan bakar nabati (BBN) berbasis minyak sawit, dapat terlaksana pada 2025.

Di sisi lain, ada sejumlah bahan bakar biofuel yang sudah sering digunakan. Berikut ini contoh biofuel dalam kehidupan sehari-hari:

1. Biodiesel

Kelebihan dari penerapan biofuel berjenis biodiesel adalah bisa menggantikan bahan bakar solar. Contohnya ada produk B35 dari campuran 35 persen biodiesel dan 75 persen solar, B20 campuran 20 persen biodiesel dan 80 persen solar, serta masih banyak lagi.

2. Bioetanol

Bioetanol termasuk jenis biofuel yang terbilang paling umum digunakan dalam bahan bakar kendaraan. Contoh penerapannya bisa dilihat dari produk E85 yang mencampur 85 persen etanol dan 15 persen bensin, kemudian E10 (10 persen etanol dan 90 persen bensin).

3. Bioavtur

Perlu diketahui bahwa avtur merupakan bahan bakar untuk menjalankan mesin pesawat terbang. Bioavtur adalah olahan minyak sawit dan jelantah untuk membuat bahan bakar pesawat.

4. Biogas

Berbeda dari tiga contoh penerapan di atas, biogas lebih banyak mengandung metana dan karbon dioksida. Dalam kehidupan sehari-hari kerap dipakai untuk memanaskan sesuatu, memasak, atau pembangkit listrik.

5. Bioetanol

Bioetanol adalah etanol yang secara khusus dibuat dari fermentasi gula, dibantu oleh mikroorganisme tertentu. Selain bisa dipakai sebagai bahan bakar campuran bensin, diklaim pula berfungsi mengurangi emisi.

Baca juga artikel terkait BAHAN BAKAR atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Addi M Idhom