Menuju konten utama

Apakah Biosolar B30 Mendukung Prinsip Kimia Hijau?

Apakah Biosolar B30 mendukung prinsip kimia hijau? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini.

Apakah Biosolar B30 Mendukung Prinsip Kimia Hijau?
Ilustrasi go green. FOTO/istockphhoto

tirto.id - Biosolar B30 merupakan suatu jenis bahan bakar yang dibuat dari campuran solar dan biodiesel, dengan perbandingan 70:30. Ini menjadi inoviasi tersendiri dalam penciptaan bahan bakar untuk kebutuhan manusia.

Penggalakan Biosolar B30 berjalan mulai Januari 2020 lalu. Ha ini sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 12 tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri ESDM nomor 32 tahun 2008.

Sebanyak 30 persen dari komposisi Biosolar B30 merupakan bahan bakar yang berasal dari sumber nabati atau organik. Sebut saja minyak kelapa sawit, jarak, dan ragam bahan organik lainnya.

Program Biosolar B30 diperkenalkan sebagai alternatif yang relatif lebih ramah lingkungan. Penggunaan biosolar B30 dapat menjadi tahapan untuk melepas ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Apakah Biosolar Mendukung Prinsip Kimia Hijau?

Apakah Biosolar mendukung prinsip kimia hijau merupakan pertanyaan yang memungkinkan untuk terlontar. Hal ini karena bahan Biosolar B30 berasal dari sumber-sumber organik.

Kimia hijau sendiri adalah metode dalam pengurangan pemakaian bahan kimia berbahaya. Namun, penerapan langkah ini masih memungkinkan industri untuk memproduksi barang atau jasa secara efektif dan efisien.

Kimia hijau memang didengungkan sebagai respon atas dampak dari aktivitas di bidang industri, kesehatan, dan pertanian yang menimbulkan polusi lingkungan. Munculnya dampak itu berkaitan dengan penggunaan bahan-bahan kimia.

Agar setiap aktivitas di bidang industri dan sektor-sektor lain sejalan dengan konsep kimia hijau, terdapat prinsip-prinsip yang perlu dipatuhi. Setidaknya, ada 12 prinsip kimia hijau. Salah satu contoh prinsip kimia hijau adalah mencegah limbah.

Hal utama dari prinsip ini adalah meminimalisir terbentuknya limbah, alih-alih menanggulangi atau membersihkannya. Prinsip kimia hijau lainnya adalah mendesain efisiensi energi.

Prinsip ini akan mengarahkan pada pemilihan jalan reaksi kimia yang paling kecil energinya. Misalnya, dengan menghindari pemanasan dan pendinginan atau tekanan dan kondisi vakum.

Penerapan prinsip kimia hijau memang tidak sepenuhnya sempurna. Namun, penerapan prinsip-prinsip tersebut diharapkan mampu meminimalkan efek negatif dari reaksi kimia akibat aktivitas industri. Tentu, hal ini tidak menutup potensi adanya harapan serupa dalam penerapan prinsip kimia hijau di rumah.

Mempertimbangkan uraian di atas, Biosolar B30 termasuk salah satu cara dalam mendukung prinsip kimia hijau. Sebab, emisi gas buang dari penggunaan Biosolar B30 relatif lebih rendah, sehingga bisa menimalisir polusi udara.

Bagaimana Biosolar B30 Dibuat?

Biosolar B30 yang berpegang pada prinsip kimia hijau memang menjadi sarana untuk mengikis ketergantungan pada bahan bakar fosil. Sifat organik ditemukan dalam biosolar B30. Lantas, bagaimana Biosolar B30 dibuat?

Dikutip dari laman Pertamina, berikut ini adalah cara membuat Biosolar B30:

1. Direct use dan blending

Penggunaan minyak nabati pada mesin diesel secara langsung dapat menimbulkan masalah dan menyebabkan kegagalan bawaan. Minyak nabati memang memiliki kemiripan sifat dengan bahan bakar biosolar, namun hal ini masih memerlukan beberapa modifikasi.

Minyak nabati murni memang bisa digunakan secara langsung pada beberapa mesin diesel. Namun, hal ini tidak berlaku pada mesin injeksi langsung turbocharged, seperti truk. Konsumsi energi mesin untuk minyak nabati murni diketahui juga mirip dengan konsumsi energi menggunakan biosolar.

2. Micro-Emulsion

Definisi dari proses micro-emulsion adalah sebagai dispersi keseimbangan koloid dari mikrostruktur cairan isotropik optik dengan dimensi umumnya dengan rentang 1-150 nm. Kemudian, hal itu terbentuk secara spontan dari cairan yang biasanya tidak dapat bercampur dan satu atau lebih ionik atau non ionik.

Komponen biodiesel berikutnya lantas diolah melalui proses micro-emulsion, termasuk bahan bakar diesel, minyak nabati, alkohol, dan surfaktan, serta penambah setana dalam proporsi yang sesuai. Proses ini dapat membantu mengurangi viskositas dan di sisi lain mampu meningkatkan angka setana biodiesel.

Akan tetapi, penggunaan bahan bakar diesel hasil micro-emulsion secara terus-menerus dapat menyebabkan masalah. Mulai dari jarum injektor yang menempel, pembentukan endapan karbon, dan pembakaran yang tidak selesai.

3. Thermal Cracking (Pirolisis)

Thermal cracking atau Pirolisis didefinisikan sebagai proses yang mengkonversi satu zat ke dalam bentuk lainnya menggunakan energi panas atau pemanasan lewat bantuan katalisator. Pirolisis melibatkan proses pemanasan dalam kondisi anaerob (tidak ada oksigen) dan pemutusan ikatan kimia untuk menghasilkan molekul yang lebih kecil. Kimia pirolitik sangat susah dilakukan untuk mengkarakterisasi karena jalur reaksi yang bervariasi dan produk reaksi yang bervariasi yang mungkin diperoleh dari reaksi yang terjadi.

Bahan-bahan yang bisa dipirolisis dapat berupa minyak nabati, lemak hewani, asamlemak alami, dan asam lemak metil ester (FAME).Dalam proses memproduksi biosolar, cara paling umum adalah transesterifikasi.Transesterifikasi mengacu pada reaksi kimiawi katalis yang melibatkan minyak nabati danalkohol untuk menghasilkan asam lemak alkil ester (biodiesel) dan gliserol. Reaksi ini membutuhkan sebuah basa kuat sebagai katalis, seperti natrium dan kalium hidroksida atau natrium metilasi dan/atau proses transesterifikasi berbasis asam sulfat.

Manfaat Biosolar B30

Penggunaan Biosolar B30 memiliki sejumlah manfaat. Manfaat tersebut mencakup sejumlah hal, mulai dari mengurangi kebutuhan bahan baku minyak, meningkatkan performa mesin, hingga menjaga ketahanan sumber daya energi. Berikut adalah manfaat Biosolar B30:

1. Mengurangi Kebutuhan Bahan Baku Minyak

Manfaat Biosolar B30 yang pertama adalah mengurangi kebutuhan bahan baku minyak. Selama ini, produksi minyak di Indonesia melalui Pertamina masih mengandalkan impor. Mengingat B30 menggunakan 70 persen oli, penghematan yang dilakukan bisa mencapai 30 persen. Permintaan minyak yang turun bisa mengurangi nilai impor yang dilakukan Indonesia.

2. Meningkatkan Performa Mesin

Manfaat Biosolar B30 berikutnya adalah meningkatkan performa mesin. Sifat detergency FAME relatif mampu membersihkan mesin kendaraan maupun mesin industri. Dengan begitu, penggunaan Biosolar B30 disinyalir dapat meminimalisir adanya kerusakan mesin yang diakibatkan oleh bahan bakar, serta mengurangi pembuangan emisi karbon dari kendaraan.

3. Menjaga Ketahanan dan Kemandirian Sumber Daya Energi

Penggunaan Biosolar B30 diketahui juga bisa menjaga ketahanan dan kemandirian sumber daya energi di Indonesia. Pasalnya, produksi Biosolar B30 dari minyak sawit berpotensi meningkatkan ekonomi industri ini di Indonesia. Poin ini menjadi manfaat dairi penggunaan Biosolar B30 yang terakhir.

Baca juga artikel terkait BAHAN BAKAR atau tulisan lainnya dari Ahmad Yasin

Kontributor: Ahmad Yasin
Penulis: Ahmad Yasin
Editor: Addi M Idhom