tirto.id - Pemadaman listrik total atau blackout di sejumlah wilayah Sumatra yang terjadi sejak Selasa (4/6/2024) hingga Rabu (5/6/2024) belum diketahui pasti penyebab utamanya. Akibatnya sebanyak 1,5 juta pelanggan PLN di pulau yang notabene sebagai lumbung energi itu, terdampak pemadaman listrik.
Pemadaman itu dimulai karena adanya gangguan pada jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 275 kV Linggau-Lahat yang terjadi pada Selasa (4/6/2024). Sistem transmisi tersebut merupakan jaringan interkoneksi yang terhubung dengan sejumlah wilayah di Sumatra sehingga Sumatra Barat juga turut dirasakan dampaknya.
Executive Vice President Komunikasi Korporat dan TJSL PLN, Gregorius Adi Trianto, mengatakan dari hasil penelusuran pada jalur transmisi Sumatra bagian selatan yang mengalami gangguan sepanjang 621 kilometer sirkuit (kms) dengan 898 tower, ditemukan indikasi gangguan. Ini disebabkan oleh kerusakan penangkal petir (lightning arrester) di Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) Bangko di Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.
Kondisi itu kemudian mengakibatkan terputusnya aliran listrik pada jalur transmisi 275 kiloVolt (kV) dari GITET Muara Bungo Jambi hingga GITET Gumawang Lampung. Di mana jalur transmisi tersebut menjadi backbone kelistrikan Sumatra bagian selatan.
“Penyebab kerusakan peralatan ini diduga disebabkan oleh meningkatnya intensitas sambaran petir dalam dua bulan terakhir di sekitar lokasi GITET. Intensitas yang tinggi membuat penangkal petir mengalami penurunan fungsi dan membuat sistem proteksi GITET bekerja memutus aliran listrik dan pembangkit yang ada turut padam,” ujar Gregorius dalam keteranganya, Jumat (7/6/2024).
Pemulihan dilakukan secara bertahap karena sebagian besar pembangkit listrik yang berada di Sumatra bagian selatan adalah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Pembangkit tersebut membutuhkan waktu yang lama untuk startup dan kembali memasok listrik ke sistem Sumatra bagian selatan.
Setelah berjibaku memulihkan kondisi sistem kelistrikan Sumatra bagian selatan yang sempat mengalami gangguan, PLN akhirnya berhasil menormalkan kembali 100 persen pada Kamis (6/6) pukul 01.16 WIB. “Kami menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang dialami pelanggan,” ujar dia.
Kejadian blackout di Pulau Sumatera tentu saja menambah daftar panjang peristiwa pemadaman listrik total sebelumnya pada 2019. Pemadaman listrik saat itu pernah dirasakan di Jakarta, Banten, dan Jawa Barat secara bersamaan. Kejadian itu merupakan terparah sejak 1991.
Penyebab blackout pada 2019 lalu, akibat gangguan transmisi SUTET 500 kV Ungaran dan Pemalang. SUTET Ungaran-Pemalang mengaliri listrik dari pembangkit dari timur Jawa. Selain dari timur Jawa, pasokan listrik di Jawa bagian Barat berasal dari pembangkit Suralaya, Cilegon, dan Muara Karang.
Gangguan transmisi terjadi karena kelebihan beban listrik khususnya di Jakarta, Bekasi, dan Banten. Logikanya sama seperti listrik 'jetrek' di rumah.
Gangguan pada SUTET di dua tempat itu menyebabkan transfer listrik dari timur ke barat Pulau Jawa mengalami kegagalan. Kegagalan ini pada akhirnya menyebabkan gangguan di seluruh pembangkit di sisi tengah dan barat Pulau Jawa.
“Seharusnya pemadaman yang terjadi di Jakarta beberapa tahun lalu adalah evaluasi bagi PLN agar tidak terulang lagi. Tapi kenapa di Sumatera pemadaman terus terjadi berhari-hari seperti ini?” ujar Wakil Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno, kepada Tirto, Jumat (7/6/2024).
Eddy yang juga Sekjen PAN ini menilai, manajemen PLN seharusnya mempunyai manajemen risiko yang taktis ketika menghadapi masalah dengan gardu atau pembangkit listriknya. PLN juga tidak bisa lagi menyalahkan faktor alam atau faktor orang lain seperti kejadian di 2019 lalu.
“Perusahaan profesional seharusnya mengambil langkah taktis dengan segera. Tidak berlarut-larut sampai saat ini dan merugikan masyarakat,” kata Eddy.
Dampak Kerugian dari Blackout
Selain merugikan masyarakat, blackout berdampak pada semua sektor pemerintahan, termasuk rumah sakit, pendidikan, UMKM, manufaktur, ritel, perkantoran, dan terutama sektor telekomunikasi yang sangat bergantung pada energi listrik.
Kerugian terjadi pada berbagai sektor ini, mengganggu operasional dan menyebabkan kerugian finansial yang cukup signifikan biarpun terjadi dalam kurang dari 24 jam.
Ketua DPP Apindo Riau, Wijatmoko Rah Trisno, mengatakan pihaknya saat ini sedang melakukan pendataan kerugian yang dialami oleh perusahaan. Mengingat biaya listrik merupakan komponen cukup besar dikeluarkan pengusaha dalam proses produksi barang dan jasa.
“Kami sangat menyayangkan kondisi padam listrik ini terjadi," ujar dia dalam keterangan persnya, Jumat kemarin.
Menurut dia, PLN seharusnya sudah mengantisipasi kondisi seperti ini terjadi, dan melakukan mitigasi atas kejadian tersebut, sehingga pelanggan tidak dirugikan.
Dia mencontohkan pengusaha kalangan menengah terasa sangat berat untuk menyalakan genset guna melanjutkan operasional di tengah listrik yang padam. Seperti bisnis perhotelan dan penginapan kelas menengah misalnya, harus membayar biasa genset selama arus listrik belum normal.
“Padahal penginapan kelas menengah ini kerap kesulitan keuangan apalagi yang rate okupansinya rendah,” ujar dia.
Meski belum diketahui berapa nilai kerugian ditaksir akibat blackout, namun yang pasti nilainya tidak sedikit. Karena berkaca pada 2019 ketika terjadi blackout di Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, kerugian toko ritel khusus di Jabodetabek saja saat itu mencapai ratusan miliar.
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) sebelumnya telah menghitung insiden pemadaman listrik massal atau blackout yang terjadi di wilayah Jabodetabek dan sebagian Jawa menimbulkan adanya kerugian material lebih dari Rp200 miliar. Analisis kerugian tersebut dilakukan pada 82 pusat perbelanjaan dan 2.500 lebih toko ritel modern swa kelola yang ada di kawasan Jakarta.
“Memang kerugian ekonominya itu berbeda tergantung pada size ekonominya. Tentunya kalau di Jawa kerugiannya lebih besar. Kenapa? Karena size ekonomi Jawa lebih besar dibandingkan di Sumatera. Tapi kita tidak boleh diskriminasi,” ujar Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, saat merespons kerugian blackout kepada Tirto, Jumat malam.
Perlu Audit Investigasi
Terlepas dari dampak tersebut, Eddy Soeparno justru mendesak PLN untuk melakukan audit investigasi penyebab pemadaman ini dan memberikan sanksi pada mereka yang melakukan kelalaian dan menyebabkan pemadaman berlarut. Ia berharap PLN dapat secara transparan dan proaktif memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang permasalahan yang terjadi dan upaya penanggulangan yang dilaksanakan.
“Harus ada investigasi dan perbaikan manajemen PLN. Kenapa gangguan listrik tidak bisa ditangani sampai berlarut-larut seperti ini,” ujar Eddy.
Sejalan dengan Eddy, Fabby Tumiwa juga mendukung dilakukannya investigasi terhadap penyebab blackout di Pulau Sumatra. Menurut dia, investigasi ini menjadi penting untuk mengetahui apa sebenarnya terjadi di lapangan.
“Investigasi ini penting. Karena investigasi itu bisa membantu. Untuk mencegah kejadian yang sama terjadi,” ujar dia saat dihubungi Tirto.
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengaku sudah meminta Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM untuk segera mengirimkan surat kepada PT PLN (Persero). Isi surat tersebut meminta PLN untuk melakukan investigasi secara menyeluruh terkait penyebab mati listrik agar tak terulang kembali.
“Kami sudah menyampaikan Ditjen Gatrik bikin surat kepada PLN," ucap Arifin dalam acara Media Briefing di Kantor Ditjen Migas, Jakarta, Jumat (7/6/2024).
Arifin mengaku tidak mengetahui penyebab listrik padam serentak di Pulau Sumatra. Dia juga belum memperoleh laporan dari PLN terkait kejadian yang membuat beberapa wilayah mengalami mati listrik dalam jangka waktu lama. Maka dari itu, pihaknya menyurati PLN untuk segera dilakukan investigasi.
“Penyebab gangguan belum (diketahui), belum masuk laporan (dari PLN)," ujar dia.
Di luar itu, PLN sendiri berkomitmen untuk memperkuat sistem kelistrikan dan telah merencanakan pembangunan jaringan transmisi 500 kV baru di pulau Sumatra. Rencana tersebut telah dimasukkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2024-2033 yang saat ini sedang dibahas bersama pemerintah.
“Kami akan bangun transmisi 500 kV dari Aceh sampai Lampung yang akan menjadi backbone kelistrikan di Sumatra. Kami juga akan menyambungkan transmisi tersebut dengan kelistrikan di Pulau Jawa sehingga listriknya jauh lebih andal,” kata Gregorius Adi Trianto.
Tidak hanya meningkatkan keandalan, jaringan transmisi tersebut juga akan meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan yang potensinya banyak terdapat di Pulau Sumatra.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz