tirto.id - Jakarta, Jawa Barat, dan Banten gelap gulita hingga berjam-jam, pada Ahad (4/8/2019) kemarin. Bahkan, pemadaman listrik juga berlanjut pada Senin (5//8/2019) untuk beberapa wilayah.
Pemadaman listrik total atau blackout ini merugikan semua orang, mulai terjebak di MRT saat sedang di bawah tanah, terlambat naik kereta jarak jauh hingga berjam-jam, sulit berkomunikasi karena jaringan semua operator seluler lumpuh, hingga susah memesan ojek daring.
Plt Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), Sripeni Inten meminta maaf atas kejadian ini. Dia juga mengakui penanganan masalah listrik memang lama.
"Kami mohon maaf, memang prosesnya lambat, kami akui," kata Sripeni saat dimintai penjelasan oleh Presiden Joko Widodo di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Senin (5/8/2019).
Menurut Sripeni, Blackout terjadi lantaran ada gangguan transmisi Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 kV Ungaran dan Pemalang. Hal itu diakibatkan kelebihan beban listrik khususnya di Jakarta, Bekasi, dan Banten.
Namun, tak menutup kemungkinan padamnya listrik terjadi karena ada kelalaian atau bahkan kesengajaan. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) kini tengah menyelidiki pemicu pemadaman listrik total tersebut.
Karopenmas Mabes Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan penyelidikan itu bekerja sama dengan PT PLN.
"Yang jelas dicari dahulu penyebabnya. Bisa gangguan teknis, human error, gangguan alam atau gangguan lain," ujar Dedi di Mabes Polri, Senin (5/8/2019).
Meski begitu, lanjut Dedi, polisi tidak bisa terburu-buru menyimpulkan itu tindak pidana sekalipun ditemukan kelalaian petugas.
"Tentu didalami juga, polisi bekerja sesuai fakta hukum untuk menentukan konstruksi hukum. Pembuktian secara ilmiah sangat penting untuk menentukan penyebab blackout," jelasnya.
Potensi Gangguan Keamanan
Tak hanya berpotensi terjadi tindak pidana, padamnya listrik di Jakarta, Jabar dan Banten kemarin juga berpotensi mengganggu keamanan nasional. Hal itu disampaikan Direktur Communication & Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha.
Pratama mengatakan potensi gangguan keamanan muncul lantaran seluruh infrastruktur strategis tidak berdaya bila pasokan listrik terhambat, apalagi terputus.
"Pertama kali dalam era digital di tanah air, matinya pasokan listrik berakibat pada buntunya komunikasi dan juga roda ekonomi yang dialami lebih puluhan juta jiwa," ujar dia ketika dihubungi Tirto, Senin (5/8/2019).
Pratama mengatakan, ancaman keamanan mengintai Ibu Kota saat pasokan listrik mati. Misalnya, kata dia, saat sistem imigrasi lumpuh maka pihak asing atau pelaku teror bisa masuk tanpa terdeteksi.
Apalagi, kejadian blackout kemarin memutus jalur komunikasi secara masif hingga melumpuhkan transportasi berbasis rel dan daring. Menurut Pratama, pemerintah harus mewaspadai kejadian ini agar jangan sampai terulang.
"Kewaspadaan perlu dibangun, hal serupa bisa terulang karena berbagai penyebab. Bisa bencana alam maupun serangan siber. Dalam era perang modern hal semacam ini sudah terjadi di Estonia 2007 dan juga kelumpuhan akibat WannaCry," jelasnya.
Pendapat serupa juga disampaikan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Letjend TNI (Purn) Agus Widjojo. Meski blackout hanya terjadi di sebagian Pulau Jawa, ia menganggap hal itu sebagai gangguan nasional, bukan sekedar regional. Ia beralasan pusat pemerintahan berada di Pulau Jawa, khususnya Jakarta.
"Kalau itu dianggap sebagai uji coba, maka betapa mudahnya gangguan itu terjadi. Maka dengan mudah juga dapat dilakukan di tempat lain," ujar Agus kepada reporter Tirto, Selasa (6/8/2019).
Agus mengatakan aparat keamanan perlu mewaspadai adanya serangan siber dari pihak lain. Lemhannas juga akan mengkaji jenis ancaman tersebut serta memberi rekomendasi kepada pemerintah.
"Jadi banyak yang harus dikaji, lakukan pembenahan seperti pembangunan sistem antisiber," ujarnya.
Merespons potensi gangguan keamanan, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayor Jenderal Sisriadi mengatakan lembagnya bakal mengkaji setiap ancaman keamanan baik yang berasal dari dalam atau luar negeri. Jika hal itu mengancam keamanan negara, makan TNI akan turun tangan.
"Bisa dilaksanakan Operasi Militer Perang (OMP) atau Operasi Militer Selain Perang (OMPS), berkaitan dengan listrik itu bisa karena sistem, teknis atau pihak yang tidak bertanggung jawab untuk tujuan mengancam," kata Sisriadi saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (6/8/2019).
Sisriadi memastikan TNI bersama Polri bakal mengantisipasi setiap potensi gangguan keamanan, termasuk saat pemadaman listrik total kemarin.
"Kalau menimbulkan ketakutan massal, terorisme, keselamatan umum maka itu jadi urusan TNI," tegasnya.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Gilang Ramadhan