Menuju konten utama

Target Elektrifikasi 100% di 2024: Realistis atau Angan-Angan?

Angka-angka capaian program elektrifikasi hari ini dinilai hanya sekadar angka saja. Tetapi tidak mencerminkan kondisi keseluruhan ada di lapangan.

Target Elektrifikasi 100% di 2024: Realistis atau Angan-Angan?
Petugas PT PLN (Persero) Unit Layanan Pengadaan (ULP) Rayon Benubenua memasang KwH di rumah warga penerima pemasangan listrik gratis di Kecamatan Kemaraya, Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (27/10/2022). ANTARA FOTO/Jojon/nym.

tirto.id - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mematok rasio elektrifikasi dan desa berlistrik 100 persen di akhir 2024. Angka rasio elektrifikasi, adalah persentase perbandingan rumah tangga yang sudah mendapatkan listrik dengan total rumah tangga di Indonesia.

Program elektrifikasi nasional, sebetulnya tinggal selangkah lagi mencapai 100 persen. Berdasarkan data ESDM, rasio elektrifikasi di Tanah Air sudah mencapai 99,78 persen di 2023. Artinya, hanya tinggal mengejar 0,22 persen di tahun ini agar genap 100 persen, yang berarti seluruh daerah di Indonesia telah menikmati aliran listrik.

Sementara untuk rasio desa berlistrik hingga kuartal I-2024 sudah mencapai 99,87 persen. Masih terdapat setidaknya daerah belum berlistrik sebanyak 0,13 persen atau sekitar 112 desa atau kelurahan tanpa penerangan.

Dengan capaian seperti itu, maka wajar jika Menteri ESDM, Arifin Tasrif, di akhir-akhir masa pemerintahan Jokowi mematok target ambisius sebesar 100 persen. Tujuannya baik, agar seluruh rumah tangga di Indonesia dapat menikmati aliran listrik, baik rasio elektrifikasi dan rasio desa.

"Kita berupaya untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Jadi target elektrifikasi yang kita 100 persen itu diharapkan tahun 2024 bisa diselesaikan," ujar Arifin, pada Konferensi Pers Capaian Sektor ESDM Tahun 2023 dan Program Kerja Tahun 2024, di kantor Kementerian ESDM Jakarta, awal tahun lalu.

Target bantuan pasang listrik gratis 2024

Pekerja memasang jaringan listrik tegangan menengah di Kediri, Jawa Timur, Rabu (22/5/2024). ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/Spt.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman P Hutajulu, mengatakan khusus untuk rasio desa berlistrik baru sebesar 99,87 persen hingga Maret 2024. Rinciannya, 77.342 desa/kelurahan atau sekitar 92,33 persen mendapat aliran listrik dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.

Kemudian, sebanyak 4,27 persen atau 3.573 desa mendapat aliran listrik dari perusahaan penyedia listrik selain PLN. Selanjutnya, 3,27 persen atau 2.736 desa/kelurahan mendapat aliran listrik dari Program Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) Kementerian ESDM.

“Sampai dengan triwulan I-2024, Ditjen Ketenagalistrikan telah menetapkan daerah belum berlistrik sebanyak 0,13 persen, 112 desa/kelurahan,” kata Jisman, saat dihubungi Tirto, Senin (10/6/2024).

Meski masih terdapat 0,13 persen atau 112 desa belum berlistrik, pemerintah kata Jisman, terus berupaya mengakselerasi pemerataan aliran listrik di Indonesia untuk dapat menyediakan akses listrik bagi seluruh masyarakat. Khususnya di rumah tangga belum berlistrik yang bermukim di daerah 3T (terluar, terdepan, dan tertinggal).

Sulit untuk Dicapai

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, pesimistis program elektrifikasi nasional dapat mencapai target 100 persen pada tahun ini. Apalagi sampai saat ini masih ada 112 desa/kabupaten yang belum teraliri listrik. Ini tentu menjadi pekerjaan rumah tidak mudah bagi pemerintah dengan waktu singkat.

“Saya pastikan tidak bisa diselesaikan targetnya khususnya di 112 desa ini di akhir pemerintahan Jokowi,” ujar Yusri kepada Tirto, Senin (10/6/2024).

Selain itu, Yusri juga menyoroti standar penyaluran tenaga listrik atau elektrifikasi ke sejumlah wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah. Dia menilai hal itu harus ditinjau ulang.

Alasannya, perhitungan rasio elektrifikasi dinilai tidak menggambarkan kualitas listrik yang dapat menunjang produktivitas dan kesejahteraan masyarakat.

Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, rasio elektrifikasi merupakan perbandingan jumlah rumah tangga berlistrik dengan jumlah rumah tangga secara keseluruhan. Jumlah rumah tangga berlistrik ini mencakup elektrifikasi, baik oleh Perusahaan Listrik Negara atau PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN maupun oleh pihak non-PLN.

“Jika benar ada fakta temuan 112 desa belum teraliri listrik, bisa jadi masih banyak desa mengalami hal yang sama sehingga angka rasio elektrifikasi 99,78 [2023] yang dikeluarkan oleh PLN atau Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM dipertanyakan

sekarang akurasinya,” ujar Yusri.

Program elektrifikasi pertanian di Maros

Petani memeriksa stasiun penyedia listrik di area persawahan Desa Alatengae, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Rabu (10/1/2024). ANTARA FOTO/Hasrul Said/YU/aww.

Yusri justru menduga angka-angka capaian program elektrifikasi hari ini justru sekadar ‘angka’ saja. Tetapi tidak mencerminkan kondisi keseluruhan ada di lapangan.

“Bisa jadi angka tersebut yang dilaporkan ke presiden untuk ABS (asal bapak senang),” ujar Yusri.

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengakui tidak mudah untuk menuju target ke 100 persen elektrifikasi tahun ini. Mengingat provinsi yang belum 100 persen, atau belum 90 persen merupakan provinsi yang sulit dijangkau seperti Papua Pegunungan.

“Belum lagi permasalahan pembangkit tenaga listrik. Saya rasa cukup sulit mencapai 100 persen tahun ini,” ujar Huda kepada Tirto, Senin (10/6/2024).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Energy Watch, Daymas Arangga Radiandra, menjelaskan ratusan desa/kabupaten yang belum teraliri listrik sampai hari ini merupakan bentuk tanggung jawab negara kepada rakyatnya. Maka sudah semestinya pemerintah dan PLN dalam hal ini harus mampu mengejar target elektrifikasi 100 persen tahun ini.

“Seharusnya pemerintah bisa mencapai target elektrifikasi 100 persen sampai akhir tahun,” ujar kata Daymas.

Menurut Daymas, sudah banyak sumber-sumber energi listrik yang dapat dimanfaatkan dan pasokannya tidak perlu terpusat lagi. Tetapi bisa langsung dilakukan dengan sumber-sumber energi lainnya yang ada desa masing-masing.

Tetapi, Daymas menuturkan untuk pemanfaatannya pemerintah perlu berstrategi bagaimana mencapai titik optimum dalam mencapai 100 persen elektrifikasi. Seperti contohnya penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap di kantor-kantor desa atau sekolahan.

“Atau bisa juga dengan memanfaatkan sementara PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) yang terkena program dieselisasi untuk bisa dipergunakan sebagai base load,” ujar Daymas.

Strategi Pemerintah

Kementerian ESDM sendiri tengah menyiapkan berbagai langkah strategi untuk mencapai target rasio elektrifikasi 100 persen di akhir tahun ini. Salah satunya dengan perluasan jaringan (grid extension) untuk mengaliri listrik di desa-desa yang dekat dengan jaringan distribusi eksisting.

Selanjutnya melalui pembangunan mini grid untuk melistriki desa-desa yang sulit dijangkau perluasan jaringan listrik PLN dan masyarakatnya bermukim secara berkelompok (komunal).

Dengan menggunakan pembangkit Energi Baru dan Terbarukan (EBT), Stasiun Pengisian Energi Listrik (SPEL) dan Alat Pengisian Daya Listrik (APDAL) di desa-desa yang memiliki pemukiman tersebar dan tidak memungkinkan untuk dibangun jaringan listrik.

Sementara Bantuan Pasang Baru Listrik (BPBL) melalui pengadaan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) diperuntukkan bagi rumah tangga tidak mampu yang belum berlistrik.

“Kementerian ESDM melalui Ditjen Ketenagalistrikan telah melaksanakan program BPBL selama 2 tahun, dengan realisasi pada tahun 2022 sebanyak 80.183 rumah tangga yang tersebar di 22 provinsi dan pada tahun 2023 sebanyak 131.600 rumah tangga penerima BPBL yang tersebar di 34 provinsi.” ujar Jisman.

Proyeksi pertumbuhan kebutuhan listrik

Petugas PLN memperbaiki jaringan listrik di Jalan Bhayangkara, Solo, Jawa Tengah, Rabu (15/11/2023). ANTARAFOTO/Maulana Surya.

Pada tahun 2024, program BPBL ditargetkan dapat menyasar 122.000 rumah tangga yang tersebar di 36 provinsi. Sementara itu, untuk peningkatan akses listrik perdesaan (lisdes), Jisman bersama PLN telah menyusun peta jalan (roadmap) listrik perdesaan untuk tahun 2023 – 2026.

Beberapa programnya antara lain untuk melistriki desa/kelurahan yang belum berlistrik, pengalihan desa/kelurahan yang berlistrik LTSHE, yang secara teknis telah melampaui masa pakai atau sudah mencapai tiga tahun menjadi berlistrik PLN, dan pengalihan desa/kelurahan berlistrik non-PLN yang ditengarai tidak andal menjadi pelanggan PLN.

“Terakhir, perluasan jaringan untuk melistriki dusun-dusun yang belum berlistrik,” pungkas Jisman.

Sementara itu, Direktur utama PLN, Darmawan Prasodjo, mengungkapkan perseroan terus mendorong pemerataan akses listrik sebagai salah satu kebutuhan dasar masyarakat. Dalam hal ini, pihaknya ingin memastikan infrastruktur kelistrikan dapat menjangkau seluruh masyarakat Indonesia, termasuk masyarakat yang tinggal di kawasan 3T.

“Listrik saat ini merupakan kebutuhan primer bagi masyarakat. Maka dari itu, kami akan terus mengakselerasi pemerataan listrik sampai wilayah 3T sesuai dengan pengejawantahan sila kelima Pancasila, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat Indonesia,” ujar Darmawan dalam keterangan persnya.

Darmawan juga menyampaikan PLN baru saja menuntaskan pembangunan infrastruktur kelistrikan untuk kawasan 3T di Sulawesi Selatan. Hal ini dalam rangka memberikan akses listrik secara penuh 24 jam untuk dusun-dusun yang terisolir di sana.

“Semua itu dilakukan untuk melistriki saudara-saudara kita yang berada di dusun terpencil Sulawesi Selatan. Program-program untuk daerah 3T akan terus ditingkatkan agar seluruh Indonesia dapat dilistriki oleh PLN,” ujar Darmawan.

Baca juga artikel terkait LISTRIK PLN atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin