Menuju konten utama
Pencemaran Udara di Ibu Kota

Kebijakan ERP Dinilai Bisa Jadi Solusi Benahi Polusi Udara DKI

MTI sebut kebijakan ERP dinilai sangat diperlukan mengatasi persoalan transportasi di Jakarta, termasuk masalah polusi udara.

Kebijakan ERP Dinilai Bisa Jadi Solusi Benahi Polusi Udara DKI
Suasana gedung-gedung bertingkat yang tertutup oleh kabut polusi di Jakarta, Kamis (27/7/2023). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.

tirto.id - Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno menyatakan, kebijakan electronic road pricing (ERP) dirasa sangat diperlukan untuk mengatasi persoalan transportasi di Jakarta, termasuk membereskan masalah polusi udara.

“Kebijakan yang dimunculkan sepertinya berjalan sendiri-sendiri dan nantinya juga tidak berlangsung lama. Tidak berani mengungkap kebijakan ERP di Kota Jakarta, (padahal) dapat menjadi kebijakan penting dan utama,” kata Djoko dalam keterangannya, Selasa (15/8/2023).

Selain Jakarta, kata Djoko, kota-kota lain di Indonesia juga mengalami masalah polusi udara, lantaran jumlah kendaraan pribadi meningkat pesat, sementara jumlah angkutan umum menyusut.

“Mengatasi polusi udara di perkotaan, tidak hanya Kota Jakarta, negara memiliki anggaran yang cukup. Cuma maukah menghilangkan ego sektoral dari setiap kementerian terkait,” ujar Djoko.

Djoko berujar, pencemaran udara di Jakarta biasanya meningkat saat kemarau pada Juni-Agustus 2023. Sumber polutan terbesar dari sektor transportasi (44 persen) dan sektor industri (31 persen).

“Isu transpportasi berkelanjutan sangat penting namun tidak dilakukan serius,” tutur Djoko.

Djoko menjelaskan, sepeda motor menghasilkan beban pencemaran per penumpang paling tinggi dibandingkan mobil pribadi bensin dan solar, mobil penumpang, serta, bus.

“Efisiensi kendaraan sangat penting. Jadi, kalau naik bus, kontribusi pada CO2 akan lebih kecil dibandingkan sepeda motor dan mobil pribadi,” jelas Djoko.

Ia menambahkan, negara memiliki angggaran yang cukup untuk membereskan buruknya kualitas udara di perkotaan. Buktinya, kata Djoko, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian memiliki skema insentif kendaraan listrik untuk 2023 dan 2024 sebesar Rp12,3 triliun.

“Di mancanegara yang memiliki kebijakan insentif atau subsidi kendaraan listrik bagi kendaraan pribadi, setelah kondisi layanan transportasi umumnya juga sudah bagus,” ucap Djoko.

Ia menuturkan, saat ini Indonesia sedang mengalami krisis angkutan umum dan krisis kecelakaan lalu lintas.

Djoko menyampaikan, seharusnya kebijakan kendaraan listrik turut dapat menurunkan atau mengurangi kedua krisis tersebut. Bukannya justru dengan kebijakan insentif itu akan menambah masalah baru lagi, yakni kemacetan lalu lintas.

Baca juga artikel terkait POLUSI UDARA atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz