tirto.id - Amuk api melalap Museum Nasional atau Museum Gajah hingga membuat atap dan tembok ambruk pada Sabtu (16/9/2023) malam. Si jago merah membakar bagian Gedung A museum tersebut, sekira pukul 20.00 WIB. Api baru bisa dipadamkan sekitar pukul 21.47, setelah 56 petugas dan 14 unit pemadam kebakaran berjibaku mengendalikan kebakaran. Imbasnya, museum yang terletak di Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat ini, ditutup sementara akibat force majeure.
Peristiwa kebakaran ini tak ayal menjadi sorotan serius. Sistem keamanan dan keselamatan museum dipertanyakan efektivitasnya. Padahal, Museum Nasional ibarat peti harta karun peradaban yang tak ternilai harganya. Total koleksi dan benda bersejarah yang disimpan di Museum Nasional sendiri ada sebanyak 194.000 koleksi.
Kendati demikian, ternyata museum terbesar di Tanah Air ini berulang kali diterpa ancaman. Peristiwa pencurian oleh komplotan perampok hingga yang teranyar kebakaran tercatat pernah terjadi di Museum Nasional.
Sepuluh tahun lalu atau pada Rabu 11 September 2013, museum ini dibobol maling. Empat artefak peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yang berusia sekitar 1.000 tahun hilang digondol pencuri. Jauh ke belakang, Museum Nasional bahkan pernah disatroni salah satu bandit legendaris negeri ini, Ignatius Waluyo alias Kusni Kasdut. Kejadian pada 1961 tersebut membuat koleksi intan dan permata museum raib dicolong.
Sementara itu, peristiwa kebakaran bukan hanya pernah terjadi di Museum Nasional. Lima tahun lalu, tepatnya pada 16 Januari 2018, Museum Bahari yang terletak di kawasan Kota Tua, Jakarta, juga mengalami kebakaran. Sekitar 100 koleksi museum hangus terpanggang kala itu.
Kekayaan tak ternilai yang dimiliki museum menjadi rentan keberadaannya jika tidak disertai sistem keamanan dan keselamatan yang mumpuni. Bayang-bayang pencurian, kebakaran, hingga kurangnya pemasukan seakan-akan menghantui nasib museum di negeri ini. Desakan kepada pemerintah agar serius mengelola museum milik negara pun bermunculan ke permukaan.
Salah satunya datang dari Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, yang meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) untuk memperkuat proteksi museum di Indonesia. Perlindungan perlu dilakukan agar peristiwa kebakaran yang terjadi pada Museum Nasional tidak terulang kembali.
“Saya pribadi sering kali mengatakan kepada dirjen kebudayaan, museum itu harus jadi pusat sumber belajar bagi para siswa untuk mempelajari kebudayaan dan karakter bangsa,” katanya dikutip dari keterangan tertulis, Senin (18/9/2023).
Ia meminta pemerintah tidak memperlakukan museum seolah penyimpanan barang belaka. Politikus Fraksi PKS itu berharap seluruh stakeholder terkait, termasuk Kemendikbud Ristek untuk berkomitmen melindungi museum di Indonesia melalui regulasi dan implementasi yang efektif.
“Jangan sampai kita memberlakukan museum sebagai tempat penyimpanan barang. Pemeliharaan ini sangat penting karena kita melindung kebudayaan Indonesia,” ujar Leida.
Leida berharap dukungan proteksi ini bisa terwujud penuh sehingga mata rantai sejarah bangsa Indonesia menjadi abadi tersimpan dalam museum-museum di Indonesia.
Sementara itu, Ketua Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Marsis Sutopo mengatakan, sebetulnya standarisasi keamanan museum sudah dimiliki di Indonesia. Standarisasi itu termasuk di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 66 Tahun 2015 tentang Museum.
Namun Marsis menyoroti, ada tiga hal yang saling terkait dan harus terpenuhi di museum. Ketiganya meliputi manajemen pengamanan (prosedur, pedoman, juklak juknis); sumber daya manusia (SDM) yang melakukan pengamanan; dan sarana prasarana (peralatan) untuk mengoperasional pengamanan.
“Kalau ketiganya tersebut dapat terpenuhi, tentunya museum akan terhindar dari bencana kebakaran dan pencurian,” kata Marsis dihubungi reporter Tirto, Selasa (19/9/2023).
Marsis menambahkan, sistem pengamanan museum harus ditingkatkan agar tidak lagi terulang bencana kebakaran. Demikian juga SDM petugas yang perlu disiapkan sehingga dapat cepat bergerak jika ada ancaman kebakaran.
“Peringatan dini ditingkatkan, sarpras penanganan kebakaran tersedia di lokasi museum, misalnya ketersediaan air dan alat pemadam kebakaran yang cepat dan mudah dimobilisasi,” ungkap Marsis.
Keamanan Museum Dinilai Lebih Lemah dari Minimarket
Sejarawan pelestarian sejarah dan budaya, Asep Kambali menyatakan, standar keamanan dan keselamatan museum di Indonesia mayoritas di bawah standar. Asep bahkan menyebut, keamanan museum di Indonesia masih lemah dibandingkan keamanan minimarket.
“Kalau di minimarket itu CCTV selalu nyala, tapi justru di museum bisa jadi mati bahkan enggak ada security sehingga terjadi pencurian. Bahkan sekelas Museum Nasional saja terjadi kejadian (pencurian) ini,” ujar Asep kepada reporter Tirto.
Asep menegaskan, sistem keamanan di bawah standar bukan hanya berimbas pada keselamatan pengunjung dan pegawai, namun juga pada barang-barang koleksi museum.
“Hasil dari evaluasi museum-museum Indonesia dari Barat sampai Timur itu rata-rata itu keamanannya di bawah standar,” tegas Asep.
Peristiwa kebakaran di Museum Nasional, kata Asep, membuktikan lemahnya perhatian negara dan masyarakat pada museum dan sejarah.
“Negara dan masyarakat enggak peduli, jadi kita saja enggak ada kebijakan hukum, lembaga regulasi itu enggak ada. Satu-satunya aturan main tentang museum cuma PP No 66 tahun 2015, kita bahkan masih belum punya undang-undang (soal museum),” ungkapnya.
Asep menyampaikan, sebetulnya awal 2023 dirinya termasuk dalam tim penyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Museum. Namun, hingga kini nasib pembahasan regulasi yang akan mengatur seluruh museum di Indonesia tersebut seakan dilupakan.
Menurutnya, adanya UU akan membuat kepastian hukum soal standarisasi dan pengelolaan museum. Standarisasi ini akan meliputi sistem keamanan, keselamatan, bangunan, pengelolaan anggaran, sertifikasi SDM, dan sebagainya.
Selain itu, diperlukan badan khusus yang mengurusi museum-museum di Indonesia dan memiliki kebijakan menilai dan mengeluarkan sertifikasi standarisasi museum.
“Kita perlu undang-undang, alasan lainnya agar ada penegakan hukum. Dan rata-rata kasus pencurian di museum itu orang dalam. Lah orang mereka yang ngerti, kan?” terang Asep.
Hingga Oktober 2020, tercatat terdapat 439 museum di Indonesia. Sebanyak 60 persen atau 288 museum dikelola oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, TNI dan Polri. Sisanya sebanyak 151 atau sekitar 35 persen museum, dikelola oleh swasta atau perorangan.
Dari 439 museum tersebut, Kemendikbud Ristek menilai baru ada 39 museum atau 8 persen yang memenuhi standar sebagai museum tipe A (Amat Baik). Sementara itu, sebanyak 59 museum atau 13 persen tipe B (Baik), dan 133 museum atau 30 persen tipe C (Cukup). Sisanya, museum-museum yang belum memenuhi standar yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2015.
Ketua Asosiasi Museum Indonesia (AMI), Putu Supadma Rudana menyatakan, pemerintah perlu memberikan perhatian dan perlindungan yang lebih intensif terhadap keberadaan gedung, serta koleksi dari sekitar 500 museum yang ada di Indonesia.
“Terutama, terkait diberikannya asuransi atas keselamatan gedung dan benda koleksinya terhadap berbagai kejadian yang merugikan,” jelasnya dalam keterangan resmi.
Ia juga berharap DPR RI dan pemerintah segera membahas RUU Permuseuman agar pengelolaan museum di Indonesia dapat diatur secara komprehensif.
“Sebagai dasar dalam pengelolaan dan pengembangan museum, pengembangan kapasitas sumber daya manusia pengelola museum, termasuk keselamatan gedung dan koleksi museum,” terangnya.
Momentum Perbaikan
Kemendikbud Ristek menyatakan kejadian kebakaran di Museum Nasional menjadi momentum untuk melakukan perubahan menjadi jauh lebih baik. Hal ini disampaikan Plt Kepala Museum dan Cagar Budaya (MCB) Kemendikbud Ristek, Ahmad Mahendra.
“Sesuai arahan Mas Menteri (Nadiem Makarim), kejadian ini menjadi momentum bagi kami untuk melakukan perubahan di MNI agar menjadi jauh lebih baik dan menuju standar permuseuman dunia,” kata Mahendra melalui keterangannya saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (19/9/2023).
Mahendra mengklaim, proses evakuasi koleksi dan benda bersejarah dari Gedung A Museum Nasional Indonesia berjalan lancar dan dilaksanakan dengan sangat hati-hati.
Hampir 100 orang, kata Mahendra, dikerahkan oleh tim MNI bekerja sama dengan Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) telah berhasil menyelamatkan sejumlah besar artefak berharga dan sejarah yang ada di dalam Gedung A.
“Proses evakuasi dilakukan dengan mengerahkan tim tenaga ahli khusus untuk mengangkat puing dengan diawasi dan diarahkan oleh tim evakuasi koleksi agar dapat mencermati dan mengambil tindakan yang tepat perihal pengangkatan koleksi sejarah maupun material bangunan yang terbakar,” kata dia.
Mahendra menyatakan restorasi dan proses identifikasi seluruh koleksi yang terdampak kebakaran merupakan proses yang terinci dan membutuhkan waktu serta ruang yang cukup memadai.
“Kami juga telah membuka komunikasi dengan sejumlah tenaga ahli untuk dapat bekerja sama dan memberikan dukungan dalam proses penyelamatan dan restorasi seluruh koleksi yang terdampak serta pengelolaan museum dan cagar budaya yang lebih baik ke depannya,” tandas Mahendra.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz