tirto.id - Yahya Cholil Staquf, Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) terpilih sebagai komisi internasional Indo-Pasifik.
Komisi internasional Indo-Pasifik (kawasan di sekitar Samudera India dan Samudera Pasifik) diluncurkan oleh Policy Exchange, sebuah lembaga think tank di Inggris.
Komisi ini beranggotakan enam belas orang tokoh pembuat kebijakan yang berpengalaman dan merupakan kalangan diplomat, pemimpin dunia usaha, politisi, pemimpin militer dan sipil yang berasal dari Inggris, Amerika Serikat dan negara-negara kawasan Indo-Pasifik, termasuk Jepang, India, Korea Selatan, Australia, Indonesia dan Singapura.
Tujuan dibentuknya komisi ini adalah untuk menyusun cetak biru (blueprint) pendekatan strategis baru terhadap kawasan Indo-Pasifik, dengan mengkaji masalah-masalah perdagangan, diplomasi, politik, pertahanan dan keamanan yang berpusat di Indo-Pasifik.
Beberapa langkah yang akan ditempuh komisi ini antara lain dengan membantu membangun konsensus nasional (di Inggris) dan internasional mengenai seluk-beluk berbagai tantangan yang muncul dari kawasan Indo-Pasifik terhadap stabilitas dan kesejahteraan Dunia.
“Komisi Indo-Pasifik ini secara tepat mengenali bahwa negara-negara seperti Jepang, India, Korea Selatan, Australia, Indonesia dan Singapura, memiliki banyak hal yang bisa ditawarkan ke arah kerja sama dagang dan kerja sama dalam menghadapi masalah-masalah politik, pertahanan dan diplomasi,” ujar Ketua Komisi Internasional Indo-Pasifik Stephen Harper dalam pernyataan tertulisnya yang diterima Tirto, Rabu (22/7/2020) .
Stephen Harper adalah mantan Perdana Menteri Kanada dan juga dikenal sebagai Ketua Umum International Democrat Union (IDU), koalisi besar partai-partai politik internasional lainnya, dengan anggota 73 partai dari 63 negara.
Menurut Stephen, Komisi Indo-Pasifik akan menggelar kegiatan-kegiatan dan kajian-kajian di berbagai arena kebijakan yang luas.
Pertama, menyangkut perkembangan ekonomi dan teknologi di Indo-Pasifik, termasuk isu industrial decoupling (larinya investasi industri internasional dari RRC ke negara-negara lain), hak cipta intelektual, tolok-ukur digital, kebijakan teknologi dan sains.
Kedua, menyangkut politik domestik dan internasional serta diplomasi Indo-Pasifik, khususnya menyangkut format-format komunal dan mekanisme-mekanisme permusyawaratan internasional untuk mengukuhkan tata dunia yang didasarkan atas aturan hukum.
Ketiga, menyangkut isu-isu pertahanan dan keamanan Indo-Pasifik, mulai dari hard power hingga perang informasi/politik, cyber security dan kekhawatiran-kekhawatiran baru mengenai senjata biologis dan ketahanan kesehatan.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, A. Muhaimin Iskandar, menyambut gembira ditunjuknya Katib ‘Am PBNU itu.
“Ini adalah tugas sekaligus kesempatan yang sangat strategis. Katib Aam ada dalam posisi untuk ikut memengaruhi kebijakan jangka panjang Inggris terhadap kawasan Indo-Pasifik. Lebih jauh, mengingat hubungan tradisional yang khusus antara Inggris dengan Amerika Serikat, pada gilirannya dapat diharapkan terjadi konsolidasi kebijakan di antara kedua negara kuat itu,” kata Muhaimin, Selasa (21/7/2020).
Bagi Muhaimin, ini adalah pengembangan peran yang sangat progresif semenjak KH. Yahya Staquf menjalankan tugas sebagai Duta PKB untuk Centrist Democrat International (CDI), koalisi partai-partai politik internasional paling besar dengan lebih 150 partai anggota dari 70 negara, mulai tahun 2018 yang lalu.
“Selamat untuk Katib Aam," imbuh Muhaimin.
Sementara Yahya Cholil Staquf menyatakan, dirinya bersedia menerima tugas itu karena melihat peluang yang strategis membumikan gagasan-gagasan dari Gerakan Global Islam untuk Kemanusiaan (Humanitarian Islam) yang ditekuninya selama empat tahun terakhir ini.
“Saya juga akan berkonsultasi dengan para stakeholders kepentingan nasional Indonesia, baik di kalangan politisi, pejabat pemerintahan maupun para pemimpin masyarakat sipil, agar keberadaan saya dalam Komisi Indo-Pasifik ini dapat bermanfaat pula bagi kepentingan Bangsa dan Negara," pungkasnya.
Berikut ini daftar dan profil keseluruhan anggota komisi Indo-Pasifik:
1. Stephen Harper, Kanada, mantan Perdana Menteri
2. Claire Coutinho MP, Inggris, Sekretaris Pribadi Kanselir Rishi Sunak di Parlemen Inggris
3. Lt. Gen. In-Bum Chun, Korea Selatan, purnawirawan perwira militer terkemuka, Tenaga Ahli Tamu di Brookings Institution, Amerika Serikat
4. Alexander Downer, Australia, mantan Menteri Luar Negeri, mantan Komisioner Tinggi Australia untuk Inggris, dan Ketua Policy Exchange
5. Murray McCully, New Zealand, mantan Menteri Luar Negeri
6. Sir Michael Fallon, Inggris, mantan Menteri Pertahanan
7. Ely Ratner, Amerika Serikat, Wakil Presiden Eksekutif dan Direktur Kajian pada Center for a New American Security, dan mantan Deputi Penasehat Keamanan Nasional untuk Wakil Presiden Joe Biden
8. Lord Robertson of Port Ellen, Inggris, Peer dari Partai Buruh, mantan Sekretaris Jenderal NATO
9. Marquess of Salisbury, Inggris, mantan Lord Privy Seal dan pimpinan the House of Lords
10. Samir Saran, India, Presiden Observer Research Foundation, New Delhi
11. Nadia Schadlow, Amerika Serikat, mantan Deputy National Security Advisor
12. Yahya Cholil Staquf, Indonesia, Katib ‘Am Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
13. Koji Tsuruoka, Jepang, mantan Duta Besar Jepang untuk Inggris, Ketua Juru Runding Jepang untuk kerja sama Trans-Pasifik
14. Robert Hannigan, Inggris, mantan Kepala Government Communication Headquarters (GCHQ)
15. Michael Auslin, Amerika Serikat, peneliti Lembaga Payson J. Treat dalam studi Asia kontemporer, di the Hoover Institution, Stanford University)
16. C. Raja Mohan, Singapura, Direktur Institute of Asian Studies.
Editor: Maya Saputri