tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjebloskan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Mojokerto Zaenal Abidin Ke Lapas Kelas 1 Surabaya. Langkah ini diambil setelah Mahkamah Agung memutus Abidin bersalah melakukan korupsi berupa menerima gratifikasi mencapai Rp34 miliar.
"Atas nama Terpidana Zaenal Abidin dengan cara memasukkannya ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Surabaya untuk menjalani pidana penjara selama 5 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri lewat keterangan tertulis pada Jumat (13/8/2021).
Zaenal Abidin merupakan Kepala Dinas PUPR Pemkab Mojokerto periode 2010-2015. Dia ditetapkan sebagai tersangka dugaan gratifikasi bersama eks Bupati Mojokerto Mustofa Kemal Pasha. Salah satunya terkait dengan pembangunan jalan pada 2015.
Awalnya, komisi menduga Zaenal dan Mustafa hanya mendapat gratifikasi Rp3,7 miliar, tetapi dalam perkembangannya ketahuan Zaenal menerima uang haram sebesar Rp34 miliar.
Atas perbuatannya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan vonis empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair satu bulan kurungan. Selain itu, ia juga harus membayar uang pengganti sebesar Rp1,2 miliar. Vonis itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa 5 tahun penjara.
Namun, Mahkamah Agung memperberat hukuman terhadap Zaenal sesuai dengan tuntutan jaksa yakni 5 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsidair 6 bulan kurungan. Zaenal juga harus membayar uang pengganti Rp1,27 miliar.
"Jika tidak membayar maka harta bendanya disita dan dilelang oleh Jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut, dengan ketentuan apabila Terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi maka dipidana dengan pidana penjara selama 3 tahun," kata Fikri.
Zaenal dinyatakan telah melanggar melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal 12 B mengatur mengenai setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Restu Diantina Putri