tirto.id - Tim advokasi korban tragedi 7 Desember 2020 mengkritik sikap Komnas HAM yang menyebut kasus kematian 6 laskar ormas terlarang Front Pembela Islam (FPI) sebagai kasus pidana. Mereka menuduh Komnas HAM telah menjadi bagian dari para pelaku pelanggaran HAM.
"Kami melihat justru Ketua Komnas HAM sudah berubah fungsi menjadi juru bicara dan bagian dari Humas para pelaku pelanggaran HAM yang masih berkeliaran bebas, dan sewaktu waktu dapat mengulangi perbuatan extra judicial killing maupun torture terhadap penduduk sipil," kata tim kuasa hukum Hariadi Nasution dalam keterangan tertulis, Kamis (14/1/2021).
Hariadi menegaskan, tim kuasa hukum masih berkeyakinan bahwa kasus keenam laskar dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat. Mereka beralasan insiden berkaitan dengan adanya upaya black propaganda ke Rizieq Shihab, penggalangan kekuatan untuk menolak FPI, kriminalisasi kepada Rizieq Shihab hingga upaya penghapusan jejak seperti CCTV, darah di lokasi serta warga untuk tidak merekam kejadian.
Kejadian tersebut bisa menjadi pintu masuk investigasi lebih lanjut dan membuat mereka yakin kalau kematian laskar ini adalah bagian dari upaya pelanggaran HAM berat.
"Substansial dengan mata telanjang, unsur pelanggaran HAM berat, dari peristiwa pembunuhan 6 orang penduduk sipil yang terjadi pada tanggal 7 Desember 2020 yang lalu, sangat mudah ditemukan bila Komnas HAM dan Komisionernya istiqomah pada amanah yang nantinya akan dipertanggungjawabkan di yaumil hisab," kata Hariadi.
Hariadi lantas mengaitkan kasus kematian 6 laskar dengan insiden demonstrasi 21-22 Mei 2019 lalu yang tidak kunjung terungkap. Padahal, dalam pandangan tim kuasa hukum, insiden tersebut bisa menjadi titik tolak kekerasan berlanjut yang dilakukan negara.
Oleh karena itu, tim kuasa hukum menyatakan akan terus berjuang mencari keadilan dan membawa kasus keenam laskar ke dunia internasional.
"Kami sudah memberikan informasi pelanggaran HAM berat tersebut ke dalam level internasional, karena terbukti sistem hukum Indonesia telah unwilling dan sekaligus unable untuk memutus mata rantai pelanggaran HAM Berat yang para pelakunya hingga detik ini masih terus berkeliaran mengancam nyawa penduduk sipil di Indonesia," kata Hariadi.
Komnas HAM sebelumnya merilis hasil temuan penyelidikan kematian 6 laskar FPI di KM 50 Karawang, Jawa Barat awal Desember 2020 silam. Dalam insiden tersebut, Komnas HAM sepakat kalau insiden tersebut pelanggaran HAM, tetapi bukan pelanggaran HAM berat.
Mereka lebih mendorong diproses secara hukum pidana karena tidak menemukan indikasi pelanggaran HAM berat. Mereka pun telah menyerahkan laporan tersebut kepada Presiden Jokowi dan Menkopolhukam Mahfud MD.
"Kami tidak menemukan indikasi ke arah itu [pelanggaran HAM berat] karena untuk disebut sebagai pelanggaran HAM berat tentu ada indikator, ada kriteria, misalnya, ada suatu design operasi, ada suatu perintah yang terstruktur, terkomando, dan lain-lain termasuk juga indikator repetisi, perulangan kejadian, dan lain-lain itu tidak kita temukan," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik di kantor Polhukam, Jakarta, Kamis.
Presiden Jokowi sudah merespons laporan tersebut dengan memerintahkan kepada Menteri Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD untuk menyelesaikan masalah kematian 6 laskar pengawal pentolan ormas terlarang Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab, Kamis (14/1/2021). Jokowi meminta penanganan kasus kematian keenam laskar ditangani secara transparan.
"Tadi presiden sesudah bertemu lama dengan beliau-beliau bertujuh ini lalu ajak saya bicara yang isinya itu berharap dikawal agar seluruh rekomendasi yang dibuat oleh Komnas HAM itu ditindaklanjuti, tidak boleh ada yang disembunyikan," kata Mahfud dalam konferensi pers di kantor Polhukam, Jakarta, Kamis (14/1/2021).
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri