tirto.id - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menyebutkan kasus kekerasan seksual secara bergerombol (gang rape) melonjak sejak 2015 hingga 2017.
Menurut Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait pada 2015 kasus gang rape mencapai 44 kasus dengan sembilan korban meninggal. Pada 2016 kasus meningkat menjadi 82 kasus dengan jumlah korban meninggal mencapai 11 orang. Sampai dengan Maret 2017, sudah ada 26 kasus dengan 3 korban meninggal dunia.
Dalam keterangan pers, seperti dikutip Antara, Rabu (29/3/2017), Arist juga mengemukakan bahwa sekitar 16 persen pelaku gang rape berusia 14 tahun.
Atas dasar itu, Komnas PA mendorong majelis hakim yang menyidangkan kasus kekerasan seksual untuk menggunakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak dengan pidana pokok bagi pelaku kekerasan seksual anak minimal 10 tahun plus kebiri dan hukuman lainnya.
Bila hukum tidak ditegakkan maka Indonesia bak surga pedofil saat ini, seperti kasus pedofilia yang terjadi di Bali, Jakarta, dan Lombok.
Komnas PA juga mengimbau kepada orang tua untuk tidak mudah mengekspose foto anak karena bisa jadi bahan pelaku pedofilia. "Bagi pedofil, melihat foto anak kecil saja sudah bisa memuaskan kebutuhan mereka," kata Arist.
Sementara itu, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai berpendapat untuk mengatasi masalah kekerasan seksual terhadap anak perlu kerja sama semua pihak. Dengan kerja sama itu, ia berharap tidak banyak lagi anak Indonesia yang menjadi korban kekerasan seksual.
"LPSK siap bekerja sama dengan berbagai pihak termasuk, Komnas PA karena LPSK bertugas memberikan layanan dan bantuan yang dibutuhkan korban kekerasan seksual, seperti bantuan medis, psikologis, dan psikososial," kata Abdul.
Selain itu, Semendawai juga mengingatkan aparat penegak hukum untuk bersungguh-sungguh dalam menanggapi dan menangani kasus kekerasan seksual anak.
Menggenapi pernyataan Abdul, Wakil Ketua LPSK Lili Pintauli Siregar, menilai kasus kekerasan seksual yang melibatkan aparat sangat sulit bagi kejaksaan menaikkan perkara tersebut ke persidangan.
"Ada kasus yang berkasnya bolak-balik antara Polda dan kejaksaan negeri karena pelakunya adalah keluarga sendiri. Hal ini yang harus menjadi perhatian," kata Lili.
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH