Menuju konten utama

Kasus e-KTP: Gamawan Dicecar Soal Pertemuan dengan Marliem

JPU KPK mencecar Gamawan Fauzi terkait pertemuannya dengan Direktur PT Biomorf Lone LLC, Johannes Marliem, di Padang pada tahun 2010.

Kasus e-KTP: Gamawan Dicecar Soal Pertemuan dengan Marliem
Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi (tengah) menyampaikan keterangan kepada awak media seusai menjalani pemeriksaan terkait kasus korupsi KTP Elektronik, di gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/6). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa.

tirto.id - Mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi dihadirkan sebagai saksi pada sidang lanjutan kasus korupsi e-KTP dengan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/10/2017).

Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar Gamawan terkait pertemuannya dengan Direktur PT Biomorf Lone LLC, Johannes Marliem, di Padang pada tahun 2010.

“Bagaimana pertemuan dengan Johannes Marliem di Padang?” tanya JPU KPK, Abdul Basir dalam sidang, seperti dikutip Antara.

“Tidak pernah saya [bertemu], memang pernah ada Ketua DPRD [Sumatera Barat] saat saya mau melantik gubernur mengatakan 'saya minta waktu untuk ketemu,' lalu saat saya sampai di rumah ada 2 orang, bule dan 1 orang Chinese, saya tidak tahu namanya,” jawab Gamawan.

“Saya tanya mau ngapain? Dijawab ini mau urus KTP-E, saya jawab saya tidak ada urusan, pergi sana, itu prinsip saya," jawab Gamawan.

"Jadi ada orang bule dan keturunan Chinese?" tanya JPU KPK Abdul Basir.

"Saya tidak tahu namanya tapi permintaan Ketua DPRD, ada bule dan ada keturunan Chinese," kata Gamawan menjawab pertanyaan JPU.

"Nama Ketua DPRD-nya siapa yang mengantarkan bule dan Chinese itu?" Abdul Basi kembali bertanya.

"Lupa saya," jawab Gamawan.

"Kami butuh nama Pak," cecar jaksa Abdul Basir.

“Yultekhnil, Yulteknil, dia Ketua DPRD Sumbar, saya mau lantik gubernur,” jawab Gamawan setelah diminta untuk sebut nama.

Yultekhnil adalah Ketua DPRD Sumatera Barat dari fraksi Partai Demokrat 2009-2014.

“Apa yang dibincangkan?” tanya jaksa Basir.

"Tidak ingat lagi karena tidak mau bertemu. Itu tidak lebih dari 10 menit karena saya tidak ada urusan, jadi ketua DPRD yang minta waktu 10 menit," jawab Gamawan.

"Tahu siapa nama yang keturunan China? Orangnya kecil?" tanya jaksa Basir.

"Tidak tahu karena saya tidak ada urusan," jawab Gamawan.

Jaksa KPK pun lalu menunjukkan foto Johannes Marliem ke Gamawan.

"Saya tidak ingat, kan sampai di Padang Ketua DPRD minta waktu Pak Menteri minta 10 menit saja. Saya kira untuk pelantikan besok, karena besok kan pelantikan gubernur jadi saya persilakan, tapi kok ternyata bawa orang-orang? Saya tanya 'kok bareng-bareng?' Dijawab Ketua DPRD 'Ini kawan-kawan mau ketemu.' Ada lagi orang lain Indonesia, saya tanya dari mana dijawab dari Bappenas, 'ini orang apa? ternyata urusan e-KTP oh saya enggak mau," cerita Gamawan.

Gamawan pun tetap pada sikapnya bahwa dirinya tidak mengenal dan tidak ingat siapa saja orang "bule", "Chinese" dan orang Bappenas yang menemuinya tersebut.

"Saya tidak mau ngobrol, ada juga orang Bappenas ikut ke situ, laki-laki, namanya lupa. Saya tidak mau karena itu kan saya ditipu namanya, ini terjadi sebelum pelantikan Gubernur Sumbar pada 2010," jelas Gamawan.

Dalam sidang kasus e-KTP ini, Gamawan menjadi saksi untuk terdakwa pengusaha Andi Narogong yang didakwa mendapatkan keuntungan 1,499 juta dolar AS dan Rp1 miliar dalam proyek pengadaan e-KTP yang seluruhnya merugikan keuangan negara senilai Rp2,3 triliun.

Sementara Johannes Marliem adalah Direktur PT Biomorf Lone LLC. Dalam proyek e-KTP ini, PT Biomorf adalah penyedia produk automated finger print identification system (AFIS) merk L-1.

Johannes Marliem juga disebut ikut memberikan 200 ribu dolar AS pada Oktober 2012 kepada mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Sugiharto sebagai fee karena konsorsium PNRI dinyatakan lulus evaluasi. Marliem mendapatkan keuntungan seluruhnya berjumlah 14,88 juta dolar AS dan Rp25,242 miliar dari proyek e-KTP.

Sayangnya, Johannes Marliem ditemukan tewas di rumahnya, di Los Angeles pada 10 Agustus dini hari waktu setempat. Berdasarkan pemberitaan media di Amerika Serikat, Johannes Marliem ditulis tewas akibat bunuh diri.

Belakangan, agen FBI Jonathan Holden di media wehoville.com menyatakan Marliem dalam pemeriksaan FBI pada Agustus 2017 mengaku pernah memberikan sejumlah uang dan benda lain kepada pejabat di Indonesia terkait lelang proyek e-KTP pada 2011.

Salah satunya adalah jam tangan merek Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS (sekitar Rp1,8 miliar) yang dibeli dari butik di Beverly Hills dan selanjutnya diberikan kepada Ketua DPR Setya Novanto. Namun, memalui pengacaranya, Freidrich Yunadi membantah soal pemberian jam tangan ini.

Baca juga: Pengacara Setnov Bantah Kliennya Terima Jam dari Marliem

Penegak hukum di Minesotta pun saat ini berupaya menyita aset Marliem sebesar 12 juta dolar AS yang diyakini diperoleh dari skandal yang melibatkan Pemerintah Indonesia.

Menurut Holden, sebelum diperiksa di KJRI Los Angeles, Marliem telah lebih dulu bernegosiasi dengan KPK selama 18 bulan sebelum akhirnya setuju untuk diperiksa pada Maret 2017 di Singapura. Saat itu, Marliem membantah telah menyuap siapapun.

Marliem pun mengaku merekam setiap pembicaraan dengan pejabat pemerintah. Holden mengatakan KPK menyampaikan kepada FBI bahwa perusahaan Marliem yakni PT Biomorf Lone Indonesia menerima lebih dari 50 juta dolar AS untuk pembayaran proyek KTP-E, setidaknya 12 juta dolar AS ditujukan kepada Marliem.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Hukum
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz