tirto.id - Komnas HAM buka suara terkait ihwal penangkapan aktivis dari Pusat Studi Antar-Komunitas (Pusaka) Padang, Sudarto. Pria itu ditangkap lantaran membela umat Kristen di Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung, Sumatera Barat, agar bisa merayakan Natal 2019.
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan pihaknya telah kirim surat ke Kepolisian Daerah Sumatera Barat soal perkara tersebut.
"Kami meminta klarifikasi terhadap penangkapan dan hentikan proses hukum Sudarto, karena dia adalah pembela HAM yang memperjuangkan hak konstitusi warga untuk beribadah," ucap dia di kantor Komnas HAM, Kamis (9/1/2020).
Beka berpendapat fakta yang diungkap oleh Sudarto di media sosial atau kanal lain soal pelarangan ibadah Natal adalah benar.
"Faktanya memang ada, artinya kesepakatan ini membatasi ibadah, bolehnya (perayaan Natal) di rumah. Ini juga pelarangan," sambung dia.
Beka menyorot soal pendekatan restorative justice dalam kasus Sudarto yakni kasus tersebut tidak layak untuk dilanjutkan lantaran tidak ada unsur pidana dan pelarangan Natal betul terjadi.
"Sudarto berposisi membela hak kebebasan beribadah dan berkeyakinan yang belum dipenuhi negara. Seharusnya dia dilindungi, bukan diperlakukan seperti kriminal," jelas Beka.
Perkara Sudarto, lanjut dia, harus jadi pembelajaran kepada pemerintah agar maksimal melindungi kebebasan beribadah masyarakat, pun bagi kepolisian supaya lebih berhati-hati menangani kasus ini.
"Jangan atas nama harmoni, hak konstitusi warga malah diabaikan," tutur Beka.
Sudarto ditangkap di Jalan Veteran Nomor 43/44, Purus, Kecamatan Padang Barat, yang merupakan kantor Pusaka Foundation, Selasa (7/1/2020).
"Tanpa ada perlawanan dan (ia) dibawa langsung ke Ruangan Subdit 5 Siber Ditreskrimsus Polda Sumatera Barat untuk dilakukan pemeriksaan," kata Kabid Humas Polda Sumatera Barat Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto.
Sudarto ditetapkan jadi tersangka dan dijerat Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Ia pun wajib lapor dua hari dalam sepekan lantaran tidak ditahan usai pemeriksaan.
Kuasa Hukum Sudarto, Wendra Rona Putra membenarkan kliennya tidak ditahan. "Betul, sejak pukul 13.30," kata dia ketika dikonfirmasi Tirto.
Pertimbangan utama tidak menahan Sudarto lantaran tersangka dinilai kooperatif dan tidak berbelit-belit dalam menjawab pertanyaan penyidik. Pertimbangan selanjutnya karena ada jaminan dari keluarga, kuasa hukum, dan beberapa tokoh masyarakat lain.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz