Menuju konten utama

Kasus AKBP Bambang Kayun: Bantu Urus Perkara Berujung Suap

Bambang Kayun diduga menerima sejumlah uang dan barang karena membantu dua tersangka agar bebas dari jerat hukum.

Kasus AKBP Bambang Kayun: Bantu Urus Perkara Berujung Suap
Logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap AKBP Bambang Kayun atas kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi dari tersangka kasus pemalsuan surat warisan PT Aria Citra Mulia (ACM).

"Untuk kepentingan dan kebutuhan proses penyidikan, maka yang bersangkutan tersangka BK [Bambang Kayun] dilakukan penahanan selama 20 hari terhitung mulai 3 Januari sampai dengan 22 Januari 2023 di Rumah Tahanan Negara KPK pada Pomdam Jaya Guntur," ujar Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung KPK, Selasa (3/1/2023).

Firli menyebut total uang suap dan gratifikasi yang diterima Bambang Kayun mencapai Rp50 miliar.

"Tersangka Bambang Kayun menerima uang secara bertahap yang diduga sebagai gratifikasi dan berhubungan dengan jabatannya dari beberapa pihak yang jumlah seluruhnya sekitar Rp50 miliar," kata Firli.

Selain uang tunai, Bambang juga menerima mobil mewah dari suap pemalusan surat PT ACM ini.

Berikut ringkasan lengkap kasus tersebut:

Kasus ini bermula saat dua orang berinisial ES dan HW dilaporkan ke Mabes Polri atas dugaan pemalsuan surat.

Salah seorang kerabat mereka kemudian mengenalkan keduanya ke Bambang Kayun yang saat itu dimutasi sebagai Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri.

Pada Mei 2016, ES dan HW menemui Bambang Kayun di salah satu hotel di Jakarta. Dalam pertemuan tersebut, perwira menengah Polri itu diduga bersedia membantu mereka dengan imbalan uang dan barang.

Pada Oktober 2016, Divisi Hukum Mabes Polri menggelar rapat perlindungan hukum atas nama ES dan HW.

"Bambang Kayun kemudian ditugaskan untuk menyusun kesimpulan hasil rapat yang pada pokoknya menyatakan adanya penyimpangan penerapan hukum termasuk kesalahan dalam proses penyidikan," ungkap Firli.

Seiring bergulirnya kasus tersebut, Bareskrim Mabes Polri menetapkan ES dan HW sebagai tersangka.

Bambang kemudian menyarankan dua orang itu menggugat praperadilan penetapan tersangka tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Atas saran ini ES dan HW diduga memberikan uang Rp5 miliar melalui transfer bank kepada Bambang melalui rekening orang kepercayaannya.

Bambang diduga membocorkan isi rapat Divisi Hukum Mabes Polri untuk dijadikan materi gugatan praperadilan, sehingga hakim dalam putusannya mengabulkan dan menyatakan penetapan tersangka tersebut tidak sah.

Setelah penetapan tersangka ES dan HW dinyatakan tidak sah, Bambang diduga diberikan satu buah mobil mewah yang model dan jenisnya ditentukan sendiri.

Pada April 2021, ES dan HW kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri dalam perkara yang sama.

Bambang diduga kembali menerima uang hingga berjumlah Rp1 miliar dari ES dan HW untuk membantu pengurusan perkara dimaksud sehingga keduanya tidak kooperatif selama proses penyidikan dan melarikan diri. Kini ES dan HW masuk dalam DPO Bareskrim.

Atas perbuatannya, Bambang Kayun disangka melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca juga artikel terkait AKBP BAMBANG KAYUN atau tulisan lainnya dari Fatimatuz Zahra

tirto.id - Hukum
Reporter: Fatimatuz Zahra
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Fahreza Rizky