tirto.id - Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen TNI M. Sabrar Fadhilah mengapresiasi kinerja Ditsiber kepolisian Republik Indonesia karena telah menangkap pengunggah informasi tidak benar tentang istri Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto.
Menurut Sabrar, tindakan polisi sudah tepat karena Panglima TNI adalah “pejabat publik yang harus dihormati dan kita jaga bersama."
Meski Hadi sempat menyatakan tidak akan ambil pusing terhadap tindakan seseorang bernama Siti Sundari Daranila tersebut, Fadhilah menilai penangkapan ini perlu dilakukan karena sudah memuat informasi yang tidak benar.
Dalam unggahannya, Siti yang memakai akun Facebook dengan nama Gusti Sikumbang menuliskan bahwa istri dari Panglima TNI bernama Lim Siok Lan, nama yang identik dengan etnis Tionghoa.
“Pemberitaan yang tidak benar tentu memiliki tujuan yang tidak benar, maka harus diluruskan. Apa jadinya kalau negeri ini dipenuhi dengan fitnah dan bohong,” kata Fadhillah saat dihubungi siang tadi Sabtu (16/12/2017).
Ia pun berterima kasih kepada pihak Polri yang sekiranya sudah bekerja cepat untuk memberi efek jera bagi orang-orang yang menyebarkan informasi tidak benar. Menurutnya hal ini sesuai dengan aturan dalam Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 tahun 2008 sebagaimana telah diubah dalam UU 19/2016.
“Semoga hal ini menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk tidak bertindak gegabah mengumbar berita bohong,” katanya.
Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Asep Safruddin menjelaskan bahwa penangkapan ini adalah hasil dari patroli tim siber Mabes Polri.
Penangkapan ini tidak semata-mata hanya karena unggahan Siti soal informasi bohong soal Hadi, tetapi juga tersebab banyak unggahan lain dari akun Siti mengandung ujaran kebencian atau SARA.
Meski begitu, Asep menegaskan bahwa unggahan terkait foto Hadi dan keluarganya yang disertai keterangan nama istri Hadi yang tidak benar serta kalimat ‘Kita pribumi rapatkan barisan...’ tersebut sudah diidentifikasi oleh ahli ITE kepolisian sebagai tindakan yang melanggar ujaran kebencian.
“Pokoknya yang berisi SARA kita masukan. Karena banyak sekali yang diunggah mengandung unsur ujaran kebencian,” terang Asep padaTirto.
Di sisi lain, Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga, Henri Subiakto mengatakan bahwa penjeratan pasal 28 ayat (2) UU ITE kepada Siti sudah sesuai landasan hukum yang berlaku.
Meskipun begitu, ia menganggap unggahan Siti terkait keluarga Hadi sebenarnya tidak bisa begitu saja dikatakan sebagai pelanggaran ujaran kebencian. Ada kemungkinan unggahan tersebut termasuk ke dalam pasal 27 ayat (3) soal pencemaran nama baik.
“Masalahnya kalau pencemaran nama baik, Panglima [Hadi] harus melapor. Kebanyakan pejabat itu mengambil langkah yang dinilai bijak dengan tidak melaporkan, polisi tidak bisa bertindak,” katanya.
Sedangkan polisi sendiri, menurut Henri, kerap menghadapi tekanan publik atau kelompok masyarakat agar mengusut kasus yang sudah menjadi viral.
Ia menduga polisi kemungkinan fokus pada penggunaan kata ‘pribumi’ yang dituliskan Siti dan menjeratnya dengan pasal 28 ayat (2). “Karena kalau 28 ayat (2) itu polisi bisa bertindak tanpa laporan dahulu,” katanya lagi.
Soal adanya informasi tidak benar, sebenarnya juga diatur dalam pasal 28 ayat (1) UU ITE. Namun, Henri menjelaskan bahwa pasal itu tidak bisa digunakan untuk menjerat penyebar informasi hoax terhadap individu atau institusi apabila tidak berkaitan dengan kerugian materiil.
“Itu hanya hoax yang merugikan konsumen, kayak promosi-promosi menipu, penjualan online. Kalau soal persoalan yang terjadi [tentang informasi hoax Panglima TNI] memang sulit dimasukan ke pasal apa,” tandasnya lagi.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Dipna Videlia Putsanra