Menuju konten utama

Kapolri Diminta Proses Temuan Komnas HAM soal Tragedi Kanjuruhan

Komnas HAM meminta Kapolri agar penegakan hukum tidak hanya pelanggaran disiplin, tetapi juga menyasar ke dugaan tindak pidana.

Kapolri Diminta Proses Temuan Komnas HAM soal Tragedi Kanjuruhan
Komisioner Penyelidikan atau Pemantauan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam (kiri) bersama Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Beka Ulung Hapsara (kanan) memberikan keterangan pers terkait hasil temuan Komnas HAM atas Tragedi Kemanusiaan Stadion Kanjuruhan di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (24/10/2022). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/wsj.

tirto.id - Komnas HAM meminta kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menindaklanjuti temuan fakta peristiwa oleh Komnas HAM terkait tragedi di Stadion Kanjuruhan. Komnas HAM juga meminta Polri melakukan penegakan hukum secara transparan.

"Untuk Pak Kapolri, meminta kepada aparat penegak hukum agar menindaklanjuti temuan fakta peristiwa oleh Komnas HAM dalam penegakan hukum dan memastikan proses tersebut berjalan imparsial, bebas intervensi, transparan, serta akuntabel berbasis investigasi ilmiah," ujar anggota Komnas HAM Choirul Anam dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (3/11/2022) dilansir dari Antara.

Selain itu, Anam juga menyampaikan dua rekomendasi dari Komnas HAM kepada Kapolri terkait dengan penegakan hukum terhadap temuan-temuan fakta tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada 1 Oktober 2022 seperti penembakan gas air mata yang berlebihan sehingga menjadi pemicu utama jatuhnya 135 korban meninggal dunia.

Pertama, kata dia, Komnas HAM merekomendasikan kepada Listyo Sigit agar memastikan penegakan hukum yang dijalankan Polri tidak hanya sebatas pelanggaran disiplin atau kode etik, tetapi juga berkaitan dengan dugaan tindak pidana.

"Lalu, penegakan hukum itu juga tidak hanya terhadap pelaku di lapangan, tetapi juga semua pihak yang terlibat dalam kapasitas bertanggung jawab ataupun mereka yang melakukan pembiaran terhadap pelanggaran-pelanggaran yang ada," ucap Anam.

Yang kedua, Komnas HAM merekomendasikan kepada Kapolri agar melakukan evaluasi menyeluruh terhadap keterlibatan aparat kepolisian dalam tata kelola sepak bola Indonesia dengan berstandar pada regulasi yang dikeluarkan oleh FIFA.

"Ini termasuk di dalamnya adalah penggunaan gas air mata ataupun standar dan instrumen lain. Jadi, memang harus diubah," ujar Anam.

Sebelumnya, Anam menyampaikan, berdasarkan pemantauan dan penyelidikan yang telah dilakukan, Komnas HAM menyimpulkan bahwa penembakan gas air mata merupakan pemicu utama jatuhnya banyak korban dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan.

Dia mengatakan penembakan gas air mata dalam tragedi Kanjuruhan telah memicu jatuhnya 135 korban meninggal dunia dan ratusan lainnya mengalami luka ataupun trauma, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam kesempatan yang sama, anggota Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menyampaikan bahwa pihaknya memperkirakan ada sekitar 45 kali penembakan gas air mata dalam tragedi di Kanjuruhan.

Pihak yang menembakkan gas air mata itu, kata dia, adalah personel gabungan, yakni Brimob Polda Jawa Timur dan unit kepolisian Samapta Bhayangkara (Sabhara). Adapun amunisi yang digunakan adalah selongsong kaliber 37 sampai dengan 38 milimeter, Flash Ball Super Pro 44 milimeter, dan anti-riot AGL kaliber 38 milimeter.

"Amunisi gas air mata yang digunakan merupakan stok tahun 2019 dan telah expired atau kedaluwarsa," tambah Beka.

Baca juga artikel terkait TRAGEDI KANJURUHAN

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Editor: Bayu Septianto