tirto.id - Malam 1 Suro 2022 akan jatuh pada 29 Juli, karena 1 Suro diperingati pada 30 Juli 2022. Satu Suro, adalah hari pertama dalam Tahun Baru Jawa. Satu Suro juga bertepatan dengan 1 Muharam atau tahun baru Islam.
Kalender jawa pertama kali diterbitkan oleh Raja Mataram Sultan Agung Hanyokrokusumo 1940 tahun yang lalu, mengacu penanggalan Hijriyah (Islam).
Di sejumlah daerah di Pulau Jawa, Masyarakat Jawa masih tetap dijalani dengan laku atau lampah bathin dan prihatin.
Makna Malam 1 Suro
Menurut laman Peta Budaya Kemendikbud, saat malam 1 Suro tiba, masyarakat Jawa umumnya melakukan ritual tirakatan, lek-lekan (tidak tidur semalam suntuk), dan tuguran (perenungan diri sambil berdoa).
Bahkan sebagian orang memilih menyepi untuk bersemedi di tempat sakral seperti puncak gunung, tepi laut, pohon besar, atau di makam keramat.
Bagi masyarakat Jawa, bulan Suro sebagai awal tahun Jawa juga dianggap sebagai bulan yang sakral atau suci, bulan yang tepat untuk melakukan renungan, tafakur, dan introspeksi.
Cara yang biasa digunakan masyarakat Jawa untuk berinstrospeksi adalah dengan lelaku, yaitu mengendalikan hawa nafsu.
Sepanjang bulan Suro masyarakat Jawa meyakini untuk terus bersikap eling (ingat) dan waspada. Eling artinya manusia harus tetap ingat siapa dirinya dan dimana kedudukannya sebagai ciptaan Tuhan.
Waspada berarti manusia juga harus terjaga dan waspada dari godaan yang menyesatkan. Karenanya dapat dipahami jika kemudian masyarakat Jawa pantang melakukan hajatan pernikahan selama bulan Suro.
Tradisi Malam 1 Suro
Peringatan 1 Suro selalu berjalan dengan khusyuk, orang membersihkan diri lahir batin, melakukan introspeksi, mengucap syukur kepada Allah yang membuat hidup dan menghidupi dunia dan seisinya.
Lelaku malam 1 Suro, tepat pada pukul 24.00 saat pergantian tahun Jawa, diadakan secara serempak di Kraton Ngayogyakarta dan Surakarta sebagai pusat kebudayaan Jawa.
Di Kraton Surakarta, kirab malam 1 Suro dipimpin oleh Kebo Bule Kyai Slamet sebagai Cucuking Lampah. Kebo Bule merupakan hewan kesayangan Susuhunan yang dianggap keramat.
Di belakang Kebo Bule barisan berikutnya adalah para putra Sentana Dalem (kerabat keraton) yang membawa pusaka, kemudian diikuti masyarakat Solo dan sekitarnya seperti Karanganyar, Boyolali, Sragen dan Wonogiri.
Sementara itu di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat memperingati Malam 1 Suro dengan cara mengarak benda pusaka mengelilingi benteng kraton yang diikuti oleh ribuan warga Yogyakarta dan sekitarnya.
Selama melakukan ritual mubeng beteng tidak diperkenankan untuk berbicara seperti halnya orang sedang bertapa. Inilah yang dikenal dengan istilah tapa mbisu mubeng beteng.
Editor: Yantina Debora