tirto.id - Kain kiswah milik Menteri Agama Suryadharma Ali yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi laku dengan harga Rp450 juta dalam acara lelang yang diselenggarakan di gedung KPK, Jakarta pada Rabu (25/7/2018).
Pihak KPK membuka harga lelang kain berukuran 80 centimeter x 59 centimeter tersebut di angka Rp22.500.000. Selepas pengumuman harga lelang, sejumlah penawaran pun dilakukan untuk mendapatkan kain tersebut. Sampai pada akhirnya, kain kiswah jatuh kepada pengusaha Jufri Saad.
Setelah memenangkan kain kiswah, Jufri mengaku bersedia mengeluarkan uang hingga Rp450 juta untuk koleksi. Menurut Jufri, kain kiswah tersebut tergolong lebih murah dibandingkan di Mekah.
"Kain kiswah ini, sebagaimana kita tahu, adalah koleksi terbaik bagi orang muslim. Karena [kain kiswah] tutupnya kabah. Saya ingin untuk koleksi di rumah. Jadi, kalau kita bandingkan harga di Mekah, Rp450 juta itu jauh lebih murah," terangnya.
Menurut pengusaha berusia 50 tahunan tersebut, ia memang mengincar kain penutup kabah itu sejak awal lelang.
Jufri menyatakan berencana untuk membingkaikan kain kiswah tersebut dan tidak berniat menjualnya.
"Tidak, Insyaallah [untuk dipasang] di rumah saja," kata Jufri.
Selain mengambil kain kiswah, Jufri mengaku membeli barang lelang lain. Ia membeli tas kulit serta satu buah handphone.
"Saya dapat kiswah dan lain-lain tadi, tas kulit, ada sama handphone satu," terangnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja sama dengan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta III akan melelang 23 barang rampasan di gedung KPK, Jakarta pada Rabu (25/7/2018).
"Ada 23 barang yang dilelang berupa rumah, tanah, mobil, handphone, kain kiswah hingga batu akik dengan nilai limit atau nilai terendah berkisar antara Rp14 miliar hingga Rp58 ribu," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis (12/7/2018).
Febri menjelaskan, lelang barang rampasan itu merupakan salah satu proses untuk mengembalikan uang yang dinikmati oleh para koruptor kembali kepada masyarakat melalui mekanisme keuangan negara.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Yulaika Ramadhani