tirto.id -
Ia menjelaskan, alat pengukur kualitas udara itu berada di beberapa titik. Antara lain daerah Kota Jakarta Barat, Hotel Indonesia (HI), Jagakarsa Jakarta Selatan, Lubang Buaya Jakarta Timur, dan Kebon Jeruk Jakarta Barat.
Sementara tiga alat lainnya kata dia, bekerja secara mobile keliling di Provinsi DKI Jakarta.
"Pernah juga di car free day di Sudirman. Itu pindah-pindah lah," ujarnya kepada wartawan, Jumat (5/7/2019) siang.
Meskipun sudah memiliki delapan alat pengukur kualitas udara, dirinya menuturkan belum bisa meng-cover seluruh wilayah DKI Jakarta.
"Iya betul sekali [belum bisa cover]. Tapi kan kami representasinya itu per-alat per-wilayah. Kalau meng-cover semua, belum tipologi wilayah terwakili. Tapi perwakilan kota ada," ucapnya.
Kemudian, dirinya menjelaskan jika ingin mengetahui jumlah ideal pemantau udara, harus sesuai dengan riset. Seperti riset yang sudah dilakukan oleh instansi internal maupun eksternal Pemprov DKI Jakarta.
Pada saat melakukam riset tersebut, terdapat beberapa pendekatan. Dirinya mencontohkan, mislanya per 1 juta penduduk dikalikan satu alat.
Sehingga jika seluruh masyarakat DKI Jakarta berjumlah 13 juta penduduk, maka dibutuhkan 13 alat pemantau kualitas udara.
"Pendekatan kedua itu yang mengatakan tergantung grade wilayahnya. Misalnya berapa kilometer persegi. Maka Jakarta perlu 25 alat, karena ada 650 km persegi. 25 [alat] itu jumlah riset ya," terangnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Nur Hidayah Perwitasari