tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Anies mengaku, tahu ada isu deteksi udara buruk dengan teknologi AirVisual yang dimiliki pihak swasta dan bekerja sama dengan Kedutaan Amerika Serikat.
Namun, kata Anies, itu hanya menggambarkan keadaan udara di sekitar Gambir saja, tidak di seluruh Jakarta.
"Jadi, kan, menggambarkan kualitas udara di sekitar Gambir saja. Tapi belum kualitas udara di seluruh Jakarta," kata Anies saat ditemui di Balai Agung, Balai Kota, Jakarta, Jumat (5/7/2019).
Oleh karena itu, pihaknya berencana akan menyediakan alat ukur kualitas udara yang lebih banyak sehingga bisa menjangkau lebih bahyak daerah di Jakarta.
Kualitas udara di Jakarta berstatus tidak sehat dengan angka 164 Air Quality Index (AQI) pada Kamis (4/7/2019) pukul 10.00 WIB. Berdasarkan informasi dari AirVisual, aplikasi pengukuran udara real time, Jakarta menempati urutan kedua kota paling polusif di dunia.
Pekan lalu, selama dua pagi berturut-turut Jakarta bahkan menempati peringkat pertama kota dengan udara paling tidak sehat. Hal itu lantas menjadi perbincangan warganet.
Namun, Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pemprov DKI Jakarta Andono Warih menyatakan, tidak sepakat jika data dari AirVisual dijadikan patokan untuk mengukur kualitas udara di Jakarta secara menyeluruh.
Ia beralasan, AirVisual hanya mengambil data dari alat yang dipasang di tujuh titik saja.
"Karena alat ukurnya di situ, di daerah yang macet, jadi seringkali nilai polusinya lebih tinggi. Kalau ada info mengenai itu (kualitas udara yang buruk) enggak salah, karena di situ (pusat polusi) mengukurnya, tapi kalau digeneralisasi ke Jakarta secara keseluruhan, mungkin kurang tepat," jelas Andono saat ditemui di Gedung DPRD DKI, Rabu (26/6/2019).
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno