tirto.id - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan Jokowi menargetkan angka stunting Indonesia turun hingga 14 persen dari angka 24,4 persen di tahun 2021.
"Beliau mengharapkan bisa mencapai angka 14 persen di tahun 2024. Hitung-hitungan kami turunnya mesti 2,7 persen per tahun ini," kata Budi dalam keterangan usai rapat, Selasa (11/1/2022).
Menurut Budi, target tersebut masih realistis jika pemerintah mampu menurunkan angka stunting rerata 2,7 persen atau 3 persen setahun.
Pemerintah juga mencatat bahwa upaya penurunan stunting 30 persen bergantung pada interval gizi spesifik dan 70 persen pada intervensi gizi sensitif.
Budi menuturkan, Kemenkes fokus pada intervensi gizi yang 30 persen. Budi mengatakan setidaknya ada dua penyebab angka stunting tinggi. Pertama adalah stunting yang terjadi dari sebelum lahir. Ia mengaku, angka stunting pemicu stunting sebelum lahir di Indonesia mencapai 23 persen. Sementara itu, intervensi setelah lahir kenaikan tertinggi terjadi setelah masa menyusui.
"Setelah menyusui masih bagus, begitu selesai asi dia kan harus dikasi makanan tambahan, di situ banyak meleset. Banyak kekurangannya, sehingga stuntingnya naik lagi ke atas. Nah, dua titik lemah inilah yang kita fokuskan diintervensi spesifik yang menjadi tanggungjawab Kemenkes," kata Budi.
Sejumlah langkah intervensi spesifik dengan mengubah kebutuhan obat suplemen. Kemudian ada intervensi lain berupa peningkatan konsultasi ibu hamil untuk mencegah stunting.
Pada intervensi sebelum lahir, pemerintah menargetkan penambahan alat USG di puskesmas. Saat ini, Indonesia hanya mempunyai 2.000 alat USG padahal alat tersebut penting untuk mengetahui perkembangan anak.
"Sehingga kalau ada kemungkinan dia kekurangan gizi karena perkembangan yang tidak baik dilihat dokter pada saat USG kita bisa melihat intervensi sebelum lahir. Itu yang akan kita lakukan tahun ini," kata Budi.
Setelah bayi lahir, pemerintah akan mengintervensi dengan berupaya memperbaiki gizi. Pertama pemerintah akan berupaya promosi edukasi agar ibu-ibu memberikan ASI. Mereka mendorong agar tidak hanya kalori, tetapi juga konsentrasi protein hewani.
"Nah, yang paling sukses di dunia adalah dikasih satu telur satu hari. Nanti sudah di atas 12 tahun dikasi susu, susunya harus susu UHT ya, bukan susu kental manis karena susu kental manis itu isinya gula, tetapi ini harus dikasi susu UHT," kata Budi.
Budi pun mengatakan, intervensi program satu telur satu susu akan diambil dari dana desa atau dana khusus. Kemudian, balita ke depan harus diukur secara berkala dari 6 bulan menjadi tiap bulan.
"Nah, kita masukkan intervensi ketiga kita melengkapi semua alat ini, alat mengukur berat tinggi di seluruh desa," kata Budi.
Intervensi lain adalah ada upaya rujukan ke puskesmas jika ada berat bayi kurang. Puskesmas akan terlibat dalam upaya intervensi tambahan gizi. Jika bayi masih kurang, bayi langsung dibawa ke rumah sakit. Ke depan rumah sakit akan menanggung pengobatan sesuai BPJS Kesehatan karena ada yang belum ditangani.
"Kemudian kita pastikan kalau dia sudah stunted itu tata laksana gizinya harus lebih baik di rumah sakit, ada namanya PKMK, makanan khusus, itu kita masukkan ke paket bpjs agar bayi yang stunted ini bisa adress di rumah sakit," kata Budi.
Terakhir pemerintah akan mendorong imunisasi. Jika bayi sakit gizi bukan untuk tubuh tetapi untuk mengobati penyakit bayi. Oleh karena itu, pemerintah mendorong agar bayi tidak sakit dan ditambah dengan imunisasi lengkap. Ia pun mengaku vaksinasi bayi akan diintegrasikan dengan vaksinasi COVID.
"Jadi monitoringnya berbasis teknologi dan real time. Kita juga menambah dua vaksinasi dasar yang banyak berakibat thp inveksi bayi-bayi ini seribu hari pertama agar merrka tidak sakit yaitu vaksinasi Pneumonia dan juga diare," kata Budi.
"Dengan demikian selama dua tahun pertama selama seribu hari dia tidak kena sakit sehingga semua gizi yang masuk dipakai buat pertumbuhan bukan untuk melawan penyakitnya," tutur Budi.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Restu Diantina Putri