tirto.id - Pemerintah Joko Widodo didorong menerapkan wealth tax (pajak kekayaan) kepada kelompok superkaya untuk mengatasi dampak pandemi COVID-19. Langkah ini dinilai penting agar negara tidak hanya menjadikan utang sebagai solusi.
Direktur Eksekutif The PRAKARSA Ah Maftuchan mengatakan pemerintah perlu menggali sumber pendapatan perpajakan selain menambah utang. Strategi yang dapat dipilih adalah melakukan mobilisasi sumber daya domestik dengan menerapkan wealth tax (pajak kekayaan) kepada kelompok superkaya.
“Pandemi Covid-19 adalah momentum untuk melakukan perubahan sistem perpajakan secara fundamental. Pajak harus dikembalikan sebagai sumber dan alat redistribusi kekayaan bangsa secara adil dan merata. Penerapan wealth tax kepada miliader sangat tepat agar pemerintah memiliki tambahan dana untuk menjalankan program jaminan sosial, bantuan tunai dan program pemulihan ekonomi rakyat dari dampak Covid-19,” kata Ah Maftuchan dalam rilis yang diterima Tirto, Rabu (28/4/2021).
Menurut Maftuchan, semenjak Covid-19 masuk di Indonesia pada Maret 2020, penerimaan pajak Indonesia menurun secara signifikan. Penurunan penerimaan negara terjadi karena berkurangnya aktivitas ekonomi sebagai akibat dari regulasi nasional maupun internasional terkait penanganan virus tersebut.
Di sisi lain, kata Maftuchan, belanja negara meningkat cukup signifikan untuk membiayai program kesehatan, social safety net dan juga pemulihanan ekonomi nasional. Akibatnya, defisit APBN pada 2020 meningkat hingga mencapai lebih dari 6 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
“Sekarang adalah saatnya Presiden Jokowi melihat pajak kekayaan sebagai suatu langkah yang konkret sebagai sumber pendapatan negara untuk pembiyaan pemulihan pandemi. Saya yakin orang superkaya masih punya komitmen untuk membayar lebih sebagai bagian dari budaya gotong royong. Warga superkaya yang total kekayaan bersih lebih dari 140 miliar rupiah setahun dapat disasar dengan membayar pajak kekayaan 1 persen dari total hartanya,” kata Maftuchan, yang juga menjabat sebagai Koordinator Forum Pajak Berkeadilan Indonesia dan Co-Coordinator Tax and Fiscal Justice Asia (TAFJA).
Wealth tax sebenarnya bukanlah hal yang baru, tapi semakin menemukan relevansinya di tengah pandemic, kata dia. Organisasi internasional seperti OECD dan IMF mendukung penerapan ide ini. Bahkan ide wealth tax juga didukung oleh kalangan miliader di negara maju dan berkembang yang tergabung dalam organisasi Millionaires for Humanity.
Dalam surat petisi yang dikirimkan oleh Millionaires for Humanity, sejumlah miliarder menyatakan kesediaannya untuk membantu negaranya melalui pembayaran pajak kekayaan yang dimilikinya untuk digunakan dalam penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi.
Selain itu, kurangnya sumber daya pemerintah untuk mencapai SDGs tidak dapat dipenuhi hanya melalui filantropi, namun harus dengan mobilisasi sumber pajak baru salah satunya adalah melalui penerapan wealth tax. Sebanyak 150 miliarder dari seluruh dunia telah menandatangani petisi penerapan wealth tax. Petisi ini juga didukung oleh dua ekonom ternama dunia seperti Jeffrey Sachs dan Gabriel Zucman.
Di Indonesia, polling dilakukan oleh Glocalities dan Millionaires for Humanity telah mewawancarai 1.051 masyarakat sebagai responden. Hasilnya, sebanyak 79 persen responden mendukung penerapan wealth tax di Indonesia di mana orang yang memiliki lebih dari 140 miliar rupiah harus membayar pajak tahunan tambahan sebesar 1 persen.
Responden meyakini wealth tax penting untuk membantu mendanai pemulihan ekonomi dan membantu masyarakat yang terdampak Covid-19. Hanya 4 persen responden yang menolak gagasan tersebut. Hasil polling ini menegaskan dukungan yang tinggi terhadap kebijakan redistribusi kekayaan melalui penerapan wealth tax.
“Hasil polling tersebut memperkuat bukti bahwa warga semakin mengharapkan pemerintah bersedia menerapkan kebijakan khusus kepada kelompok superkaya untuk berkontribusi lebih besar dalam membayar pajak,” kata Martijn Lampert, Direktur Riset Glocalities.
Millionaires for Humanity dalam kampanyenya di Indonesia menggandeng The PRAKARSA, sebagai organisasi riset yang memimpin berbagai inisiatif reformasi kebijakan perpajakan di Indonesia dan Asia.
Editor: Maya Saputri