Menuju konten utama

Jesslyn Katherine Bicara Internship & Dana Kampanye Rp100 Juta

Jesslyn ingin membawa aspirasi sekaligus memberdayakan seluruh warga yang tinggal di wilayah Penjaringan, Pademangan dan Tanjung Priok.

Jesslyn Katherine Bicara Internship & Dana Kampanye Rp100 Juta
Header Jesslyn Katherine. tirto.id/Tino

tirto.id - Jesslyn Katherine, menjadi perempuan Tionghoa pertama yang bertarung menduduki posisi sebagai wakil rakyat di tingkat DPRD Dapil III DKI Jakarta, dari Partai Golkar. Wanita kelahiran 1995 itu, ingin membawa aspirasi sekaligus memberdayakan seluruh warga yang tinggal di wilayah Penjaringan, Pademangan dan Tanjung Priok.

“Saya balik ke Indonesia dan memutuskan maju untuk menjadi caleg DPRD DKI Jakarta Dapil III, mewakili rakyat di mana saya lahir dan besar,” ujar Jesslyn membuka percakapan kepada Tirto, di Muara Karang, Penjaringan, Jakarta Utara, Rabu (31/1/2024).

Debut Jesslyn di dunia politik diawali saat menjadi koordinator atau peneliti di Golkar Institute. Modal tersebut kemudian dikombinasikan dengan segudang pengalamannya ketika mengenyam pendidikan di salah satu perguruan tinggi di Amerika Serikat (AS).

“Aku memberanikan diri untuk apa yang saya pelajari di luar sana, apa yang bisa diadaptasikan, apa yang bisa diimplementasikan di negara saya, di daerah saya. Menurut rakyat dan saya bisa memajukan wilayah tersebut,” ucap Jesslyn.

Namun, di tengah optimismenya, belakangan nama Jesslyn justru ramai terdengar. Pernyataan Jesslyn di salah satu Podcats Youtube sempat mendadak viral lantaran menyebut nyaleg sebagai ‘internship’ hingga transparansi soal biaya dikeluarkan untuk nyaleg. Kepada Tirto, Jesslyn menjelaskan makna ucapan tersebut.

Berikut ini petikan wawancara reporter Tirto, Dwi Aditya Putra dengan Jesslyn Katherine:

Mungkin belum banyak yang tahu Jesslyn, bisa diperkenalkan lebih dahulu dan latar belakangnya seperti apa?

Nama saya Jesslyn Katherine. Saya lahir dan besar di Indonesia. Tapi di umur 13 tahun saya merantau pendidikan high school di Australia, lalu lanjut kuliah di Amerika, di Boston, New York. Di sana saya menempuh banyak pengalaman politik.

Lalu tahun 2023 saya balik ke Indonesia dan memutuskan maju untuk menjadi calon legislatif (caleg) DPRD DKI Jakarta Dapil III, mewakili rakyat di mana saya lahir dan besar.

Kenapa memutuskan untuk masuk ke dunia politik? Bukan kah posisinya sudah nyaman di dunia praktisi pendidikan?

Karena teori dan praktik itu sangat berbeda. Apalagi di politik ini dinamisnya sangat berbeda setiap harinya. Dan teori itu selalu konstan.

Maka dari itu, aku memberanikan diri untuk apa yang saya pelajari di luar sana, apa yang bisa diadaptasikan, apa yang bisa diimplementasikan di negara saya, di daerah saya, menurut rakyat dan saya bisa memajukan wilayah tersebut.

Jadi itu butuh proses. Politik itu tidak langsung dalam satu hari [jadi]. Bisa ada yang menjadi 10 tahun nanti, 20 tahun nanti. Tapi itu tergantung dari keberanian dan kemauan punya hati yang benar-benar mau mewakili rakyat.

Jesslyn Katherine

Jesslyn Katherine. tirto.id/Dwi Aditya Putra

Di Golkar sendiri sejak kapan?

Saya masuk di Golkar itu mulai dari Golkar Institute. Itu sekolah pendidikan public policy-nya. Itu pertama kali yang membuka saya untuk melihat ada potensi yang saya bisa bantu Indonesia dan memajukan negara lebih maju, makin progresif.

Dari Golkar Institute, saya kenal banyak beberapa mentor dan pengajar-pengajar sana. Para ahli di bidangnya seperti public policy (kebijakan publik), ada di bidang ekonomi dan lain. Saya mulai banyak berinteraksi dengan mereka, dan saya mulai dengan bantu dulu kerja dari riset.

Lalu saya setelah berdiskusi, saya ambil keputusan bahwa saya memang mau maju untuk mewakili partai Golkar di daerah saya.

Berarti atas keinginan sendiri? Atau dari orangtua dan dorongan partai?

Keinginan sendiri. Karena saya masuk politik pun karena kemauan sendiri dari baca satu buku yang itu saya bilang 'No, I want to be a politician.' I have a call atau panggilan. Dan itu tidak bisa dijelaskan kata-kata.

Sekarang fokus di Dapil III yang notabene sebagai wilayah Penjaringan, Pademangan dan Tanjung Priok. Selama safari permasalahan besar apa sering didengar dari warga?

Jadi Penjaringan, Pademangan, dan Tanjung Priok itu ada permasalahan yang sama. Seperti misalnya harga bahan pokok yang mahal. Namun, ada permasalahan yang beda.

Misalnya di Penjaringan, banjir itu lebih memprihatinkan. Sampah yang tidak bisa dikelola dan dibiarkan begitu saja.

Namun, di Pademangan dan Tanjung Priok beda lagi. Tentu saja di Tanjung Priok, banyak yang bekerja di pelabuhan itu ada yang sudah tua tidak bisa cari kerja lagi. Jadi itu juga salah satu isu tentang keterbatasan umur, masalah pekerjaan dan juga ada banyak yang mengalami kecelakaan, itu mereka juga susah cari kerja [ karena keterbatasan fisik].

Jadi isunya beraneka ragam. Namun, yang paling utama itu adalah mereka cuma mau [harga] bahan pokok itu turun. Karena itu menyangkut keseharian mereka. Ini yang membuat prihatin. Aku percaya tidak cuma aku yang memperjuangkan itu, caleg-caleg lain juga.

Kedua, soal lapangan pekerjaan yang terdampak karena batasan usia. Itu jadi tidak hanya anak muda, tapi juga ibu-ibu dan bapak-bapak yang butuh pekerjaan tetap.

Permasalahan itu sudah didengar, lalu apa program yang ditawarkan kepada mereka?

Jadi sudah pasti ketika mengajukan diri jadi caleg ini kan pasti ada program dulu ya. Program yang saya susun sesuai dengan diskusi dari ketua RT/RW dan kelurahan. Jadi kita selalu berdialog dan mereka memberi arahan ke saya.

Pertama, program vokasi dalam bidang pendidikan. Saya lahir kan di keluarga pebisnis food and beverage (F&B). Keluarga yang punya bidang sekolah kuliner. Saya pakai resource itu untuk memberdayakan itu.

Jadi yang untuk membuka lapangan pekerjaan dengan cara vokasi training. Bikin program baking and cooking (memasak dan membuat kue) yang itu isinya di mana warga-warga kita undang gratis.

Mereka bisa belajar cara bikin kue, cara memasak, belajar teori cara bagaimana jualan online dan bagaimana mengimplementasikan itu di lapangan.

Bahan-bahan pokok yang kita pakai untuk bikin baking and cooking itu bahan-bahan yang bisa dicari di warung-warung mereka. Jadi kita selalu melihat konteks dan kondisinya. Jadi ketika mereka pulang ‘Oh iya tidak sia-sia ya yang saya belajar’. Karena kan teori sangat luas, sehingga tidak konkret lagi ke daerah mereka itu.

Kedua, yang saya jalanin itu adalah sembako murah. Itu karena arahan juga dari Ketua RT/RW di daerah itu. Mereka bilang ‘Mbak Jesslyn coba diusahakan bikin lah sembako murah’ karena memang bahan pokok sangat lah mahal dan dengan sembako murah ini bisa meringankan beban mereka. Kita dengerin dong. Itu yang saya jalani.

Soal keluhan banjir tadi menarik. Karena ini masalah yang tidak terselesaikan sebenarnya. Apa yang akan Jesslyn lakukan ketika nanti terpilih?

Banjir itu adalah salah satu saya sebagai warga sini juga (bingung). Dulu kita tinggal di daerah Muara Karang ini juga sangat terdampak ya. Salah satu yang mungkin kita sesimpel yang bisa lakukan itu adalah [pengelolaan] sampah.

Kedua, kita perhatikan dalam pipa-pipa saluran yang mungkin tidak pernah diurusin. Jadi harus turun tangan kita berdialog dan selalu berinteraksi dengan RT, RW dan kelurahan.

Kemarin sempat viral pernyataan Jesslyn. Salah satunya soal nyaleg yang dianggap seperti program internship alias magang yang tidak dibayar. Mungkin bisa dijelaskan maksudnya bagaimana?

Jadi kata internship itu pertama beda interpretasi ya. Aku sudah baca semua komentar-komentar itu. Konsep kata internship itu tidak jauh dengan mencari pengalaman kerja. Internship yang aku maksud itu adalah [tugas caleg sebagai] penampungan aspirasi warga yang nanti kalau diizinkan untuk duduk akan diperjuangkan di tingkat legislatif.

Diizinkan itu maksudnya apa? Caleg kan bisa terpilih dan tidak ya. Itu semua hak rakyat. Dan posisi saya sekarang dalam program ini adalah selalu berkolaborasi dengan rakyat. Agar mendapatkan ide, karya dan juga program-program yang sesuai dengan keinginan masyarakat di Dapil III ini. Bukan dari keinginan saya.

Jadi apa yang saya jalani ini adalah satu perjuangan yang tidak akan saya sesali dan saya bersyukur. Saya mau kalau diizinkan mewakili rakyat itu dari pengalaman ini menjadi satu yang konkret dan solid. Jadi saya bisa menjadi wakil rakyat yang sesuai dengan keinginan rakyat.

Setelah mengetahui pernyataan internship itu ramai dan viral, bagaimana perasaannya saat itu?

Iya ini pertama kali saya viral. Jadi menurut saya ini satu yang positif. Nangis ada. Siapa bilang tidak nangis ya kan. Tapi it's okay. Karena komentar itulah yang membangkitkan aku untuk menyadari tidak semua orang sependapat dengan aku. Jadi aku harus menghargai. Itulah demokrasi. Kita ada freedom of speech.

Jadi saya satu per satu pelajari di komentar itu dan saya akan memperbaiki perkataan-perkataan ke depannya ini memang lebih pantas dan cocok dalam konteks misalnya pemilu, atau kalau nanti saya sudah duduk [lesiglatif].

Jesslyn sangat berterima kasih dan akan cerna dengan baik-baik dan akan diperbaiki ke depannya untuk lebih baik.

Soal pengeluaran biaya nyaleg ini sempat ramai, karena angkanya juga disebutkan Rp100 juta. Apakah ini murni dari kantong pribadi atau ada dukungan dana lain? Dan peruntukannya untuk apa saja?

Jadi dana yang Jesslyn dapatkan ini [dari] pribadi. Dari keluarga dan sahabat-sahabat terdekat. Itu murni. Dan biaya ini itu digunakan untuk program dan aspirasi warga yang disampaikan kepada Jesslyn. Program baking, kemudian sembako murah.

Lalu misal warga butuh kebutuhan misalnya peralatan medis seperti kursi roda atau apa kita usahakan.

Jadi itu dana langsung ke rakyat. Dan juga untuk biaya tim internal di lapangan. Terus juga Alat Peraga Kampanye (APK). APK itu luar biasa banyak.

Jadi aku lebih baik jujur, transparan masalah biaya di awal. Karena tahu budaya kultur Indonesia kalau masalah ‘pembahasan uang’ itu bisa ke mana saja. Jadi saya mau menjadi caleg yang kampanye saya itu terbuka.

Baik dalam program saya, aktivitas saya, jati diri saya, keuangan saya itu terbuka semua. Karena pemimpin muda yang transparan itu penting. Itulah yang kita perjuangkan.

Jesslyn Katherine

Jesslyn Katherine. tirto.id/Dwi Aditya Putra

Kemarin banyak yang bilang Jesslyn soal belajar kultur di Indonesia, mungkin bisa dijelaskan?

Karena Indonesia ini sangat dinamis ya. Jadi budaya Indonesia ini sangat dinamis, DKI Jakarta juga sangat dinamis ya. Jadi waktu aku turun ke lapangan ini, aku banyak belajar dari RT, RW, kelurahan itu budaya itu sangat berbeda. Dari cara berkomunikasi, cara observasi seseorang itu berbeda semua.

Jadi kita harus mempelajari itu hari demi hari. Makanya kita harus melakukan itu. Dan juga saya grow up (bertumbuh) di suatu kultur dan budaya. Untuk menjadi caleg mewakili rakyat, itu harus bisa menaungi semua budaya itu. Dengan cara apa? Dengan cara kita tidak boleh asumsi.

Makanya pencalegan ini lah kesempatan kita untuk mempelajari dan juga mengerti. Ibaratnya, saya bisa menaruh diri kita di sepatu orang itu. Dan itu pelajaran sangat mahal, tidak segampang itu. Jadi kita harus merendahkan hati untuk bisa masuk ke budaya itu.

Terkait dengan pemilih muda, mayoritas suara saat ini dari anak muda. Bagaimana Jesslyn menangkap suara mereka?

Kita harus terbuka dengan masukan anak muda. Karena anak muda sekarang tidak suka dibantah ya. Jadi kita harus mau merendahkan hati dan kita harus terima masukan mereka. Karena itu kebaikan. Karena generasi ke depan ini yang akan menjadi pemimpin masa depan.

Jadi cara Jesslyn untuk bisa berkolaborasi dengan anak muda agar mendapatkan dukungan itu adalah selalu memberikan program atau mengadvokasikan isu yang mereka ingin Jesslyn perjuangkan. Jesslyn selalu taruh mereka dulu, dibandingkan Jesslyn.

Sasaran Jesslyn ini umum atau fokus di anak muda?

Saya umum sebenarnya. Jadi karena saya melihat kalau daerah saya lebih banyak ibu-ibu ya, dan ibu-ibu adalah salah satu konstituen saya yang selalu welcome dan mungkin ada connection iya. Jadi aku selalu di welcome dengan senyuman hangat. Cara kita berinteraksinya lebih enak. Dan juga terbuka dengan rasa yang mereka ingin sampaikan kepada Jesslyn.

Setiap kali Jesslyn turun selalu diingatkan. ‘Ingat ya mbak kalau sudah duduk jangan lupa turun. Saya doakan mbak duduk. Perjuangan mbak itu tidak sia-sia’ jadi inget harus balik ke rakyat lagi.

Tantangan-tantangan Jesslyn di lapangan ketika bersafari itu seperti apa?

Tantangan Jesslyn alami ketika safari itu bukan sesuatu yang buat Jesslyn down gitu. ‘Oh kalau gitu gua gak pantas caleg’. Tidak. Itu malah mengajarkan kita, kita itu tidak lebih baik dari mereka.

Jadi kalau tidak diizinkan (terjadi penolakan) di suatu tempat tidak apa. Kita ke tempat lain dulu. Selalu berjuang ke tempat-tempat itu, sampai akhirnya orang itu akhirnya mau terbuka. Kita juga kalau mereka butuh bantuan apa kita tidak akan menolak.

Bagaimana Jesslyn melihat peran pemimpin perempuan dan anak muda yang saat ini mungkin lagi tren?

Bagus sekali. Dan Partai Golkar adalah satu partai yang memperjuangkan karya-karya anak muda yang belum mendapatkan kesempatan untuk berinovasi, berkreatif, reskilling and up skilling dan itu prospeknya bagus.

Dan kita anak muda juga harus belajar. Kita tidak boleh tidak mendengar yang lebih senior juga. Kita harus bisa berdialog bersama.

Lebih banyak anak muda dan perempuan juga bagus. Karena banyak isu-isu yang ibu-ibu sampaikan saat saya turun ke lapangan yang tidak bisa disampaikan mungkin inspirasi mereka bisa direalisasikan. Muda tua sebenarnya yang penting balik lagi visinya apa, misinya apa.

Kalau visi misi saya adalah: Kepedulian, Keadilan, dan Kesejahteraan. Dan itu tidak memandang umur apapun, gender ataupun etnis. Jadi semua rata. Jadi kita semua anak muda harus punya mindset itu.

Apa yang Jesslyn lakukan ketika nanti duduk di legislatif di 100 hari pertama?

Hari pertama kalau Jesslyn diizinkan duduk ya itu akan balik ke rakyat dulu. Karena kan balik lagi ke rakyat. Kita akan diskusi pertama sama RT, RW, kelurahan dialog dulu. Oke, di daerah Penjaringan kebutuhannya ini, legislatif yang harus diperjuangkan ini. Pademangan seperti itu dan Tanjung Priok juga seperti itu.

Jadi kita masuk bukan dengan asumsi, tapi kita pakai pengalaman caleg ini ditambah lagi dengan dialog lagi untuk meyakinkan lalu masuk ke dalam bidang legislatif. Karena ini sudah masuk bidang legislatif. Jadi aspirasi itu bisa menjadi satu Undang-Undang yang diperjuangkan.

Baca juga artikel terkait WAWANCARA atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Politik
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Maya Saputri