tirto.id - Bank Sentral Jepang (BOJ) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan, dari -0,1 persen menjadi 0-0,1 persen pada Selasa, 19 Maret 2024. Menanggapi hal tersebut, Bank Indonesia (BI) menyatakan tidak berdampak pada ekonomi di Tanah Air.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menuturkan bahwa kebijakan Jepang menaikkan suku bunganya tidak berpengaruh besar terhadap perekonomian di dalam negeri. Hal ini seperti pergerakan inflow dan outflow, juga pada nilai tukar rupiah atau kurs.
“Pergerakan nilai tukar berbagai negara itu sangat ditentukan juga oleh kekuatan nilai tukar Dolar AS yang masih cukup kuat,” ucap Perry dalam dalam konferensi pers Pengumuman Hasil RDG Maret 2024, Jakarta, Rabu (20/3/2024).
Perry juga menyoroti bahwa beberapa pekan terakhir, tekanan terhadap nilai tukar rupiah meningkat seiring dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi. Dalam hal ini, kurs rupiah masih tergantung pada pergerakan Dolar Amerika Serikat (AS).
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti, menjelaskan bahwa kebijakan BOJ menaikkan suku bunga tak berdampak signifikan pada kondisi pasar. Terlebih, kenaikan suku bunga tersebut tidak membuat mata uang yen menguat.
“Terkait [suku bunga] Jepang, kami belum melihat dampaknya yang signifikan terhadap rupiah,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Bank Indonesia melaporkan bahwa nilai tukar rupiah tetap terkendali didukung oleh kebijakan stabilisasi Bank Indonesia.
Di tengah dinamika penyesuaian aliran modal asing di pasar keuangan domestik sejalan dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi, perkembangan nilai tukar rupiah melemah sebesar 2,02 persen dibandingkan dengan level akhir Desember 2023.
Pelemahan tersebut masih tergolong lebih baik dibandingkan dengan Ringgit Malaysia, Won Korea, dan Baht Thailand yang masing-masing melemah sebesar 3,02 persen, 3,87 persen, dan 5,39 persen.
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Irfan Teguh Pribadi