tirto.id - Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bantuan Sosial Sembako dalam Rangka Penanganan COVID-19 Matheus Joko Santoso dijatuhi hukuman delapan tahun penjara.
Jaksa KPK menilai Matheus telah terbukti menerima suap terkait pengadaan bansos sembako dalam penanganan covid-19.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Matheus Joko Santoso dengan pidana penjara selama 8 tahun," kata jaksa KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (13/8/2021).
Matheus juga dituntut membayar denda sebesar Rp400 juta subsidair 6 bulan kurungan. Selain itu, jaksa juga menuntut hakim menjatuhkan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp1.560.000.000 dalam waktu 1 bulan dengan ketentuan jika tidak dibayar maka harta bendanya akan disita dan dilelang, dan jika tidak mencukupi maka dipenjara selama satu tahun.
Jaksa mengatakan Matheus telah terbukti menerima uang dari sejumlah pengusaha penyedia bansos sembako. Uang itu antara lain Rp1.280.000.000 dari pengusaha penyedia bansos Harry Van Sidabukke; Rp1.950.000.000,00 dari Ardian Iskandar Maddanatja; dan sekitar Rp29.252.000.000,00 dari pengusaha penyedia bansos lainnya.
Uang itu diberikan terkait dengan penunjukan PT Pertani (Persero), PT Mandala Hamonangan Sude dan PT Tigapilar Agro Utama serta beberapa penyedia barang lainnya dalam pengadaaan Bansos Sembako Dalam Rangka Penanganan COVID-19 pada Direktorat PSKBS Kementerian Sosial Tahun 2020.
Tak cuma itu, Matheus juga dinilai terbukti melakukan korupsi berupa ikut dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan. Lebih rinci, di tengah proses distribusi bansos, Matheus membentuk perusahaan PT Rajawali Parama Indonesia dan perusahaan ini lantas diberikan jatah untuk pengadaan bansos sembako dalam penanganan COVID-19.
Atas perbuatannya, Matheus dinilai melanggar dua pasal sekaligus yakni Pasal 12 huruf b dan pasal 12 huruf i Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001.
Dalam menjatuhkan tuntutan ini, jaksa mempertimbangkan alasan pemberat dan alasan yang meringankan. Sebagai pemberat, jaksa mengatakan perbuatan Matheus tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kemudian, perbuatan bejat itu dilakukan saat kondisi darurat pandemi covid-19.
Namun, sebagai alasan meringankan jaksa menyebut Matheus belum pernah dihukum, Matheus juga mengakui dan menyesali perbuatannya.
Selain itu, Matheus juga mendapat status pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum alias justice collaborator.
Alasan utama Matheus mendapat status itu adalah karena keterangannya membantu mengungkap kejahatan pihak yang lebih besar, yakni Menteri Sosial Juliari P. Batubara. Selain itu, Matheus juga bukan pelaku utama, jaksa menyebut Matheus hanya perpanjangan tangan dari Juliari.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Bayu Septianto