tirto.id - Rumah berlantai dua di Jalan Menteri Supeno itu baru sebulan selesai ketika sang pemilik, Iwan Andranacus, ditangkap Satuan Reserse Kriminal Polresta Surakarta. Iwan, seorang pengusaha terkenal Solo yang punya sebuah pabrik cat, diduga dengan sengaja menabrak Eko Prasetio, pemotor yang cekcok dengannya, di simpang empat Pemuda, Jalan RM Said, Kota Surakarta. Kasus ini menewaskan Eko seketika.
Rumah baru Iwan berjarak hanya sepelemparan batu dari tempat tinggal Eko di Asrama Polisi Manahan. Dua rumah ini hanya dibatasi Jalan Menteri Supeno.
Ketika kami menyambangi rumah Iwan pada 5 September 2018, rumah itu tinggal dipoles akhir. Buruh bangunan masih hilir mudik di depan rumah, membenahi trotoar, dan dari dalam masih terdengar seseorang mengelas.
“Tidak ada orang di rumah, coba datangi rumah satu lagi di Karanganyar,” kata Wahyudi, satpam yang menjaga kediaman Iwan kepada Tirto.
Wahyudi berkata tak mengetahui kasus yang menimpa bosnya. Ia mengaku baru bekerja selama tiga bulan dan ditugaskan menjaga rumah bersama satu temannya.
“Saya tidak tahu-menahu, cuma lihat saja pas rekonstruksi (tabrakan),” kata Wahyudi.
Menurut Sekar—bukan nama sebenarnya—tetangga yang punya warung angkringan di depan rumah Iwan, Iwan terlihat di rumah sehari sebelum ditangkap. Sekar melihat Iwan memerintahkan para buruh bangunan agar merapikan trotoar tempat Sekar berjualan.
Sekar mengenal Iwan sebagai sosok yang baik dan cepat tanggap jika dimintai pertolongan oleh warga di lingkungan rumah barunya. “Kalau ada apa-apa pasti menolong. Kalau dimintai bantuan uang atau apa, pasti membantu,” ujar Sekar.
Adi, tetangga Iwan, membenarkan bahwa bos PT Indaco Warna Dunia itu memang dikenal baik. Iwan tak segan-segan memberi pertolongan. “Tanaman-tanaman ini juga dia (Pak Iwan) yang kasih,” ujar Adi, menunjuk sejumlah tanaman di dekat warung angkringan milik Sekar.
Adi enggan mengomentari kasus dugaan pembunuhan yang menjerat Iwan pada 22 Agustus lalu, tepat di hari libur Iduladha.
Dikenal Temperamental
Jabatan Iwan adalah Presiden Direktur PT Indaco Warna Dunia, perusahaan cat kondang yang beralamat di Jalan Raya Solo-Sragen Km 13,2, Karanganyar, Jawa Tengah. Sesuai Kartu Tanda Penduduk, Iwan tinggal di Jalan Nakula II, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar. PT Indaco terlibat dalam sejumlah proyek-proyek pemerintahan di Surakarta. Indaco bahkan pernah mensponsori Persib Bandung dan proyek pintu air Pantai Indah Kapuk Jakarta.
Meski dikenal sebagai pribadi baik oleh para tetangganya, tapi ada citra lain pada diri Iwan, terutama di kalangan karyawan perusahaannya. Iwan dikenal sosok yang emosional ketika pegawainya melakukan kesalahan. Begitu pula ketika di jalanan.
“Saya dulu termasuk sering bepergian satu mobil dengan Pak Iwan keluar kota. Selama ini dia sering reaktif kalau lagi di jalan raya,” kata Dika, bukan nama sebenarnya. Dika adalah mantan pegawai Indaco. “Pernah suatu kali ia disalip di jalan raya. Pak Iwan emosinya tinggi dan mengejar orang yang menyalip dia," lanjut Dika kepada Tirto pada Sabtu terakhir Agustus lalu.
Iwan, kata Dika, terbiasa menyetir mobilnya meski memiliki sopir pribadi. “Sayangnya, ia juga termasuk temperamental. Saat di perusahaannya juga begitu,” tutur Dika.
Hal senada diungkapkan oleh Amin, mantan karyawan Iwan yang sekarang menjadi kolega bisnisnya. Amin pertama kali kenal Iwan pada 2009. Saat itu ia baru masuk di Indaco. Kerja bagus Amin diganjar kepercayaan. Ia sempat memegang beberapa divisi di Indaco. Setelah tiga tahun bekerja, Amin mengundurkan diri.
Menurutnya, Iwan adalah sosok pemarah dan tidak suka jika ada orang yang menyinggung harga dirinya. “Kalau salah sama dia, sebaiknya diakui saja, jangan berkelit,” ujar Amin.
Iwan diketahui pernah muntab ketika pertama kali membuka pabrik Indaco di Karanganyar. Di pabrik itu, saban hari seorang preman kampung memalak uang keamanan. Tapi, permintaan itu selalu ditolak. Ujungnya, si preman memalak para karyawan Indaco. Iwan mengamuk saat mengetahui karyawannya dipalak, dan mencari-cari sang preman itu.
“Iwan paling tidak bisa ditantang, siapa pun akan dia kejar,” kata Amin.
Keluarga Korban Berharap Iwan Dihukum Berat
Suharto masih ingat saat terakhir perbincangan dengan Eko, anak lelaki pertamanya. Sekitar pukul delapan pagi, Eko mengantar makanan. Eko berada di rumah orangtuanya sekitar satu jam. Pagi itu, Eko bersama anak dan istrinya membawa nasi liwet, tahu, dan tempe bacem. Tak ada perbincangan panjang antara ayah dan anak itu. Eko hanya berpesan satu hal.
"Jangan terlalu capek, jangan telat makan. Kalau bapak sakit kan semua repot," kata Suharto, menirukan pesan Eko.
Saban pagi sebelum berangkat kerja, Eko memang kerap datang membawa makanan ke rumah ayahnya. "Istri saya sudah tidak ada,” kenang Suharto.
Namun, pertemuan pada hari Rabu usai salat Iduladha itu adalah pertemuan terakhir Suharto dan Eko. Jelang sore, seorang tetangga yang menjabat ketua rukun warga datang dan memberi kabar pilu: Eko mengalami kecelakaan.
Si Ketua RW tak mengabari bahwa Eko sudah meninggal dan jasadnya dibawa ke Rumah Sakit Dr. Moewardi. Suharto baru tahu kabar lelayu itu ketika sudah sampai di rumah sakit.
Suharto mengaku tak tahu detail peristiwa nahas yang merenggut nyawa anak lelakinya. Belakangan, ia tahu bahwa Eko ditabrak dengan sengaja oleh sebuah sedan Mercy, yang dikendarai oleh seorang bos terkenal bernama Iwan Adranacus.
Suharto berkata belum ada perwakilan Iwan yang datang dan meminta maaf kepada keluarganya hingga hari ini.
"Kami tunggu permintaan maaf itu hingga sekarang. Apakah tersangka ada niat baik?" tutur Suharto.
Mengetahu anaknya meninggal karena ditabrak dengan sengaja, Suharto berharap Iwan menerima hukuman setimpal. Ia ingin Iwan dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
“Dilihat dari rekonstruksi, kan, ada kesengajaan, seperti direncanakan. Dia sudah mengambil ancang-ancang ... ngegas dulu, mundur, nabrak anak saya,” ujar Suharto. “Bukannya menolong, malah tancap gas sehingga anak saya terlindas.”
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Nuran Wibisono