Menuju konten utama

ISIS di Mata Generasi Muda Indonesia

Melalui internet, ISIS berhasil memukau sejumlah pemuda di Indonesia. Namun, di mata sebagian generasi muda Indonesia, ISIS dianggap sebagai teroris. Bagaimana sebenarnya generasi muda Indonesia memandang ISIS?

ISIS di Mata Generasi Muda Indonesia
Personil Densus 88 Antiteror Mabes Polri mengawal petugas yang membawa barang bukti usai melakukan penggeledahan di kediaman Tuah Febriwansyah yang diduga terlibat dalam jaringan ISIS di Setu, Tangerang Selatan, Banten. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

tirto.id - Sultan Azianzah (SA), pemuda berusia 22 tahun itu tiba-tiba menyerang tiga polisi yang sedang berada di pos polisi di dekat kawasan pendidikan Cikokol, Kamis (20/10/2016). Ia nekat menyerang polisi dengan sebilah golok setelah ditegur karena menempelkan stiker dengan gambar mirip lambang ISIS ke dinding pos polisi.

Tiga polisi yakni Kanit Dalmas Polres Metro Tangerang Inspektur Satu Bambang Haryadi dan anggota Satuan Lalu Lintas Polsek Tangerang Bripka Sukardi yang menegurnya malah kena tusuk. Sementara Kapolsek Tangerang Kota, Kompol Effendi yang berusaha menahan serang juga kena tusukan di bagian dada.

Melihat tiga polisi roboh bersimbah darah, SA tidak berhenti. Ia malah makin beringas sebelum akhirnya tersungkur karena tembakan di bagian paha dan perutnya. Ia sempat dibawa ke rumah sakit, tetapi akhirnya meninggal malam harinya.

Keluarga merasa heran dengan perilaku SA yang selama ini tertutup. Dua kakaknya adalah anggota polisi. Belum diketahui bagaimana koneksi SA dengan ISIS, apakah anggota ataupun hanya simpatisan.

Kepala Bagian Penerangan Umum Kombes Martinus Sitompul mengatakan, SA tinggal sendirian. Menurut pengakuan kedua kakaknya, SA menjauhkan diri dari keluarga.

“Mereka tidak tahu aktivitas adiknya saat ini. Memang senang dengan komputer, browsing, itu yang diketahui,” kata Martinus, seperti dilansir dari Kompas.com.

Beberapa waktu sebelumnya, kejadian yang mirip juga terjadi di Medan. IAH, remaja berusia 18 tahun berusaha melakukan aksi bom bunuh diri di Gereja Stasi Santo Yosep, Medan. Ia diduga melakukan aksi teror terinspirasi salah satu tokoh ISIS, Abu Bakar Al-Baghdadi dari internet. Sama seperti SA, IAS juga dikenal sebagai pribadi yang pendiam dan banyak berselancar di internet.

“Hasil pendalaman aparat keamanan, dia (IAH) tidak masuk ke jaringan teroris. Solo karier ya, dia terobsesi dari internet,” kata Menkopolhukam Wiranto, 29 Agustus lalu.

Keterkaitan SA dan IAH dengan ISIS memang masih belum jelas. Namun, perilaku keduanya menggambarkan betapa pengaruh ISIS terhadap generasi muda sangat mudah, hanya melalui internet.

Laporan per September 2014 yang dilakukan Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) di Jakarta menunjukan, ISIS sangat agresif melakukan rekrutmen dan propaganda di Indonesia. Hal serupa juga dijelaskan oleh USAID yang menyebut 1.000 sampai 2.000 orang pada 2015 berbaiat pada ISIS. Sebenarnya apa yang membuat warga Indonesia bergabung dengan ISIS? Dan apa kaitan baiat ini dengan radikalisasi anak muda di tanah air?

Pandangan generasi muda muslim Indonesia pada ajaran islam saat ini menarik untuk diketahui. Untuk itu tirto.id pada Mei lalu melakukan riset terkait tema tersebut. Ada 600 responden yang ikut serta dalam riset persepsi ini. Usianya berkisar pada 15-30 tahun tentu saja semuanya beragama islam. Pertanyaannya berkisar dari apakah ISIS itu, apakah ada kesesuaian antara ISIS dan pandangan hidup bangsa Indonesia.

Dari penelitian diketahui bahwa: mayoritas responden (31 persen) menyatakan bahwa ISIS merupakan organisasi terorisme. Sebagian responden juga menyebut ISIS dianggap tidak merepresentasikan agama islam. Sebanyak 16 persen responden menganggap bahwa ISIS membajak nama Islam. Hanya sebagian kecil responden yang menganggap ISIS sebagai gerakan islam. Sebanyak 90,17 persen responden menyatakan bahwa ajaran ISIS tidak sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia.

Hal serupa juga pernah disampaikan oleh Nahdlatul Ulama (NU), organisasi muslim terbesar di Indonesia. Ketua Umum NU Said Aqil Siradj menyebut ISIS menyimpang dari ajaran islam. “Mereka seenaknya membunuh orang, anak-anak, menyembelih wartawan. Mana ada ajaran Islam seperti itu,” katanya, seperti dilansir dari Antara. Menurut dia, Islam yang memiliki konsep rahmatan lilalamin atau membawa rahmat bagi seluruh alam sangat anti dengan radikalisme dan aksi terorisme yang menimbulkan ketakutan bagi manusia.

ISIS dianggap representasi buruk dari Islam, karena menunjukkan tindakan brutal dan kekerasan. Tapi Masyarakat Indonesia tidak asing dengan konsep lembaga yang mengusung ajaran islam. Di tanah air, ada organisasi masyarakat yang mengatasnamakan ajaran islam. Seperti Front Pembela Islam, Front Umat Islam, Majelis Mujahidin Indonesia, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Menariknya dari riset yang dilakukan oleh tirto.id diketahui bahwa banyak responden yang setuju akan keberadaan FPI.

Berdasarkan riset ini, sebanyak 38 persen responden menyatakan setuju dengan keberadaan FPI atau organisasi sejenis lainnya. Diasumsikan bahwa ragu-ragu memiliki kecenderungan untuk jawaban “setuju”, maka lebih dari 50 persen responden menyatakan mendukung adanya keberadaan FPI atau organisasi sejenis.

infografik persepsi anak muda islam Remake

Dari riset ini juga diketahui jika sebanyak 34 persen responden menyatakan ragu untuk menerapkan konsep khilafah di Indonesia. Sementara 26 persen lainnya menyetujui untuk menerapkan khilafah di Indonesia. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa secara umum (60 persen), masyarakat Indonesia cenderung mulai menyetujui untuk menerapkan konsep khilafah di Indonesia. Sebanyak 48,7 persen responden yang menyetujui penerapan konsep khilafah di Indonesia berusia 20-25 tahun.

Kelompok usia mayoritas yang menyatakan tidak menyetujui penerapan konsep khilafah di Indonesia juga berasal dari usia 20-25 tahun. Begitu pula dengan responden yang menyatakan masih ragu untuk menerapkan konsep khilafah, sebanyak 50,5 persen berasal dari kelompok usia 20-25 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa di kelompok usia tersebut pemahaman generasi muda Islam akan konsep bernegara mulai terbentuk.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pada Rakor Fungsi Intelkam Tahun 2015 di Mabes Polri-Jakarta menyebut bahwa konsep khilafah adalah hirasatuddin wa siyasatuddunya atau memelihara agama dan mengatur dunia. Namun demikian, Islam tidak merinci nama dan bentuk pemerintahan tertentu. "Islam hanya menetapkan prinsip-prinsip dasar yang harus dipedomani dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti asas keadilan, persamaan, musyawarah dan lain sebagainya," katanya.

Dalam pandangan Menag, konsep kepemimpinan dalam fiqih pun sangat lentur dan fleksibel, mengikuti dinamika perkembangan masyarakat. Dahulu, lanjut Menag, seiring dengan meluasnya wilayah kekuasaan Islam, para fuqaha memperbolehkan dan mengakui keragaman sistem pemerintahan. Sementara apa yang dilakukan ISIS, menurut Menag tidak mencerminkan ajaran islam sama sekali.

“Pilihan yang ISIS berikan adalah pindah agama, membayar pajak keamanan (jizyah) atau dibunuh. Sebuah pilihan yang tidak mencerminkan ajaran Islam yang menjunjung tinggi toleransi dalam kehidupan beragama," kata Menag.

Baca juga artikel terkait ISIS atau tulisan lainnya dari Nurul Qomariyah Pramisti

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Arman Dhani & Nurul Qomariyah Pramisti
Penulis: Nurul Qomariyah Pramisti
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti