tirto.id - Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengatakan family office yang akan diterapkan di Indonesia akan memiliki hambatan dalam menarik dana asing masuk. Salah satu hambatan paling utama yakni perlindungan data pribadi yang masih rawan menyebabkan orang super kaya akan ragu dalam menanamkan modal.
"Perlindungan data pribadi dengan kasus bocornya Pusat Data Nasional (PDN) ini jadi catatan buruk karena family office dia sangat segresi, dia enggak mau data investasinya dan lain-lain bocor dan kita lemah soal itu," ujar Bhima ditemui di Jakarta, Kamis (25/7/2024).
Insiden data bocor yang marak terjadi di Indonesia dinilai akan meragukan investor untuk masuk ke Indonesia karena menyangkut faktor krusial.
Kemudian, faktor lain yang membuat family office akan sepi peminat yakni adalah maraknya pencucian uang yang menjadi preseden buruk. Hal ini diperlukan persiapan matang, bahkan dari segi sumber daya manusia (SDM).
"Kemarin di Singapura sudah ada perusahaan family office terkena skandal pencucian uang jadi artinya ini juga jadi preseden untuk memperbaiki dulu lah kesiapan," ungkap Bhima.
Lebih lanjut, Bhima menjelaskan, penerapan family office dilakukan di negara yang memenuhi dua kriteria yakni menjadi tax heaven dan financial hub, sedangkan di Indonesia tidak masuk kedua kriteria tersebut.
"Jadi pilihannya hanya dua itu dan Indonesia bukan keduanya, jadi kalau memberikan insentif pajak juga setengah hati itu belum tentu menarik family office," ujar dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan saat ini pemerintah sedang membahas insentif pajak yang bisa diberikan kepada orang-orang super kaya yang menanamkan modalnya di family office.
Aturan-aturan soal family office, termasuk insentif pajak, kata Luhut, harus rampung sebelum berakhirnya masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Mengenai rapat insentif tax yang diberikan, itu juga dia ada kewajiban untuk investasi dari uang yang dia taruh di kita. Kita masih bicara sekarang mengenai berapa jumlah minimum yang mereka harus masukan dan berapa yang harus diinvestasikan, dan berapa pegawai yang harus dia buat untuk run office-nya di sini. Saya kira itu masih teknis, tapi harus selesai sebelum Oktober ini,” kata Luhut dalam Launching dan Sosialisasi Implementasi Komoditas Nikel dan Timah melalui Simbara, di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (22/7/2024).
Lebih lanjut Luhut menjelaskan, dalam pembentukan family office, Indonesia mendapatkan asistensi dari Abu Dhabi untuk menyelesaikan masalah sengketa pajak yang mungkin timbul dari insentif pajak yang dberikan pemerintah. Dia menyarankan Jokowi untuk menggunakan pengadilan arbitrase dengan melibatkan hakim internasional tersertifikasi.
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Anggun P Situmorang