tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuturkan terdapat 28 negara mengajukan utang kepada International Monetary Fund (IMF) akibat situasi dunia yang tidak menentu. Beberapa negara tersebut perekonomiannya dirasa tidak kesanggup menahan guncangan kondisi ketidakpastian global.
"Tadi pagi saya mendapatkan telpon dari menteri keuangan dari Washington DC. Beliau menyampaikan sudah 28 negara antri masuk sebagai pasien IMF," kata Jokowi dalam acara LVRI di Jakarta, Selasa (11/10/2022).
Jokowi menuturkan bahwa kondisi dunia masih tidak menentu. Saat ini, banyak negara mengalami kesulitan. Dia pun mengaku ada 66 negara dengan kondisi rentan bangkrut dan 82 negara mengalami kekurangan akut dan kelaparan.
"Situasi yang sangat-sangat sulit untuk semua negara," imbuhnya.
Mantan Walikota Solo itu melanjutkan, situasi buruk dunia adalah bukti bahwa pandemi merusak ekonomi dunia. Terlebih situasi semakin memburuk akibat perang.
"Artinya pandemi yang melanda semua negara itu mengakibatkan ekonomi global ini ambruk. ditambah perang Rusia dan Ukraina sehingga krisis pangan, krisis energi dan krisis keuangan sekarang ini menghimpit semua negara," kata Jokowi.
Jika merujuk data IMF, terdapat 10 negara dengan kredit outstanding (sisa pinjaman belum terbayar) paling besar ke IMF per 11 Oktober 2022. Utang tersebut dalam bentuk satuan SDR (Special Drawing Rights). Sementara berdasar data IMF 1 SDR setara dengan 1,28 dolar AS.
Posisi utang terbesar ditempati oleh Argentina dengan nilai outstanding 32.730.141.250 SDR. Diikuti oleh Mesir 13.636.154.169 SDR, Ukraina 6.727394.171 SDR, Pakistan 5.932.166.668 SDR, dan Ekuador 5.599.350.000 SDR.
Selain itu juga Kolombia dengan nilai outstanding 3.750.000.000 SDR. Diikuti Angola 3.213.400.000 SDR, Afrika Selatan 3.051.200.000 SDR, Nigeria 2.454.500.000 SDR, dan Pantai Gading, Afrika Barat 1.610.643.852 SDR.
Lantas Bagaimana dengan Kondisi Indonesia?
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, bahwa Indonesia tidak termasuk sebagai negara yang antre menjadi pasien International Monetary Fund (IMF). Diketahui 28 negara telah mengajukan utang ke IMF sebagai dampak dari kondisi ketidakpastian ekonomi global.
"Tadi presiden sampaikan ada 28 negara sekarang yang sudah antri masuk di IMF. Kita jauh dari itu. Jadi optimisme itu harus dibangun, jangan kita bicara yang tidak jelas," kata Luhut saat di JCC Jakarta, Selasa (11/10/2022) kemarin.
Jika menilik posisi utang Indonesia, pada Agustus 2022 posisi utang pemerintah mencapai Rp7.236,61 triliun atau setara 38,30 persen terhadap PDB. Utang ini naik Rp100,49 triliun dari sebelumnya Rp7.163,12 triliun di Juli 2022.
"Rasio utang terhadap PDB dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal," demikian dikutip dari Buku APBN Kita edisi September 2022, Kamis (29/9/2022).
Utang pemerintah di Agustus didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp6.425,55 triliun atau sekitar 88,79 persen. Sementara untuk pinjaman tercatat senilai Rp811,05 triliun atau 11,21 persen.
Besaran utang SBN terdiri dari domestik senilai Rp5.126,54 triliun. Utang tersebut berasal dari Surat Utang Negara (SUN) Rp4.195,39 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp931,15 triliun.
Kemudian untuk valas mencapai Rp1.299,02 triliun, terdiri dari SUN Rp972,25 triliun dan SBSN Rp326,77 triliun.
Selanjutnya, utang berasal dari pinjaman dalam negeri Rp15,92 triliun dan pinjaman luar negeri Rp795,13 triliun. Pinjaman luar negeri itu terbagi untuk bilateral Rp264,39 triliun, multilateral Rp487,95 triliun, dan commercial banks Rp42,80 triliun.
Di sisi lain, data Bank Indonesia menunjukan posisi utang luar negeri Indonesia sebesar 400,4 miliar dolar AS pada Juli 2022. Posisi ini turun dibandingkan dengan posisi ULN pada bulan sebelumnya.
Secara tahunan, posisi ULN Juli mengalami kontraksi sebesar 4,1 persen (yoy). Posisi ini lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada bulan sebelumnya yang sebesar 3,2 persen (yoy).
"Perkembangan tersebut disebabkan oleh penurunan ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) maupun sektor swasta," kata Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono dalam pernyataannya, Senin (15/9/2022).
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin