tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan akan terus melakukan hilirisasi dan industrialisasi. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu pun menegaskan larangan ekspor tembaga akan diumumkan pada tahun ini.
"Ini nikel sudah stop. Saya sudah sampaikan lagi bauksit di Desember kemarin bauksit stop bulan juni. Nanti sebentar lagi saya umumkan lagi tembaga stop tahun ini stop," kata Jokowi di Jakarta, Rabu (1/2/2023).
Jokowi memastikan pemerintah yakin untuk melakukan larangan ekspor tembaga mentah karena infrastruktur sudah mulai siap. Dia mengklaim smelter tembaga freeport dan smelter di NTB sudah selesai 50 persen.
Lebih lanjut, dia menegaskan pemerintah tidak akan mundur dalam hilirisasi. Karena kata Jokowi hilirisasi merupakan kunci Indonesia untuk menjadi negara maju.
"Saya sampaikan ke menteri jangan tengok kanan kiri. Digugat di WTO terus, kalah tetap terus. Karena inilah yang akan melompatkan negara berkembang jadi negara maju, apalagi negara kita," bebernya.
"Jangan berpikir negara kita akan jadi negara maju kalo kita takut menghilirkan bahan-bahan mentah yang ada di negara kita dan yang paling sulit memang mengintegrasikan dari hilirisasi, komoditas-komoditas kita miliki," tambahnya.
Sementara itu, Jokowi mengklaim Indonesia mendapatkan berpuluh-puluh kali lipat daripada ekspor bahan mentah. Dia mencontohkan saat Indonesia menjual nikel mentah hanya mendapat 1,1 miliar dolar AS. Kemudian setelah larangan ekspor mentah dan hilirisasi nikel dijalankan, pemerintah memperkirakan dapat hingga 30-33 miliar dolar AS.
Jokowi mengklaim angka tersebut melonjak dari Rp17 triliun menjadi Rp450 triliun. Dia pun memerintahkan jajaran untuk fokus hilirisasi. Pemerintah pun harus maju meski digugat negara lain.
"Waktu nikel digugat takut, kok pada takut digugat ya siapkan lawyer yang baik. Tapi kita kalah, kalah kita. Terus kalau kalah gimana? ya terus aja hilirisasi, Banding. Enggak tahu menang atau kalah banding. Jangan luntur. Kalau luntur jangan berharap kita jadi negara maju," pungkasnya.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Intan Umbari Prihatin