tirto.id - Pemerintah akan mulai melarang ekspor konsentrat tembaga dan lumpur anoda per 1 Januari 2025 untuk mendorong hilirisasi produk tembaga. Negara berpotensi kehilangan penerimaan hingga Rp10 triliun yang dihimpun dari aktivitas ekspor tembaga.
"Dampak kebijakan itu tentunya 2025 kemungkinan kita tidak mendapatkan bea keluar dari tembaga lagi. Paling tidak kita catat di 2024, sampai saat ini bea keluar tembaga hampir Rp10 triliun, dan akan lebih dari Rp10 triliun sampai Desember," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, dalam Konferensi Pers APBN Edisi November, dikutip dari akun Youtube Kementerian Keuangan, Senin (11/11/2024).
Dengan larangan ekspor tersebut, artinya mulai tahun depan tak akan lagi mendapatkan bea keluar dari ekspor tembaga lagi. Sebaliknya, negara hanya bisa mengandalkan bea keluar ekspor produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang meski dominan, tetap masih lebih rendah dibanding bea keluar yang dihimpun dari ekspor produk tembaga, yakni hanya mencapai Rp5 triliun.
"Artinya di 2025 kita tak akan dapatkan bea keluar tembaga, dan untuk bea keluar kita hanya fokus ke CPO yang saat ini cukup dominan yang setahun bisa dapat sampai Rp 5 triliun," ujar Askolani.
Meski tak lagi menyumbang bea keluar bagi penerimaan negara, dia berharap larangan ekspor konsentrat tembaga dan lumpur anoda dapat memberikan nilai tambah lebih besar. Sehingga, melalui hilirisasi tembaga yang juga bakal digenjot pemerintah mulai tahun depan akan menghasilkan penerimaan negara lebih besar lagi.
Askolani memperkirakan, ada tiga hal yang setidaknya bisa didapatkan Indonesia dari hilirisasi produk tembaga. Investasi dari pembangunan smelter, potensi setoran pajak seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Badan yang dihimpun dari aktivitas perusahaan hilirisasi tembaga, hingga peningkatan penyerapan tenaga kerja oleh pabrik-pabrik pengolahan produk tembaga.
"Ini yang akan pacu pertumbuhan ekonomi, dan kedua hilirisasi juga akan sebabkan penambahan PPN, PPh dari perusahaan yang tentunya Pak Suryo (Direktur Jenderal Pajak) akan review itu dampak dari shifiting bea keluar ke pajak. Kebijakan itu juga tambah penyerapan tenaga kerja. itu yang akan kita pantau dan laksanakan di 2025," sambung Askolani.
Perlu diketahui, ketentuan larangan ekspor tembaga dan komoditas lainnya, beserta pos tarifnya sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 10/2024 tentang Perubahan Atas Permendag 22/2023 Tentang Barang Yang Dilarang Untuk Diekspor. Melalui aturan ini, ada 5 komoditas pertambangan yang akan dilarang ekspor mulai Januari 2025.
Komoditas tersebut antara lain, konsentrat besi laterit, konsentrat tembaga dengan kadar lebih dari atau sama dengan 15 persen, konsentrat timbal dengan kadar lebih dari atau sama dengan 56 persen, konsentrat seng dengan kadar lebih dari atau sama dengan 51 persen, dan lumpur anoda (anode slime).
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Anggun P Situmorang