Menuju konten utama

Inggris dan Kanada Tak Setuju Kebijakan Imigrasi Trump

Keluarnya perintah eksekutif Presiden AS Donald Trump terkait larangan masuk bagi tujuh negara mayoritas muslim dan penundaan penerimaan pengungsi menuai kritik dan ketidaksetujuan dari negara lain yakni Inggris dan Kanada.

Inggris dan Kanada Tak Setuju Kebijakan Imigrasi Trump
Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump membantah Jim Acosta dari CNN dalam konferensi pers di lobi Trump Tower di Manhattan, New York City, Amerika Serikat, Rabu (11/1). ANTARA FOTO/REUTERS/Lucas Jackson.

tirto.id - Keluarnya perintah eksekutif Presiden AS Donald Trump terkait larangan masuk bagi tujuh negara mayoritas muslim dan penundaan penerimaan pengungsi menuai kritik dan ketidaksetujuan dari negara lain.

Perdana Menteri Theresa May mengatakan bahwa Inggris tidak setuju dengan "jenis pendekatan" Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengatasi kedatangan pengungsi di AS.

May dikritik anggota parlemen dari Partai Konservatif-nya karena tidak mengutuk keputusan Trump memberlakukan penundaan empat bulan pemberian izin bagi pengungsi memasuki Amerika Serikat dan pembatasan sementara wisatawan dari tujuh negara berpenduduk mayoritas Muslim yakni Suriah, Iran, Irak, Yaman, Sudan, Somalia, dan Libya.

Juru bicara May mengatakan, "Kebijakan imigrasi di Amerika Serikat adalah masalah bagi pemerintah Amerika Serikat, sama seperti kebijakan imigrasi untuk negara ini, yang harus ditetapkan oleh pemerintah kami,” Sabtu (28/1/2017), seperti dilansir dari Reuters.

"Tapi, kami tidak setuju dengan pendekatan semacam itu dan kebijakan seperti itu tidak akan kami lakukan. Kami sedang mempelajari perintah eksekutif baru tersebut untuk melihat arti dan dampak hukumnya, dan khususnya apa dampaknya bagi warga Inggris Raya," katanya.

Kebijakan Trump ini justru ditanggapi sebaliknya oleh Kanada. Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau justru akan menyambut para pengungsi yang lari dari penganiayaan, teror dan perang.

"Untuk yang melarikan diri dari penganiayaan, teror dan perang, warga Kanada akan menyambut Anda, terlepas dari agama Anda. Keberagaman adalah kekuatan kami #WelcomeToCanada," kata perdana menteri itu di Twitter-nya pada Sabtu (28/1/2017).

Sementara itu, 300 penentang berkumpul di Bandar Udara Internasional Los Angeles (LAX) pada Sabtu malam (28/1/2017) untuk memperlihatkan solidaritas kepada pengungsi dan migran Muslim yang ditahan berdasarkan instruksi Presiden Donald Trump "Muslim Ban".

Sambil meneriakkan "Trump harus pergi", "Tidak Trump, Tidak KKK, Tidak Ada Fasisme di USA", dan semboyan lain, kerumunan orang itu menyeru rakyat agar membangkang terhadap perintah eksekutif pada Jumat, yang memberlakukan larangan bepergian 90 hari ke negeri itu oleh warga negara tujuh negara yang mayoritas warga mereka adalah Muslim dan pembekuan 120 hari program pengungsi AS.

Sedikit-dikitnya, tujuh warga negara asing telah ditahan di LAX dan diberitahu mereka tidak lagi disambut, kata "Los Angeles Times" sebagaimana diberitakan Xinhua.

Harian tersebut menyatakan warga negara asing itu diperkenankan naik pesawat sebelum instruksi tersebut berlaku.

Tuntutan pemrotes dikumandangkan oleh Wali Kota Los Angeles Eric Garcetti, yang pada Sabtu malam men-"tweet", "Los Angels akan selalu menjadi tempat buat pengungsi."

Acara menyalakan lilin dan protes dijadwalkan diselenggarakan pada Minggu.

Larangan perjalanan Trump, yang oleh banyak pihak digambarkan sebagai "Muslim ban", telah menyulut kebingungan dan kekacauan di seluruh negeri itu dan memicu keprihatinan serta kecaman dari seluruh dunia.

Penentangan serupa meletus di bandar udara banyak kota besar lain. Di Chicago, lebih dari 1.000 orang berkumpul di Bandar Udara OHare. Di Denver, Colorado, puluhan pemrotes berkumpul di luar bandar udara internasional untuk memperlihatkan dukungan buat pengungsi.

Itu adalah akhir pekan kedua unjuk rasa di Los Angeles setelah Trump diambil sumpahnya. Lebih dari satu juta orang hadir pada akhir pekan sebelumnya untuk mengikuti Womens March.

Baca juga artikel terkait KEBIJAKAN DONALD TRUMP atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Politik
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri