tirto.id - Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, menilai perpanjangan kontrak izin usaha pertambangan khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia (PTFI) hingga 2061 tidak setimpal dengan apa didapat Indonesia. Apalagi, pemerintah hanya mendapatkan imbalan berupa tambahan saham 10 persen saja.
"Tak setimpal imbalan hanya tambahan saham 10 persen. Sementara perpajangan itu 20 tahun lagi dan selesai 2061," kata Fahmy saat dihubungi Tirto, Sabtu (18/11/2023).
Dengan 10 persen tambahan saham, artinya Indonesia memperbesar porsi kepemilikan saham Freeport dari sebelumnya 51 persen menjadi 61 persen. Namun, kata Fahmy, tidak ada jaminan bagi Indonesia bisa menjadi pemegang saham kendali.
"Realitanya kan selama ini meskipun Indonesia sudah miliki 51 persen itu kan seolah tidak pernah menjadi pemegang saham kendali," kata Fahmy.
"Jadi saya mengatakan kalau tambahan 10 persen menjadi 61 persen tidak ada jaminan bahwa Indonesia jadi pemegang saham kendali," lanjut Fahmy.
Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia membeberkan dua syarat yang ditawarkan pemerintah terkait perpanjangan kontrak izin usaha pertambangan khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia (PTFI) di tambang Grasberg, Papua.
Kedua syarat tersebut yaitu penambahan saham pemerintah sebanyak 10 persen serta pembangunan smelter di Papua.
“Pemerintah sedang memikirkan untuk melakukan perpanjangan tetapi dengan penambahan saham di mana pemerintah akan menambah saham kurang lebih 10 persen,” kata Bahlil dikutip Antara, Jakarta, Jumat (28/4/2023).
Bahlil mengungkapkan dalam beberapa waktu terakhir pemerintah memang tengah membahas kemungkinan perpanjangan kontrak Freeport.
Sebagai bagian kesepakatan divestasi saham PTFI kepada Pemerintah Indonesia melalui PT Inalum (Persero) atau MIND ID pada 2018, PTFI telah mendapatkan kepastian hukum dan kepastian berusaha dengan mengantongi perpanjangan masa operasi 2x10 tahun hingga 2041. Namun, PTFI mengidentifikasi potensi sumber daya mineral di tambang Grasberg masih dapat dimonetisasi hingga lebih dari 2041.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Bayu Septianto