Menuju konten utama

Iklan HUT RI ala Bekraf: Tak Sensitif dan Memangkas Konteks Sejarah

YLBHI menilai Bekraf sebagai lembaga negara tak sensitif terhadap para korban di beberapa peristiwa yang disebut dalam video tersebut.

Iklan HUT RI ala Bekraf: Tak Sensitif dan Memangkas Konteks Sejarah
Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Triawan Munaf, saat meluncurkan aplikasi BIIMA di The Hall Senayan City, Jakarta, Rabu (24/2/2016). FOTO/beritamoneter

tirto.id - Video ucapan selamat hari kemerdekaan RI k-74 dari Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf)--lembaga pelat merah yang setara dengan kementerian--bikin geger. Video berdurasi 1 menit itu diunggah akun Instragram Triawan Munaf, Kepala Bekraf, beberapa waktu lalu.

Dalam video itu, Bekraf menampilkan audio dan teks dengan narasi seolah-olah sedang berada saat pelelangan (open bidding) di pasar bebas. Hal yang dilelang bukan barang, melainkan "jasa" pemberontakan dan pemecah belah bangsa yang dimulai sejak 1945.

Beberapa peristiwa besar seperti pemberontakan PKI di Madiun 1948, gerakan 30 September 1965, kasus Tanjung Priok 1984, hingga kerusuhan Mei 1998 dalam video itu dianggap sebagai peristiwa-peristiwa besar yang memiliki dalang untuk "memecah belah bangsa."

Transkip lengkapnya sebagai berikut :

Silakan bapak ibu tawaran perpecahan dimulai di atas 1945.

Lelang dimulai.

Oke, penawar pertama.

1948 kita punya PKI. Ada lagi? Ada lagi? Yak makin naik 1950 ada Republik Maluku Selatan. Ada yang lebih tinggi? Yak 1953 diajukan DII/TII. Oke 1957 ada Permesta.

1958. 1958. Ada yang berani di 1958? Yak 1958 oleh PRRI. Oke, PKI kembali di 1965.

Ada lagi? Yak Gerakan Aceh Merdeka berani di 1976. Ada yang lebih dari Gerakan Aceh Merdeka? 1982. Yak, Organisasi Papua Merdeka menawar pemberontakan di 1982.

Ada lagi yang bisa lebih? Oke. 1984 oleh Kerusuhan Tanjung Priok. Yak di sana 1998 Kerusuhan Mei.

Yak menembus angka 2000. Ada 2019 kericuhan Pemilu. Ada lagi? Ada lagi?

Dan hingga kini masih banyak yang berharap bisa memecah negeri ini. Tapi semoga, harga kita untuk Indonesia yang satu takkan pernah bisa ditawar.

Dikritik Pelbagai Pihak

Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, mengkritik video milik Bekraf yang sempat beredar luas di Instagram dan media sosial lainnya.

Asfin menilai Bekraf sebagai salah satu lembaga negara tak sensitif terhadap korban di beberapa peristiwa yang disebut dalam video. Bahkan, kata dia, kuat dugaan negaralah yang melanggar HAM, bukan karena "adanya orang memberontak atau memecah belah bangsa".

"Contohnya kasus Tanjung Priok 1984. Itu kasus pembantaian umat Islam yang sarat pelanggaran HAM dan kasusnya dibawa ke pengadilan. Negara ikut andil dalam kasus kerusuhan itu," kata Asfin saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (15/8/2019).

Tak hanya itu, Asfin juga menyebut dalam kasus kerusuhan Mei 1998, bahkan lembaga Komnas HAM dalam investagasinya menduga ada oknum pemerintahan yang ikut andil dalam kerusuhan tersebut.

"Kok, bisa memukul rata seperti itu? Coba Bekraf baca-baca lagi dokumen Komnas HAM," ujarnya.

Video tersebut, kata Asfin, juga menunjukkan bahwa Bekraf tak punya pandangan hak asasi manusia universal pada beberapa kasus seperti Gerakan Aceh Merdeka maupun Organisasi Papua Merdeka.

"Padahal tak ada yang salah dari mereka. Dalam konteks HAM universial ada konsep self-determination, yang mana punya hak untuk merdeka dan berdaulat," kata dia.

Kekecewaan serupa juga disampaikan sejarawan dan pengajar di Universitas Nasional, Andi Achdian. Penulis disertasi Kaum Pergerakan dan Politik Kota: Perkembangan Politik Kewargaan di Kota Kolonial Surabaya 1906-1942 ini mengaku kaget dan kecewa dengan video yang dirilis Bekraf.

"Dengan melihat videonya saya kaget dan kecewa. Video ini datang dari lembaga negara. Ini menunjukkan bagaimana salah satu lembaga negara kita pun masih belum paham dan tak mengerti sejarah Indonesia," kata Andi saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (15/8/2019).

Andi mengatakan Bekraf tak bisa memukul rata semua peristiwa dalam sejarah Indonesia: hitam-putih, baik-buruk, hingga pemberontak atau bukan pemberontak. Ia beralasan setiap peristiwa sejarah memilih konteks dan kompleksitas permasalahan yang berbeda-beda.

"Mereka tak bisa memukul rata begitu saja. Pemberontakan itu hadir dalam konteksnya yang berbeda-beda, entah politik, kelompok terpinggirkan, hingga tak mendapat kesejahteraan sosial," ujarnya

"Sudah seharusnya Bekraf mencabut video yang menurut saya kurang mendidik dengan baik bagaimana sejarah berbicara sebagai civic society," tambahnya.

Saat ini, video ucapan ucapan selamat hari kemerdekaan RI k-74 pada 17 Agustus 2019 itu telah dihapus dari akun Instagram Kepala Bekraf, Triawan Munaf. Tak ada keterangan apa pun yang menjelaskan mengapa video tersebut dihapus.

Namun, Triawa membenarkan penghapusan video tersebut. "Benar telah dihapus. Karena dirasa kurang akurat sejarahnya. Namun, saya mendukung semangat dalam video tersebut," kata Triawan saat dikonfirmasi reporter Tirto lewat pesan teks, Kamis (16/8/2019).

Baca juga artikel terkait HUT KEMERDEKAAN RI atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Gilang Ramadhan