Menuju konten utama

"Hukuman Mati Pekerjaaan yang Tidak Menyenangkan"

Proses eksekusi mati gelombang III menuai kontrovesi. Banyak kalangan menilai, pelaksanaanya melanggar ketentuan perundang-undangan. Mulai dari proses peradilan para terpidana yang dinilai cacat hukum, hingga dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung M. Rum [Tirto/Reja Hidayat]

tirto.id - Koalisi masyarakat Sipil pun melaporkan Kejaksaan Agung ke Komisi Kejaksaan dan Ombudsman Republik Indonesia. Mereka memaparkan beberapa poin terkait adanya maladministrasi dalam pelaksanaan eksekusi mati gelombnag III pada Jumat 29 Juli 2016.

“Kalau mereka melaporkan ke Ombudsman, ya enggak masalah. Memang kinerja kita harus dinilai. Tapi kita yakin, apa yang dilakukan sudah sesuai aturan. Kita sudah lengkap semua dalam melaksanakannya,” kata M Rum, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, saat ditemui Reja Hidayat dari tirto.id, di ruang kerjanya, pada kamis (1/9/2016).

Bagaimana pula soal anggaran untuk para terpidana mati yang batal dieksekusi? Berikut petikan penjelasan Kapuspenkum terkait tudingan maladminstrasi.

Koalisi Masyarakat Sipil melaporkan Kejaksaan Agung terkait dugaan maladministrasi dalam hukuman mati ke Komisi Kejaksaan dan Ombudsman. Bagaimana tanggapan Anda?

Ya enggak apa-apa melapor. Kita sudah melakukan sesuai aturan. Kalau mereka melaporkan ke Ombudsman, ya enggak masalah. Memang kinerja kita harus dinilai. Tapi kita yakin, apa yang dilakukan sudah sesuai aturan. Kita sudah lengkap semua dalam melaksanakannya. Jadi grasi itu tidak lagi terkait upaya hukum. Upaya hukum biasa itu banding, kasasi. Upaya hukum luar biasa itu pemeriksaan tingkat kasasi. Demi kepentingan hukum, peninjauan kembali.

Terkait soal grasi ini, dalam tugas, kami sudah melakukan pengecekan semua dalam aspek hukum. Terpidana yang tidak mau menggunakan grasi, maka kita buat surat berita acara tidak mau menggunakan grasi. Sekarang ada komplain, silahkan saja. Siapapun boleh komplain, tetapi yang kami yakini sudah melaksanakan sesuai dengan ketentuan.

Selama proses grasi, apakah harus menunggu putusannya keluar?

Grasi itu bisa dipakai dan juga bisa tidak. Jadi tidak ada masalah. Itu hak terpidana, mau mengajukan dan boleh tidak memakai grasi. Boleh mengajukan, boleh juga tidak. Kalau tidak mau grasi, maka eksekusi.

Eksekusi itu mata rantai perkara. Mulai dari Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), penuntutan, sampai terakhir eksekusi. Siapa yang bertindak sebagai eksekutor, dalam hukum pidana adalah jaksa. Jadi kalau tidak dieksekusi, maka tidak tuntas. Terkait adanya pro-kontra eksekusi, enggak ada masalah. Hukum positif kita harus dilaksanakan. Jadi eksekusi itu dibolehkan.

Jadi soal grasi sudah dilakukan sesuai aturan?

Grasi ini yang mengajukan bukan jaksa. Yang mengajukan grasi adalah terpidana, keluarga dan pengacara, sehingga jika tidak mengajukan grasi, maka dibuat berita acara penolakan grasi yang merupakan haknya. Jaksa tidak ada urusan dengan grasi. Tugas jaksa itu eksekutor. Tugasnya bukan melakukan grasi. Eksekusi tindak pindana.

Berapa jumlah terpidana mati di seluruh Indonesia?

Jumlah terpidana mati di Indonesia saat ini ada 152 orang. Rinciannya, 92 terpidana kasus pembunuhan, 58 orang kasus narkotika, serta 2 orang kasus terorisme.

Dalam kasus terpidana mati Osmane, dia belum mendapatkan putusan penolakan dari Presiden?

Grasi itu dulu diatur dengan UU Nomor 5 Tahun 2010 tentang “Perubahan Atas UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi”. Dulu grasi boleh ditetapkan paling lama satu tahun setelah putusan inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Terkait dengan inkrah ini, aturan yang lama --sebelum dikeluarkannya aturan Mahkmah Konstitusi-- paling lama setahun. Setelah putusan Mahkamah Konstitusi boleh lebih setahun.

Bagaimana terhadap putusan ini, dalam pasal 47 Undang Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa putusan hukuman mati tersebut bersifat prospektif (berlaku ke depan), bukan retroaktif (berlaku surut).

Kalau putusan berlaku surut ke belakang, maka kacaulah kita. Jadi berlakunya setelah putusan, bukan ditarik mundur. Perkara inkrah itu setelah putusan kasasi. Perkara terpidana mati itu sudah lama semua. Tahun 2003, 2011, dan sebagainya. UU mana yang diterapkan, kita menganut hukum acara. Maka kita menganggap sudah sesuai dengan ketentuan. Kalau ada yang keberatan, silahkan ajukan gugatan. Tapi kita yakin bahwa pelaksanaan eksekusi sudah sesuai aturan.

Bagaimana dengan kasus Zulfikar yang saat dibawa ke Lapas Nusakambangan dalam kondisi sakit kronis. Dengan kondisi itu apakah bisa juga dieksekusi?

Kami punya second opinion, kami juga periksa. Kamu bilang sakit, kami kan enggak percaya begitu saja. Periksa lagi ternyata sehat. Ya dibawa lagi.

Yang periksa dokter Kejaksaan atau Kemenkum dan HAM?

Kita punya tim ke sana, mengecek itu semua. Bukan tiba-tiba kami eksekusi. Jadi persiapan eksekusi diverifikasi lagi. Kalau memenuhi syarat, maka dieksekusi. Kalau tentang dokter itu, saya enggak tahulah. Kalau tidak memenuhi syarat, maka kita tinjau lagi.

Kami mempertimbangkan sifat kehati-hatian. Kalau ada yang komplain a, b, maka kami sudah melaksanakan sesuai aturan yang berlaku. Kalau dia sakit, maka tidak dieksekusi. Ternyata sekarang Zulfikar enggak jadi dieksekusi. Kalau enggak jadi eksekusi jangan menjadi permasalahan lagi. Kalau mau komplain silahkan, ke Ombudsman. Kalau maladminitrasi adalah formalitas. Artinya sudah benar. Kalau maladministrasi itu terkait administrasi saja. Bukan masalah materil pelaksanaannya.

Sebanyak 10 terpidana mati ditunda eksekusinya. Bagaimana soal transparansi anggaran yang sedianya buat mengeksekusi para terpidana tersebut?

Kamu juga harus mengerti prinsip penggunaan anggaran negara. Anggaran negara sesuai dengan UU Keuangan Negara, berlaku dari 1 Janurai sampai 31 Desember. Jadi disitulah durasi itu. Mau dipakai kapan saja boleh, asal dari tanggal 1 Januari sampai 31 Desember.

Mau di kemanakan? Ini kan masih ada waktu. Kalau enggak dipakai, makanya namanya sisa anggaran. Kalau tidak terpakai ya dikembalikan atau di revisi ke anggaran yang lain.

Apabila ada penyimpangan anggaran, maka setiap tahun anggaran negara diaudit oleh BPK. Jadi jangan khawatir soal anggaran. Pemakaian anggaran pada prisipnya sesuai dengan peruntukkannya. Apabila dialihkan anggaran itu, maka direvisi ke dirjen perbendaharaan Kementerian Keuangan. Durasinya juga belum habis kan sekarang. Setelah itu baru diaudit. Kalau ada kecurigaan maka keluar audit investigasi.

Beberapa terpidana mati disebut sebagai “korban” seperti Zulfikar?

Begini. Kamu tendesius dengan Zulfikar ini. Tahu enggak kenapa dia dihukum mati? Dia itu sudah melalui proses yang panjang, dari banding, kasasi, pemeriksaan tingkat kasasi, demi kepentingan hukum peninjauan kembali dua kali. Permasalahan materil tidak sepantas lagi dibahas. Yang dibahas itu adalah pelaksanaan materil. Putusan hukuman mati.

Hukum positif kita masih menganut yang namanya hukuman mati. Kami laksanakan. Kalau tidak kami laksanakan, maka tidak tuntas penanganan perkara. Kalau belum tuntas, kalian juga yang ribut kok ini belum dieksekusi. Enggak ada. Hukum berlaku general, sama perlakuannya di depan hukum. Jangan bicara materil.

Kalau ada yang bela, masih wajar. Coba lihat di Filipina, hampir dua ribu orang yang mati dieksekusi di jalanan, tidak melewati peradilan. Presiden Rodrigo Duterte tidak melalui proses peradilan. Jadi jangan membela satu orang ini, satu orang itu, tidak ada. Semua sudah melalui semua prosesnya, baik Pengadilan Negeri hingga Penijauan Kembali.

Kasus Zulfikar sudah bertahun-tahun lewat. Kenapa tidak dari dulu digembar gemborkan, “O.., saya salah tangkap, o..saya salah.” Semua ditangkap dengan barang buktinya. Karena itu kita selektif dan hati-hati menanganinya. Hukuman mati bukan kita senang melaksanakannya. Hukuman mati pekerjaaan yang tidak menyenangkan. Maka kita berhati-hati.

Baca juga artikel terkait EKSEKUSI MATI atau tulisan lainnya dari Reja Hidayat

tirto.id - Mild report
Reporter: Reja Hidayat
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti