Menuju konten utama

Hukum Kurban untuk Orang yang Sudah Meninggal, Boleh atau Tidak?

Apakah boleh kurban untuk orang yang sudah meninggal? Berikut penjelasan selengkapnya.

Hukum Kurban untuk Orang yang Sudah Meninggal, Boleh atau Tidak?
Dokter mengecek kondisi kesehatan domba di pusat penjualan hewan kurban di Umbulharjo, Yogyakarta, Senin (27/7/2020). ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/pras.

tirto.id - Dalam rangka ibadah di Hari Raya Idul Adha, apakah boleh kurban untuk orang yang sudah meninggal? Berikut penjelasannya.

Hukum ibadah kurban adalah sunah muakkad (sangat diajurkan), menurut Imam Malik dan Imam syafi’i. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa hukum kurban dapat menjadi wajib bagi orang-orang yang mampu dan tidak dalam keadaan bepergian.

Rasulullah SAW pernah menjelaskan bahwa ibadah kurban bersifat wajib bagi beliau, tetapi sunah bagi umatnya. Dikutip dari laman NU Online, dalam sebuah hadis riwayat At-Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda: “Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk berkurban, dan hal itu merupakan sunnah bagi kalian.”

Sebagian ulama menafsirkan hukum sunah pada hadis tersebut bermakna kifayah, yaitu apabila dalam sebuah keluarga ada salah satu yang melakukan ibadah kurban maka gugurlah kesunahan bagi anggota keluarga lainnya.

Kurban untuk Orang Yang Sudah Meninggal

Lantas, bagaimana hukumnya jika melakukan ibadah kurban atas nama anggota keluarga ataupun orang lain yang sudah meninggal?

Para ulama berbeda pendapat soal hukum kurban untuk orang yang sudah meninggal. Sebagian ulama mengatakan hukumnya tidak sah, apabila tidak terdapat nazar maupun wasiat dari orang yang sudah meninggal. Namun, sebagian ulama yang lainnya mengatakan hukumnya sah.

Dikutip dari laman resmi NU CARE-Lazisnu, mayoritas ulama madzab syafi’i menjelaskan bahwa berkurban merupakan ibadah yang tidak dapat dikerjakan orang lain tanpa adanya dalil yang mendasarinya. Hal tersebut bermakna jika hukum berkurban bagi orang yang meninggal tidaklah sah.

Selain itu, ibadah kurban berbeda dengan sedekah. Ibadah kurban harus dilandasi dengan adanya izin dari orang yang terkait. Maka, pihak yang berkurban harus memberikan wasiat atau pesan untuk melaksanakan ibadah tersebut. Hal tersebut, bermakna bahwa ibadah kurban tanpa adanya wasiat dari orang yang sudah meninggal tidaklah sah.

Di sisi lain, mengutip laman Pondok Pesantren Lirboyo, Imam ar-Rafi’i dalam kitab Hasyiah al-Qulyubi ‘ala Mahalli berpendapat bahwa kurban untuk orang yang sudah meninggal hukumnya sah walaupun tanpa adanya wasiat dari yang bersangkutan. Dalil Imam ar-Rafi’i adalah bahwa pada dasarnya, ibadah kurban merupakan bagian dari sedekah.

Imam An Nawawi juga menegaskan, bahwa kurban yang diniatkan sebagai sedekah untuk orang yang sudah meninggal hukumnya sah, bermanfaat baginya, serta pahala mengalir kepadanya di alam kubur.

Bahkan, Sayidina Ali RA pernah berkurban untuk Rasulullah SAW yang sudah wafat berupa 2 (dua) ekor kambing kibasy. Kemudian, Sayidina Ali berkata, “Bahwa Nabi Muhammad SAW menyuruhnya melakukan yang demikian”. Hadis ini diriwayatkan beberapa ahli hadis seperti Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad, Hakim, dan Baihaqi.

Dari beberapa pendapat para ulama dan hadis di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pendapat pertama mengatakan bahwa ibadah kurban untuk orang meninggal tidak diperbolehkan apabila tidak ada nazar atau pesan. Namun, jika orang yang sudah meninggal memberikan pesan untuk melakukan kurban maka hukumnya menjadi sah.

Pendapat kedua mengatakan, bahwa kurban untuk orang yang meninggal hukumnya sah. Hal itu didasarkan pada pendapat bahwa ibadah kurban sama dengan ibadah sedekah. Maka itu, orang yang sudah meninggal tetap bisa mendapatkan manfaat dan pahala dari ibadah kurban tersebut.

Hikmah-hikmah Pelaksanaan Kurban Idul Adha

Ibadah kurban adalah yang memiliki dua dimensi dalam Islam: ibadah spiritual (hablum minallah) dan ibadah sosial (hablum minannas).

Pertama, ibadah spiritual dalam berkurban berkaitan dengan ketaatan terhadap perintah Allah SWT.

Perintah berkurban ini tertera dalam firman Allah SWT dalam surah Al-Kautsar ayat 2: "Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah [sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah]," (QS. Al-Kautsar [108]: 2).

Kedua, ibadah sosial berkaitan dengan hubungan dengan manusia (hablum minannas).

Orang yang berkurban menyisihkan sebagian hartanya untuk disedekahkan [sembelihan hewan kurban] kepada golongan yang tak mampu sehingga berbahagia pada Hari Raya Idul Adha.

Berikut ini sebagian hikmah pelaksanaan kurban Idul Adha dalam Islam:

1. Ibadah yang paling dicintai Allah SWT

Ibadah kurban adalah amalan yang sangat dicintai Allah SWT, sebagaimana tergambar dalam sabda Nabi Muhammad:

"Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam [manusia] pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan [kurban]. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya," (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

2. Membahagiakan orang yang tidak mampu di momen Hari Raya Idul Adha

Sembelihan kurban Idul Adha dan hari-hari tasyrik dibagikan kepada golongan yang tidak mampu. Dengan demikian, mereka juga dapat berbahagia pada Hari Raya Idul Adha.

Bagi orang-orang yang mampu, ibadah kurban merupakan bentuk rasa syukur atas keberlimpahan yang dianugerahkan Allah SWT kepada mereka.

Allah SWT menjanjikan bahwa orang yang bersyukur akan ditambah rezekinya sehingga harta benda mereka menjadi berkah di sisi Allah SWT.

3. Renungan untuk melepaskan diri dari sifat-sifat jelek manusia, mulai dari rasa dengki, fanatik, egois, dan sebagainya

Ibadah kurban merupakan teladan dari Nabi Ibrahim AS. Dari sejarahnya, Nabi Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih anak kesayangannya, Ismail AS.

Karena ketaatannya itu, Allah kemudian mengganti Nabi Ismail dengan kambing gibas, sebagai balasan atas kesalehan Nabi Ibrahim.

Ketaatan Nabi Ibrahim itu kemudian diperingati sebagai ibadah kurban dalam Islam. Allah SWT memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk berkurban untuk melepaskan diri dari egoisme dan cinta dunia, serta merelakan sebagian harta untuk disedekahkan di jalan Allah SWT.

Baca juga artikel terkait IDUL ADHA atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Yulaika Ramadhani