Menuju konten utama
Periksa Data

Hitung-Hitung Untung Anies kalau Gandeng Cak Imin

Anies kabarnya telah menunjuk Cak Imin sebagai pendampingnya di Pemilu 2024. Kira-kira, seberapa kuat sosok Cak Imin untuk ikut mendulang suara bagi Anies?

Hitung-Hitung Untung Anies kalau Gandeng Cak Imin
Bacapres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Baswedan berjalan menuju kendaraannya usai pertemuan dengan Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Puri Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (25/8/2023). Pertemuan tersebut sebagai konsolidasi sekaligus membahas strategi pemenangan di Pilpres 2024. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/foc.

tirto.id - Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (bacapres) dari Koalisi Perubahan kabarnya telah menunjuk Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar—alias Cak Imin—untuk mendampinginya dalam Pemilihan Umum (Pemilu) tahun depan.

Bila menilik berbagai survei yang beredar, Cak Imin memang kerap masuk dalam bursa bakal calon wakil presiden (cawapres). Meski begitu, dari pengamatan Tim Riset Tirto, elektabilitasnya tak bertengger di jajaran atas.

Dalam hasil survei Litbang Kompas yang berlangsung selama 27 Juli—7 Agustus 2023 misalnya, Cak imin berada di peringkat 13 di bursa bakal cawapres dengan elektabilitas 0,4 persen.

Angka tersebut merangkak naik dari laporan survei Litbang Kompas bulan Januari dan Mei 2023, di mana elektabilitas Cak Imin kala itu masing-masing sebesar 0,2 persen dan 0,3 persen.

Survei lain, laporan Indikator Politik Indonesia yang rilis pada 23 Juli 2023 menempatkan Cak Imin dalam daftar 22 nama yang dianggap responden paling pantas menjadi bakal cawapres. Namun, Cak Imin hanya mengantongi 0,8 persen suara responden.

Nama Cak Imin pun muncul dalam laporan Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dipublikasikan 11 Juli 2023, tetapi hanya dipilih oleh 1 persen responden.

Lantas, seberapa “kuat” kader Nahdlatul Ulama (NU) asal Jombang, Jawa Timur, ini bisa mendukung Anies?

Potensi “Kekuatan” Cak Imin

Hasil survei Tirto bersama Jakpat—yang melibatkan 1.500 responden—mengungkap kalau organisasi keagamaan punya pengaruh yang cukup signifikan terhadap keputusan masyarakat dalam memilih capres dan cawapres di Pemilu 2024.

Ketika responden yang bergabung dengan organisasi keagamaan di Indonesia ditanya seberapa penting afiliasi organisasi keagamaan dari capres maupun cawapres dalam mempengaruhi pilihan mereka di Pemilu 2024, sebanyak 33,17 persen responden menyebut bahwa aspek ini penting.

Sementara, 28,38 persen responden menganggap sangat penting dan 26,90 persen menganggap cukup penting. Artinya, secara umum, lebih dari 88 persen responden survei menganggap bahwa afiliasi organisasi keagamaan penting dalam memilih kandidat capres-cawapres.

Lebih lanjut, 44,55 persen responden mengaku mungkin akan memilih pasangan capres-cawapres yang cawapresnya berasal dari organisasi yang sama.

Sekitar 26,07 persen responden menyatakan ada kemungkinan untuk memilih cawapres yang berasal dari organisasi yang sama dengan dirinya. 29,37 responden mengaku netral atau tidak berpengaruh dengan pilihan capres-cawapres yang cawapresnya berasal dari organisasi yang sama dengan mereka.

Survei ini juga mengungkap, mayoritas responden (76,57 persen) mengaku pasangan capres-cawapres yang didukung oleh organisasi keagamaan mereka akan mempengaruhi pilihan mereka dalam Pemilu 2024.

Menerka Dampak Elektoral bila Anies Gandeng Cak Imin

Meski Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah menyatakan sikap untuk tidak terlibat langsung dalam politik praktis di 2024, beberapa pihak tetap menganggap NU tetap akan memegang peranan penting dalam pesta demokrasi.

Terlebih lagi, Litbang Kompas sempat memperkirakan, kalau jumlah warga NU di Indonesia mencapai 150 juta orang, sekitar 59,2 persen dari total penduduk muslim Indonesia.

Maka, tak heran bila Litbang Kompas dalam laporannya memberikan catatan bahwa siapa pun yang berkontestasi di pemilu—terutama di pemilihan presiden—suara pemilih NU akan jadi penentu.

Sementara itu, hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mencatat Anies bisa mendapatkan 18 persen suara dari anggota NU aktif. Angka ini merupakan yang terkecil jika dibandingkan dengan kandidat bacapres lain, seperti Ganjar (yang dipilih sebanyak 47 persen responden), dan Prabowo (24 persen).

Menurut Saiful Mujani (pendiri SMRC), Anies—meskipun selama ini dekat dengan kelompok Islam— tidak didefinisikan sebagai warga NU. Saiful Mujani berpendapat, cukup masuk akal jika selama ini ada upaya dari partai pengusung Anies dalam “menarik” tokoh NU untuk dijadikan cawapres.

Senada dengan temuan SMRC, survei Litbang Kompas juga mengungkap Anies menjadi bacapres yang memiliki tingkat keterpilihan paling rendah di antara kelompok pemilih NU.

Tercatat, di kalangan pemilih NU, tingkat keterpilihan Anies relatif agak berjarak dibandingkan Prabowo dan Ganjar. Anies rata-rata hanya meraih elektabilitas kurang dari 15 persen dalam empat kali survei terakhir yang digelar Litbang Kompas.

Berkaca dari 2019

Bila melihat Pilpres 2019, salah satu cara untuk menarik suara NU adalah dengan memilih cawapres yang berasal dari kalangan NU.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanudin Muhtadi berpendapat, dipilihnya Rais Aam PBNU K.H. Ma’ruf Amin sebagai cawapres Jokowi pada Pilpres 2019 dinilai menjadi salah satu faktor utama meningkatnya dukungan warga NU terhadap Jokowi.

Temuan yang sama diungkap Noshahril Saat dan Aninda Dewayanti (2020) dalam artikel analisis berjudul Jokowi's Management of Nahdlatul Ulama (NU): A New Order Approach?. Disimpulkan, pemberian ‘tiket ke pilpres’ untuk Ma’ruf menjadi faktor penting kemenangan Jokowi.

“Meskipun tidak serta-merta basis suara Prabowo menurun, tetapi itu berhasil menaikkan suara Jokowi di sebagian daerah Jawa yang mayoritas adalah warga NU,” tulis Saat dan Aninda Dewayanti.

Survei Arus Survei Indonesia (ASI) mengungkap sebanyak 64,4 persen warga Provinsi Jawa Timur setuju tokoh NU sangat menentukan kemenangan dalam Pilpres 2024 mendatang jika dijadikan sebagai cawapres.

Untuk diketahui, Cak Imin asal Jombang, Jawa Timur merupakan tokoh NU yang kuat. Ia merupakan cicit dari KH Bisri Syansuri, salah satu pendiri NU. Cak Imin saat ini memimpin PKB, partai yang lahir dari rahim NU. PKB mengantongi 13,57 juta suara pada Pemilu 2019 lalu.

Meski begitu, suara NU tak serta merta bakal sepenuhnya beralih ke Anies jika menempatkan Cak Imin sebagai cawapres. Jika merujuk pada perkiraan jumlah warga NU di Indonesia sebesar 150 juta orang, perolehan suara PKB—partai yang dipimpin Cak Imin—pada Pemilu 2019 lalu nyatanya hanya sebesar 13,57 juta suara.

Artinya, 90 persen atau mayoritas warga nahdliyin (sebutan bagi warga atau masyarakat yang berpaham ke-NU-an) tidak memilih PKB di pemilu. Suara warga NU selama ini tersebar di sejumlah parpol, tidak hanya di PKB.

Di sisi lain, dinamika politik yang berkembang saat ini mencerminkan hubungan yang kurang harmonis antara PBNU dan Cak Imin. Baru-baru ini, Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Sulaeman Tanjung menegaskan hingga saat ini PBNU tidak pernah memberikan mandat khusus kepada PKB di Pemilu 2024.

Atas dasar hal tersebut, Anies mungkin tak serta merta mendapatkan limpahan suara dari pemilih NU secara keseluruhan. Meski begitu, dengan menggandeng Cak Imin (yang berstatus Ketua Umum PKB) sebagai cawapres, Anies berpotensi mendapatkan suara tambahan dari kalangan NU yang berlatar pemilih PKB.

Arus Dukungan dari PKB

Beberapa hasil survei teranyar mulai melihat korelasi antara pilihan partai politik dengan pilihan bacapres yang diusung tiap partai.

Dari sejumlah hasil survei, terlihat ada fenomena split-ticket voting di kubu PKB. Ini adalah kondisi dukungan publik terhadap bacapres yang tidak sejalan dengan partai pilihannya.

Sementara, jika pemilih mendukung partai politik yang sejalan dengan bacapres pilihannya disebut dengan straight-ticket voting.

Dengan asumsi angka 50 persen dijadikan ukuran untuk memilah antara straight-ticket voting dan split-ticket voting, terlihat kalau pemilih PKB sampai awal Agustus 2023 belum tegak lurus dengan arah dukungan partai yang kala itu masih menjalin koalisi dengan Gerindra menyokong Prabowo Subianto.

Setidaknya dari tiga hasil survei yang baru-baru ini dipublikasikan, terlihat kalau suara pemilih PKB cenderung terpecah ke tiga bacapres.

Survei Indikator Politik Indonesia misalnya, suara pemilih PKB jadi yang paling kecil ke Prabowo, hanya 30,5 persen. Bandingkan dengan Golkar dan PAN, yang bahkan saat survei dilangsungkan belum secara resmi berkoalisi dengan Gerindra. Dari pemilih Golkar, suara ke Prabowo mencapai 36,2 persen sementara dari PAN 36,8 persen.

Suara pemilih PKB untuk bacapres malah lebih besar ke Ganjar Pranowo (40,3 persen), meski suara ke Anies (25 persen) juga tidak kalah banyak.

Serupa, hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA juga menunjukkan PKB sebagai partai dengan fenomena split-ticket voting dengan persentase pecahan suara paling beragam.

Berdasar hasil survei, pemilih PKB memang paling banyak juga memilih Prabowo (38,5 persen), tetapi selisihnya dengan mereka yang mendukung Ganjar (37,8 persen) sangat tipis. Terdapat juga 22 persen suara pemilih PKB yang mengaku mendukung Anies.

Hasil survei Litbang Kompas juga menunjukkan fenomena split-ticket voting dari para pemilih PKB. Hanya 34,6 persen pemilih PKB yang juga memilih Prabowo Subianto.

Berdasar survei ini, pemilih PKB ke Ganjar (25 persen) dan ke Anies (6,7 persen) masih lebih kecil jumlahnya. Survei Litbang Kompas juga menunjukkan kalau ada 20,2 persen pemilih PKB yang belum punya preferensi pilihan bacapres.

Ketiga survei tersebut diselenggarakan pada periode pertengahan Juli sampai minggu pertama bulan Agustus 2023.

Dari hasil-hasil survei tersebut terlihat, meski telah mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo sejak Mei 2023, suara pemilih PKB untuk Menteri Pertahanan Republik Indonesia itu masih lebih kecil dari 50 persen, bahkan kalah dari bacapres lain di salah satu survei.

Ini mengindikasikan masih jauhnya pemilih PKB untuk satu suara mengarahkan dukungannya ke salah satu bacapres.

==

Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap klaim Periksa Fakta dan Periksa Data, pembaca dapat mengirimkannya ke email factcheck@tirto.id.

Baca juga artikel terkait PERIKSA DATA atau tulisan lainnya dari Fina Nailur Rohmah, Alfons Yoshio Hartanto & Alfitra Akbar

tirto.id - Politik
Penulis: Fina Nailur Rohmah, Alfons Yoshio Hartanto & Alfitra Akbar
Editor: Shanies Tri Pinasthi