tirto.id - Sejak 2014, PT Transportasi Jakarta (TransJakarta) menyediakan bus tingkat untuk melayani perjalanan wisata keliling Jakarta. Bus jangkung itu akan mengantar penumpang mengunjungi tempat-tempat ikonik dan bersejarah di Jakarta, seperti Monas, Masjid Istiqlal, Bundaran HI, dan lainnya tanpa dipungut biaya.
Bus wisata Jakarta ini menghadirkan keriaan untuk warga Ibukota maupun pendatang yang ingin berwisata di akhir pekan. Selain itu, sosok bus tingkat menghadirkan nostalgia bagi orang-orang yang pernah menggunakan bus tingkat di era 1970-an sampai 1990-an.
Pada dekade 70’an, ada bus tingkat Leyland Titan PD3 yang hilir mudik di pusat Kota Jakarta mengangkut puluhan penumpang. Bus tersebut berbentuk unik, dengan ciri khas kaca depan bagian supir berada sejajar dengan kap mesin, sementara kaca depan kiri menjorok ke dalam.
Setelah Titan PD3 afkir, masuklah Leyland Atlantea AN68 yang di Jakarta dioperasikan oleh Perusahaan Penumpang Djakarta (PPD) mulai tahun 80-an. Barulah di warsa 90-an PPD memboyong unit bus tingkat Volvo Ailsa B55-10 MKIII untuk dijadikan bus Patas. Pasca rezim Orde Baru berakhir tahun 1998, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta meniadakan armada bus tingkat. Baru pada 2014 warga Jakarta kembali melihat bus tingkat versi modern yang bisa dinaiki secara gratis oleh siapa saja.
Selain untuk armada wisata, bus tingkat juga mulai digunakan oleh operator bus komersial yang melayani perjalanan antar kota atau antar provinsi. Medio 2017 lalu, operator bus Lorena Holding Group mulai mengoperasikan bus tingkat untuk rute perjalanan Jakarta-Madura dan Jakarta-Surabaya-Malang.
Lorena memboyong bus tingkat dari karoseri Adiputro yang menggunakan sasis dan mesin Mercedes-Benz OC 500 RF 2542. Bus dengan tiga axle (as roda) ini memiliki fasilitas penunjang kenyamanan penumpang, seperti TV di setiap bangku penumpang, bangku berlapis kulit dengan sandaran kaki, pendingin udara, toilet, dispenser air, dan ruangan merokok.
Operator menyodorkan pilihan bus tingkat agar penumpang bisa bepergian sambil merasakan sensasi duduk di ketinggian sekitar 3-4 meter dari permukaan tanah. Ada 12 bus yang disediakan Lorena buat meladeni dua rute tersebut, dengan investasi sekitar Rp3 miliar per satu unit bus.
Untuk bisa merasakan pelayanan bus tingkat Lorena, setiap penumpang harus merogoh kocek mulai dari Rp450 ribu. Dengan besaran harga tersebut Lorena mengincar target pasar penumpang kalangan menengah atas yang memang mencari kenyamanan dan pengalaman berbeda ketimbang moda transportasi lain, seperti Kereta Api atau pesawat terbang yang harga tiketnya tidak terpaut jauh.
"Kami harus berubah karena persaingannya ada kereta api ada pesawat, jadi konsepnya harus memiliki nilai lebih. Tadi saya katakan, dari konsep public mass transportation harus bisa berubah jadi butic transportation, artinya kendaraan itu harus ada personalisasi dan high-end," ujar Managing Director Lorena Transport Dwi Ryanta Soebakti.
Sebelum Lorena, operator bus seperti PO Putera Mulya, Sinar Jaya, dan Agra Mas sudah menyiapkan armada bus tingkat untuk trayek Pulau Jawa. Di Sumatera, ada PO Sempati Star yang menggunakan bus tingkat sebagai angkutan rute Medan-Banda Aceh.
Perkembangan infrastruktur jalan tol, seperti Trans Jawa membuat para operator bus berani untuk mulai meramaikan bisnis bus tingkat. Sebab, bus seperti ini bakal kesulitan untuk melahap kelok tajam yang banyak dijumpai di jalan antar kota.
"Kalau di Sumatera rute Aceh-Medan itu kan tidak berkelok-kelok begitu parah. Di Jawa juga lebih banyak di jalur pantura dan jalur tengah," ujar Sekjen Komunitas Bus Mania, Lang Widya PB.
Mahalnya Bus Tingkat
Karena kapasitas angkutnya yang besar, bus tingkat harus ditopang sasis dengan durabilitas tinggi. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012, tertera standar minimal jumlah berat bruto (JBB) adalah 21 ton sampai 24 ton dan memiliki panjang sekurangnya 9 meter sampai 13,5 meter. Sementara tinggi maksimal dipatok 4,2 meter dan lebar 2,5 meter.
Brand and Marketing Communication Manager Karoseri Laksana, Candra Dewi mengatakan, untuk memenuhi standar dimensi bus tingkat, saat ini Laksana menggunakan sasis dan mesin dari pabrikan Eropa seperti Mercedes-Benz, Volvo, dan Scania. Salah satu bus tingkat Laksana yang dibawa ke Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2018 beberapa waktu lalu misalnya, menggunakan sasis dan mesin dari Scania K410 EB. Kerangka tersebut memiliki JBB 25 ton, dilengkapi delapan suspensi udara. Sistem kemudi menerapkan power steering hidrolik agar memudahkan bus bermanuver.
Buat menjamin keamanan bus dengan bodi jangkung dan bongsor, Scania menyertakan electronic stability programme (ESP), anti-lock braking system (ABS), traction control, dan hill hold function.
Sementara, sumber tenaga menggunakan mesin diesel 13.000 cc dengan turbocharged. Tenaga dorong senilai 410 dk/1.950 rpm dengan torsi puncak 2.000 Nm/1.000-1.350 rpm mengalir dari mesin tersebut. Tersedia fitur cruise control dan speed limiter buat membantu supir mengoperasikan bus.
“Untuk bus tingkat itu (desain kabin) custom (sesuai permintaan operator). Sasis harus pakai yang premium yang sesuai untuk double decker. Investasinya cukup besar ya di bus tingkat ini. Satu unit sekitar 3 miliar (rupiah) sudah termasuk kelengkapan (perangkat hiburan dan kenyamanan,” jelas Candra saat berbincang dengan Tirto.
Terlepas dari ongkos pembuatannya yang mahal, bus tingkat memiliki risiko celaka lebih besar ketimbang bus standar. Proporsi bodi jangkung dengan titik berat di atas membuat bus tingkat rentan limbung bahkan terguling ketika berbelok. Karena itu bus double deck sebaiknya hanya digunakan untuk perjalanan dalam kota dengan ruas jalan besar, serta tidak banyak tanjakan dan turunan curam.
Mempertimbangkan tingginya risiko kecelakaan yang sudah menelan puluhan korban jiwa, Pemerintah Thailand memperketat pengujian unit bus tingkat. “Perdana Menteri menaruh perhatian besar pada hal ini (keselamatan bus tingkat), dan menginginkan pengujian yang lebih ketat untuk mengurangi kecelakaan,” ujar Menteri Transportasi Thailand Arkhom Termpittayapaisith, dikutip Bangkok Post.
Melansir Bangkok Post, untuk memperoleh izin operasi, bus tingkat di Thailand harus melalui serangkaian tes, salah satunya uji kestabilan di kemiringan 30 derajat. Bus yang tidak lolos dalam ujian tersebut tidak lagi diperbolehkan beredar di jalan raya. Selain itu, setiap bus dilengkapi perangkat GPS buat memantau perilaku supir agar tidak berkendara ugal-ugalan.
Editor: Nuran Wibisono