tirto.id - “If you're sad, add more lipstick and attack.”
Coco Channel mendeskripsikan kebutuhan wanita akan gincu sebagai pemulas bibir. Gincu adalah salah satu riasan yang dianggap "wajib" bagi kebanyakan wanita. Dari yang hanya berwarna merah ala Marilyn Monroe sampai ragam warna metalik. Dari yang bertekstur creamy hingga berbentuk padat, dari yang lembab hingga matte.
Namun, di balik keindahan warna yang dapat merubah bibir dan tampilan seorang wanita, ada hal yang perlu diwaspadai: plumbum atau timbal. Desember 2016 lalu, Food and Drug Administration (FDA), badan pengawas obat dan makanan di Amerika Serikat mengeluarkan pedoman rekomendasi tingkat maksimum timbal bagi industri yang memproduksi berbagai produk kosmetik seperti lipstik, eyeshadow, bedak, sampo, dan pelembab.
Dalam situsweb resmi FDA, disebutkan bahwa rekomendasi ini adalah tindak lanjut laporan Campaign for Safe Cosmetics (CSC) yang menemukan sejumlah lipstik bertimbal di pasaran. Dalam laporan tersebut, CSC melampirkan 20 merek lipstik terindikasi timbal. FDA kemudian menggunakan metode ekstraksi untuk menemukan kandungan timbal tak hanya ada pada lipstik, tapi juga dalam 685 produk kosmetik di pasar AS.
Hasilnya, lebih dari 99 persen kosmetik tersebut mengandung kurang dari 10 ppm timbal. Sesuai dengan batasan jumlah timbal logam yang diperbolehkan dalam setiap kosmetik oleh FDA, yakni kurang dari 10 ppm atau 10 mg/liter.
Meskipun sebagian besar kosmetik di pasar di Amerika Serikat mengandung kurang dari 10 ppm timbal, FDA menyadari masih ada kosmetik mengandung timbal di atas ambang batas yang masuk dari negara lain. Apalagi, pengujian oleh FDA juga menemukan eyeshadow Clarins Paris Mono Couleur 19 Ice Blue dan blush on L'Oreal Lancome Blush Subtil 8 Brun Roche yang mengandung 14 ppm timbal.
Dampak Buruk Timbal
Walau 10 ppm merupakan batas aman kandungan timbal dalam kosmetik, bukan berarti penggunaannya tak memiliki resiko. Timbal dapat terakumulasi dalam tubuh dari waktu ke waktu dan mempengaruhi hampir setiap organ dan sistem dalam tubuh.
“Tidak ada jumlah yang dianggap aman, meskipun jumlah tertentu dianggap aman. Untuk orang dewasa, kadar timbal dalam darah sebanyak sama dengan atau lebih besar dari 10 mikrogram per desiliter darah sudah dianggap tinggi oleh Centers for Disease Control and Prevention. Dan setengah jumlah tersebut untuk anak-anak,” begitu tulis FDA.
Paparan timbal dari lipstik juga bisa terjadi ketika konsumen menjilat bibirnya dan lipstik tertelan. Sehingga untuk mengkaji paparannya, FDA menggunakan pendekatan yang sama untuk produk kosmetik bibir dengan perkiraan paparan timbal dari makanan.
Di Indonesia, seperti dikutip dalam situs BPOM, pada tahun 2014 telah ditemukan 68 kosmetika mengandung bahan berbahaya, baik produk impor maupun lokal.
Bahan berbahaya yang terkandung dalam 68 kosmetika tersebut terdiri dari 18 kosmetika mengandung timbal (Pb), 11 kosmetika mengadung merkuri (Hg), 2 kosmetika mengandung arsen (As), 14 kosmetika mengandung pewarna merah K3, 6 kosmetika mengandung pewarna merah K10 (Rhodamin), 5 kosmetika mengandung hidrokinon, 3 kosmetika mengandung merkuri (Hg) dan asam retinoat, 2 kosmetika mengandung hidrokinon dan asam retinoat, 2 kosmetika mengandung mikonazol, 1 kosmetika mengandung klotrimazol dan terbinafin, 1 kosmetika mengandung khlorpheniramin, klotrimazol, mikonazol dan terbinafin, 1 kosmetika mengandung cholecalciferol (Vitamin D3), 1 kosmetika mengandung vitamin K, dan 1 kosmetika mengandung steroid triamsinolon asetonida.
Untuk kadar timbal kosmetik di Indonesia, BPOM telah mengaturnya pada Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.07.11.6662 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat dalam Kosmetika.
Batas cemaran timbal dalam kosmetik, menurut BPOM, haruslah kurang dari 20 ppm atau 20 bpj (20 mg/kg atau 20 mg/L). Ini berarti, Indonesia menoleransi jumlah timbal dua kali lipat ketimbang angka yang ditoleransi Amerika Serikat.
Timbal sebenarnya secara alami terdapat pada kerak bumi, logam ini dapat berada di lingkungan akibat proses alami, misalnya erosi ataupun kegiatan industri manusia seperti pengeboran minyak atau akibat penambangan emas. Timbal kemudian digunakan sebagai bahan pembuatan batu baterai, solder, pipa, produk perunggu, pigmen pada cat, dan peralatan militer.
Pada kosmetik, timbal sering ditemukan pada lipstik, eyeshadow, dan eyeliner. Kandungan timbal dalam kosmetik dapat diakibatkan oleh kontaminasi dari bahan baku yang digunakan atau penggunaan pigmen yang mengandung timbal. Kandungannya dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit, tertelan, atau kontak dengan mata kemudian masuk ke dalam peredaran darah dan terakumulasi dalam jaringan, terutama tulang.
Timbal juga dapat terakumulasi di hati, ginjal, pankreas, dan paru-paru. Di dalam tubuh, timbal merupakan neurotoksin yang terbukti dapat menyebabkan tingkat IQ rendah dan menimbulkan masalah perilaku seperti meningkatnya agresivitas. Bayi, balita, anak-anak, janin, dan ibu hamil merupakan kelompok yang paling rentan mengalami keracunan timbal akibat paparan kronis rendah. Logam ini sangat mudah menembus plasenta dan dapat ditransfer melalui air susu ibu (ASI).
Pada paparan kronis tingkat rendah, timbal dapat mempengaruhi ginjal, sistem kardiovaskuler, darah, sistem kekebalan tubuh, serta sistem saraf pusat dan periferi. Pada paparan kronis tingkat tinggi, timbal dapat menyebabkan keguguran, perubahan hormon, mengurangi kesuburan pada pria dan wanita, gangguan menstruasi, menurunnya daya ingat, serta gangguan pada saraf, persendian, otot, jantung, dan ginjal. Waktu paruh timbal di dalam tubuh adalah dua sampai enam minggu, namun dibutuhkan waktu 25 sampai 30 tahun untuk menghilangkan separuh kandungan timbal yang tersisa dalam tubuh.
Sayang, terkadang konsumen seringkali salah kaprah dalam memilih kosmetik bagi tubuhnya. Misalnya, banyak orang percaya cara mendeteksi timbal, merkuri, dan logam berbahaya lain yang kerap ada dalam kosmetik, dapat dilakukan dengan cara menggosok sebagian kosmetik dengan cincin emas. Ketika warnanya tak berubah, orang-orang yang mempercayai metode itu kemudian meyakini bahwa kosmetiknya aman.
Anggapan tersebut dibantah BPOM. Untuk mengetahui adanya cemaran logam berat dalam kosmetika tidak dapat dilakukan menggunakan cara digosok dengan cincin emas.
“Cemaran logam berat dalam kosmetika hanya dapat dilakukan melalui pengujian di laboratorium, antara lain menggunakan metode Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) atau Inductively Coupled Plasma(ICP).”
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani