tirto.id - Bank Dunia memperkirakan ekonomi dunia akan melambat tajam menjadi 1,7 persen pada 2023. Angka ini turun dari prediksi Juli tahun lalu sebesar 3 persen.
Dalam laporan tersebut menjelaskan beberapa faktor. Misalnya karena pengetatan kebijakan moneter untuk mengatasi inflasi dan perang Rusia di Ukraina meredam prospek.
Kemudian, Amerika Serikat, kawasan Euro, dan China mengalami periode pelemahan yang nyata. Lembaga yang berbasis di Washington itu juga mengatakan guncangan negatif lebih lanjut, termasuk inflasi yang lebih tinggi, kenaikan suku bunga yang tiba-tiba untuk menahannya, dan kebangkitan kembali pandemi COVID-19, bisa mendorong ekonomi global ke dalam resesi.
"Pertumbuhan global telah melambat sejauh ekonomi global hampir jatuh ke dalam resesi yang didefinisikan sebagai kontraksi dalam pendapatan per kapita global tahunan - hanya tiga tahun setelah keluar dari resesi yang disebabkan pandemi pada 2020," kata laporan setengah tahunan Prospek Ekonomi Global bank dikutip dari Antara, Rabu (11/1/2023).
Pertumbuhan global diperkirakan akan pulih menjadi 2,7 persen pada 2024, turun 0,3 poin dari proyeksi Juni. Penurunan tajam dalam pertumbuhan kemungkinan akan meluas.
Sementara itu, dengan proyeksi pertumbuhan diturunkan hampir semua negara maju, sekitar dua pertiga dari emerging markets, ekonomi berkembang pada 2023, dan setengah dari semua negara pada 2024.
Kemudian, pertumbuhan di Amerika Serikat diperkirakan melambat menjadi 0,5 persen tahun ini, 1,9 poin di bawah proyeksi sebelumnya. Hal itu karena ekonomi terbesar di dunia mengalami pengetatan kebijakan moneter paling cepat dalam lebih dari 40 tahun untuk meredam kenaikan harga makanan dan energi.
Dengan inflasi yang diperkirakan akan moderat tahun ini karena pasar tenaga kerja melemah dan tekanan upah menurun, ekonomi AS kemungkinan akan tumbuh 1,6 persen tahun depan, direvisi turun sebesar 0,4 poin.
Sementara itu, di China, aktivitas ekonomi memburuk pada 2022. Konsumsi dibatasi oleh pembatasan di bawah kebijakan nol-COVID dan kekeringan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pertumbuhan diperkirakan akan meningkat menjadi 4,3 persen tahun ini karena pencabutan pembatasan pandemi melepaskan pengeluaran yang terpendam, turun 0,9 poin dari perkiraan Juni.
Lalu untuk Jepang, Bank Dunia memprediksi pertumbuhan diantisipasi melambat menjadi 1,0 persen tahun ini, penurunan 0,3 poin dari Juni, setelah pertumbuhan 1,2 persen pada 2022. Kemudian, laju lamban akan terlihat bersamaan dengan perlambatan ekonomi maju lainnya.
Bank Dunia juga melaporkan negara Asia yang miskin sumber daya itu akan menghadapi tantangan. Karena harga energi yang tinggi mengikis daya beli rumah tangga dan mengurangi konsumsi, tambahnya. Produk domestik bruto riil Jepang diperkirakan akan tumbuh 0,7 persen pada 2024, 0,1 poin lebih tinggi dari yang diperkirakan pada Juni.
Kawasan euro akan melihat pertumbuhan nol persen tahun ini, direvisi turun 1,9 poin. Hal itu karena gangguan pasokan energi yang sedang berlangsung terkait dengan invasi Rusia ke Ukraina dan prospek pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut. Kawasan ini akan tumbuh 1,6 persen tahun depan, Bank Dunia memperkirakan.
Volume perdagangan global diperkirakan tumbuh 1,6 persen tahun ini, setelah melonjak 10,6 persen pada 2021 dan meningkat 4,0 persen pada 2022. Ke depan, Bank Dunia memperingatkan bahwa bank-bank sentral perlu menaikkan suku bunga lebih dari yang diharapkan saat ini tergantung pada inflasi, mempertinggi risiko salah langkah kebijakan.
Dalam skenario resesi, di mana kondisi keuangan yang lebih ketat diasumsikan mengakibatkan kesulitan pembiayaan yang meluas di negara emerging markets dan berkembang. Bank Dunia mengatakan produk domestik bruto global hanya akan tumbuh sebesar 0,6 persen pada 2023. Itu akan diterjemahkan ke dalam kontraksi 0,3 persen per kapita.