Menuju konten utama

Harvey Moeis Didakwa Rugikan Negara Rp300 T dalam Kasus PT Timah

Dalam persidangan, JPU juga membeberkan sejumlah peran terdakwa Harvey Moeis dalam kasus ini.

Harvey Moeis Didakwa Rugikan Negara Rp300 T dalam Kasus PT Timah
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah Harvey Moeis (tengah) berjalan keluar ruangan usai menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (14/8/2024). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nym.

tirto.id - Terdakwa dalam kasus dugaan korupsi tata kelola niaga pada wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022, Harvey Moeis, menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hari ini, Rabu (14/8/2024).

Dalam persidangan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan peran dari terdakwa Harvey Moeis dalam kasus ini.

Jaksa menyebut bahwa dengan sepengetahuan Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), serta Reza Ardiansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Harvey melakukan pertemuan dengan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah dan Alwin Akbar selaku Direktur Operasional PT Timah dan 27 pemilik smelter swasta lain.

Pertemuan itu untuk membahas permintaan Mochtar dan Alwi atas bijih timah sebesar 5 persen dari kuota ekspor smelter swasta tersebut.

“Karena, bijih timah yang diekspor smelter-smelter swasta tersebut merupakan hasil produksi yg bersumber dari penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah” kata jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Rabu (14/8/2024).

Harvey juga diduga melakukan permintaan kepada sejumlah perusahaan penambang timah swasta untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan sebesar US$500-750 per ton. Pembayaran itu dicatat seolah-olah sebagai corporate social responsibility (CSR) yang dikelola terdakwa atas nama PT RBT.

Pada poin selanjutnya, JPU mengatakan, Terdakwa Harvey Moeis menginisiasi kerja sama sewa alat processing untuk penglogaman timah smelter swasta yg tidak memiliki competent person (CT) antara lain CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa dengan PT Timah Tbk.”

Jaksa juga menduga, bahwa Harvey bersama sejumlah perusahaan smelter swasta melakukan negosiasi dengan PT Timah untuk menyepakati harga sewa smelter tanpa didahului studi kelayakan atau kajian mendalam pada sejumlah smelter tersebut.

Suami aktris Sandra Dewi itu, kata JPU, bersama dengan sejumlah smelter swasta tersebut dengan sepengetahuan Dirut PT Timah kala itu menyepakati penerbitan surat perintah kerja (SPK) di wilayah IUP PT Timah untuk melegalkan pembelian bijih timah.

Menyepakati dengan PT Timah untuk menerbitkan surat perintah kerja atau SPK di wilayah IUP PT Timah dengan tujuan melegalkan pembelian bijih timah oleh pihak smelter swasta yg berasal dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah” ucap Jaksa.

JPU juga mendakwa Harvey terlibat dalam kegiatan kerja sama sewa peralatan processing penglogaman timah dengan PT Timah tanpa menuangkan kerja sama tersebut dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dengan PT Timah Tbk maupun dengan lima smelter swasta lainnya.

“Atas hal tersebut tidak dilakukan pengawasan dan pembinaan oleh Suranto Wibowo, Rusbani, dan Amir Syahbana yang memiliki tugas dan fungsi selaku Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada periode yang berbeda dalam kurun waktu Januari 2015 sampai dengan Desember 2022, serta Bambang Gatot selaku Dirjen Minerba Kementerian ESDM yang memberikan persetujuan revisi RKAB kepada PT. Timah Tbk tahun 2019 tanpa kajian dan studi kelayakan yang memadai/mendalam,” ujar jaksa.

Harvey bersama dengan tersangka lainnya, yakni Mochtar, Emil Emindra, dan Alwi, menyepakati harga sewa peralatan yang digunakan untuk melakukan penglogaman timah sebesar US$4 ribu per ton untuk PT RBT.

Sementara itu, harga yang dipatok untuk empat smelter swasta lainnya senilai US$3.700 per ton. Hal itu pun dilakukan tanpa kajian atau feasibility study.

Terakhir, menurut Jaksa, Harvey melalui terdakwa Helena Lim selaku pemilik PT Quantum Skyline Exchange (perusahaan penukaran mata uang asing) menerima biaya pengamanan dari perusahaan smelter melalui perusahaan tersebut.

Terdakwa Harvey Moeis melalui Helena [Lim] selaku pemilik PT Quantum Skyline Exchange menerima biaya pengamanan dari perusahaan smelter yaitu PT Tinindo Inter Nusa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan CV Venus Inti Perkasa yang selanjutnya diserahkan kepada terdakwa Harvey Moeis” ungkap Jaksa.

Dalam surat dakwaannya, JPU mendakwa Harvey telah merugikan negara sebesar Rp300 triliun. Dia juga didakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Sebelumnya, JPU telah membacakan surat dakwaan terhadap tiga terdakwa lain dalam kasus ini, yaitu Kepala Bidang Pertambangan Mineral Logam Dinas ESDM Bangka Belitung 2021-2023, Amir Syahbana; Mantan Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung, Rusbani alias Bani; dan Kepala Dinas ESDM Kepulauan Bangka Belitung periode 2015-2019, Suranto Wibowo.

Baca juga artikel terkait KASUS KORUPSI atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Hukum
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Fadrik Aziz Firdausi