Menuju konten utama

Haris Azhar: Perpres 37/2019 Hanya untuk Bahagiakan Petinggi TNI

Haris Azhar mempertanyakan keputusan Presiden Joko Widodo menandatangani Perpres 37/2019 tentang jabatan fungsional TNI setelah Pilpres 2019.

Haris Azhar: Perpres 37/2019 Hanya untuk Bahagiakan Petinggi TNI
Pegiat hak asasi manusia, Haris Azhar berorasi saat mengikuti aksi memperingati setahun kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan di depan Istana Negara, Jakarta, Rabu (11/4/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar menduga penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 37 tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional TNI didasari motif politis. Menurut dia, penerbitan perpres itu patut diduga berkaitan dengan kepentingan petahana usai Pilpres 2019.

"Susah meniadakan persepsi publik bahwa ini semua ada hubungannya dengan pemilu. Jadi, [seolah-olah] ditunggu dulu kontribusinya buat petahana, kalau nanti sudah menang, baru [Perpres] ditandatangani,” kata Haris di kantor Lokataru, Jakarta, Senin (1/7/2019).

Haris berpendapat demikian karena perdebatan mengenai penempatan perwira TNI di instansi-instansi sipil sudah terjadi pada 4 bulan lalu. Sementara Perpres 37/2019 baru diteken Presiden Joko Widodo pada 12 Juni 2019 dan resmi diumumkan oleh istana 28 Juni lalu.

"Itu juga enggak ada diskusi-diskusi yang signifikan [soal penerbitan perpres]," kata Haris.

Dia curiga penerbitan perpres itu hanya menunggu momentum dan bertujuan membuat hubungan pemerintahan petahana 'mesra' dengan TNI. Apalagi, menurut Haris, tidak terlihat ada kendala terkait dengan teknis legislasi dalam penerbitan perpres itu.

“Ide besar Perpres 37/2019 itu sebetulnya dasar hukum untuk melegitimasi, saya menduganya, hal-hal yang dibuat untuk mengisi jabatan tentara, dan ini bisa dibilang upaya untuk membelai petinggi tentara dalam rezim pemerintahan ini,” kata Haris.

Menurut Haris, UU tentang TNI telah mengatur tentara aktif hanya bisa mengisi pos jabatan di 10 kementerian/lembaga. Namun, Perpres 37/2019 justru melegitimasi perwira TNI aktif bisa duduk di pos kementerian/lembaga yang tidak diatur UU.

“Seharusnya menandatangani pangkat sejumlah [perwira] TNI dalam rangka memperkuat strategi pertahanan negara. Kalau kayak begini, orang dinaikin pangkatnya tapi pos enggak ada," ujar dia.

"Artinya [perpres 37/2019 terbit] hanya untuk membahagiakan petinggi TNI, tapi sebetulnya di sisi lain, membuat malu petinggi TNI,” tambah Haris.

Dia menambahkan, karena Perpres 37/2019 membuat perwira TNI aktif bisa menempati jabatan sipil, birokrasi pemerintahan berpotensi mengalami militerisasi. Peluang birokrat sipil berkembang, kata Haris, juga akan terhambat jika banyak pos jabatan ditempati orang-orang militer. Padahal, dia menilai kinerja mayoritas birokrat sipil selama ini sudah baik.

“Saya enggak melihat [birokrat] sipil enggak beres. Menurut saya kapasitas orang sipil baik," ujar Haris.

"Dugaan saya, makna politisnya [Perpres 37/2019] tinggi sekali, bahwa ini upaya membelai-belai kepala dan leher TNI untuk dikasih posisi-posisi yang lebih luas, mereka akan merasa ‘bersama Jokowi, kami semua sejahtera’,” di menambahkan.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom