tirto.id - Majelis Hakim dalam sidang yang berlangsung di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (18/7/2016) menolak nota keberatan (eksepsi) yang diajukan oleh pegawai PT Artha Pratama Anugerah, Doddy Aryanto Supeno dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa pemberian suap sebesar Rp150 juga kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Edy Nasution.
“Menyatakan eksepsi penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima, kedua melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama di atas dan memerintahkan jaksa menghadirkan saksi dan barang bukti,” kata Ketua Majelis Hakim Sumpeno di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Doddy dalam perkara ini diduga menyuap Edy Nasution untuk untuk melancarkan dua perkara yang dihadapi Lippo Group di PN Jakarta Pusat yaitu agar menunda proses pelaksanaan "aanmaning" (peringatan terhadap tergugat, agar melaksanakan putusan pengadilan dalam perkara perdata yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap) terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dan menerima pendaftaran Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL) meski telah lewat batas waktu.
Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut bahwa Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro yang punya inisiatif untuk meminta stafnya bagian legal PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti untuk menemui Edy Nasution dengan imbalan Rp100 juta untuk mengupayakan penundaan "aanmaning" perkara PT MTP dan Rp50 juta untuk menerima pendaftaran PT AAL.
"Dakwaan sudah disusun dengan cermat sudah berisi peristiwa-peristiwa pidana dan sepenuhnya di dalam pokok perkara dan masuk dalam wewenang PN Jakpus," papar anggota majelis hakim Diah Siti Basariah.
Sedangkan eksepsi penasihat hukum Doddy menyatakan bahwa hubungan Doddy dan Edy Nasution adalah sebatas hubungan pertemanan semata yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan Edy.
Apalagi Doddy maupun tempatnya bekerja yaitu PT. Artha Pratama Anugerah (APA), tidak punya perkara hukum dan PT APA bukan anak perusahaan dari Lippo Group, demikian pula PT Metropolitan Tirta Perdana dan PT Paramount Enterprise International bukan anak Perusahaan Lippo Group.
"Sudah diuraikan secara jelas cerdas dan cermat bahwa terdakwa berkerja di PT Artha Pratama Anugerah yang merupakan anak perusahaan Lippo Grup dan telah menyiapkan dokumen dan uang terkait. Perkara menyerahkan uang ke saksi Edy Nasution, apakah terkait uang itu dengan terdakwa, itu sudah masuk materi pokok dan akan dipertimbangkan dalam perkara," tambah hakim Diah.
Sehingga majelis menilai bahwa eksepsi tidak dapat diterima karena tidak punya landasan hukum.
Ketua mejelis hakim Sumpeno menyatakan putusan sela akan dibacakan pada Senin, 27 Juli 2016.
Doddy didakwa berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.