Menuju konten utama

Hakim Gunakan Keterangan Miryam di Persidangan Ketimbang BAP

Miryam telah ditetapkan menjadi terdakwa pemberi keterangan yang tidak benar.

Hakim Gunakan Keterangan Miryam di Persidangan Ketimbang BAP
Mantan anggota komisi II DPR Miryam S Haryani (kanan) berjalan menuju mobil tahanan seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa (11/7). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

tirto.id - Majelis hakim memutuskan untuk menggunakan keterangan Miryam S Haryani saat bersaksi di persidangan ketimbang menggunakan keterangannya dalam berita acara pemeriksaan (BAP) di tingkat penyidikan korupsi e-KTP. Hal itu disampaikan Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butarbutar dalam sidang pembacaan vonis di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (20/7/2017).

"Sehubungan dicabutnya BAP Miryam S Haryani di penyidikan dan keterangannya dalam BAP itu masih dipergunakan sebagai dasar penyusunan tuntutan oleh jaksa penuntut umum, menimbang BAP penyidikan pada hakikatnya hanya pedoman untuk memeriksa dan mengadili perkara bukan alat bukti maka keterangan saksi yang sah adalah keterangan di persidangan, menimbang hal itu, keterangan Miryam yang digunakan sebagai alat bukti adalah keterangan yang digunakan di persidangan," kata dia.

Padahal dalam tuntutan, jaksa penuntut umum (JPU) KPK tegas menyebutkan bahwa pencabutan BAP mantan Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani tidak disertai alasan yang sah dan logis.

JPU KPK beralasan, pencabutan BAP yang disampaikan Miryam dalam sidang 23 Maret 2017 lalu terjadi karena adanya tekanan dari penyidik. Namun hal itu telah dibantah oleh tiga penyidik KPK, yakni Ambarita Damanik, M.I Susanto dan Novel Baswedan dalam sidang 30 Maret 2017 melalui barang bukti berupa video rekaman pemeriksaan Miryam S Haryani serta tulisan tangan Miryam yang pada intinya berisi keterangan Miryam mengenai perbuatannya mendistribusikan uang ke anggota Komisi II DPR.

Miryam saat ini pun telah ditetapkan menjadi terdakwa pemberi keterangan yang tidak benar berdasarkan pasal 22 jo pasal 35 ayat 1 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Untuk diketahui, dalam perkara ini, majelis hakim yang terdiri dari Jhon Halasan Butarbutar, Frangki Tumbuwun, Emilia, Anwar dan Ansyori Saifudin telah memvonis Irman 7 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar denda 500 ribu dolar AS dikurangi 300 ribu dolar AS dan Rp50 juta subsider 2 tahun kurungan.

Sedangkan terhadap Sugiharto divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subsider 1 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti 50 ribu dolar AS dikurangi pengembalian 30 ribu dolar AS dan Rp150 juta subsider 1 tahun kurungan.

Keduanya dinilai terbukti bersalah berdasarkan dakwaan kedua dari pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto